Sangat beru ntung bagi Arie bisa sampai menyelesaikan pendidikan di bangku SMA. Tapi lepas dari SMA keb ingungan menyertainya, karena tidak tahu harus bagaimana lagi setelah menyelesaikan pendidi kan SMA. Keinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi tetap besar. Namun semua itu tentu nya sangat berhubungan dengan biaya. Apalagi kalau kuliahnya harus pulang pergi, tentunya b iaya akan lebih tinggi dibandingkan dengan biaya kuliahnya. Dengan segala kegelisahan yang ada, akhirnya semuanya diceritakan di hadapan kedua orang tuanya. Mereka dengan penuh bijak sana menerangkan semua kemungkinan yang akan terjadi dari kemungkinan kekurangan uang denga n akan menjual sepetak sawah. Sampai dengan alternatif untuk tinggal di rumah kakak ibunya.
Mendengar antusiasnya kedua orang tuanya, membuat semangat Arie bertambah untuk melanju tkan ke perguruan tinggi. Memang keluarganya bisa dikatakan mapan untuk ukuran orang-orang yang ada di kampung itu. Kedua orang tuanya memiliki beberapa petak sawah dan menjadi salah satu tokoh di kampung itu.
"Arie.." sapa ibunya ketika Arie sedang merapikan beberapa p akaian untuk dibawa ke kota. Ini ada surat dari ayahmu untuk Oom di kota nanti. Sebuah sura t yang mungkin penegasan dari ayah Arie untuk menyakinkan bahwa anaknya akan tinggal untuk sementara waktu di rumah Oomnya. Sebetulnya orang tua Arie sudah menelepon Tuan Budiman tet api karena Tuan Budiman dan Arie sangat jarang sekali bertemu maka orang tua Arie memberika n surat penegasan bahwa anaknya akan tinggal di Bandung, di rumah Oomnya untuk sementara wa ktu.
Oomnya yang bernama Budiman memang paling kaya dari keluarga ibunya yang terdiri da ri empat keluarga. Oomnya yang tinggal di Bandung dan mempunyai beberapa usaha dibidang jas a, percetakan sampai dengan sebuah surat kabar mingguan dan juga bisnis lainnya yang sangat berhasil.
Hubungan antara Oomnya yang bernama Budiman dan kedua orang tua Arie sebetuln ya tidak ada masalah, hanya karena kedua orang tua Arie yang sering memberikan nasehat kare na kelakuan Oomnya yang sering berganti-ganti istri dan akibat dari berganti-ganti istri it u sehingga anak-anaknya tercecer di mana-mana. Menurut ibu Arie, Oomnya telah berganti istr i sampai dengan empat kali dan sekarang ia sedang menduda. Dari keempat istri tersebut Budi man dianugerahi empat anak, dua dari istri yang pertama dan duanya lagi dari istri-istri ya ng kedua dan ketiga sedang dari istri yang keempat Om Budiman tidak mempunyai anak.
Anak Om Budiman yang paling bungsu di bawah Arie dua tahun dan ia masih SMA di Bandung. Jadi us ia Om Budiman kira-kira sekarang berada diatas limapuluh tahun.
Sesampainya di kota Band ung yang begitu banyak aktivitas manusia, Arie langsung masuk ke sebuah kantor yang berting kat tiga. Kedatangannya ke kantor itu disambut oleh kedua satpam yang menyambutnya dengan r amah. Belakangan diketahui namannya Asep dari papan nama yang dikenakan di bajunya.
"Sel amat siang Pak," Tegur Arie kepada salah satu satpam yang ada dua orang.
"Selamat siang Di k, ada yang bisa dibantu," jawab satpam yang bernama Asep.
"Anu Pak, apa Bapak Budiman ada ?"
"Bapak Budiman yang mana Dik," tegas satpam Asep, karena melihat suatu keraguan bahwa t idak mungkin bosnya ada bisnis dengan anak kecil yang baru berumur dua puluh tahunan.
"Anu Pak, apa ini PT. Rido," tanya Arie menyusul keraguan satpam. Karena sebetulnya Arie juga b elum pernah tahu di mana kantor-kantor Oomnya itu, apalagi bisnis yang digelutinya.
"Iya.. Benar Dik, dan Bapak Budiman itu adalah pemilik perusahaan ini," tegas satpam Asep menjela skan tentang keberadaan PT.Rido dan siapa pemiliknya.
"Adik ini siapa," tanya satpam kepad a Arie, sambil mempersilakan duduk di meja lobby bawah.
"Saya Arie Pak, keponakan dari Bap ak Budiman dari desa Gunung Heulang."
"Keponakan," tegas satpam, sambil terus mengangkat t elepon menghubungi Pak Dadi kepercayaan Tuan Budiman.
Selang beberapa menit kemudian Pak Dadi datang menghampiri Arie sambil memberikan selamat datang di kota Bandung. "Arie.. Apa masih ingat sama Bapak," kata Pak Dadi sambil duduk seperti teman lama yang baru ketemu.
Mimik Arie jadi bingung karena orang yang datang ini ternyata sudah mengenalnya.
"Maaf Pak , Arie Sudah lupa dengan Bapak," kata Arie sambil terus mengigat-ingat.
Pak Dadi terus men erangkan dirinya, "Saya yang dulu sering mancing bersama Tuan Budiman ketika Arie berumur k urang lebih lima tahun."
Arie jadi bingung, "Wah, Bapak bisa saja.. mana saya ingat Pak, i tu kan sudah bertahun-tahun."
Selanjutnya obrolan dengan Pak Dadi yang belakangan ini di ketahui selain kepercayaan di kantor, ia juga sebagai tangan kanan Tuan Budiman. Bapak Dadi mengetahui apa pun tentang Tuan Budiman. Kadangkala anak Om Budiman sering minta uang pada Pak Dadi bila ternyata Om Budiman sedang keluar kota. Malah belakangan ini Om Budiman memb eli sebuah rumah dan di belakangnya dibuat lagi rumah yang tidak kalah besarnya untuk Pak D adi dan istrinya sedangkan yang depan dipakai oleh istri mudanya yang kurang lebih baru ber umur 35 tahun.
"Aduh Dik Arie, Bapak tadi dapat perintah dari Tuan Budiman bahwa ia tida k dapat menemani Dik Arie karena harus pergi ke Semarang untuk urusan bisnis. Dan saya dipe rintahkan untuk mencukupi keperluan Dik Arie. Nah, sekarang kamu mau langsung pulang atau k ita jalan-jalan dulu," sambung Pak Dadi melihat ekpresi Arie yang sedikit kecewa karena ket akutan akan tempat tinggal. Melihat gelagat itu Pak Dadi langsung berkomentar, "Jangan taku t Dik Arie pokoknya kamu tidak akan ada masalah," tegur Pak Dadi sambil menegaskan akan tid ur dimana dan akan kuliah dimana, itu semunya telah diaturnya karena mempunyai uang dan uan g sangat berkuasa dibidang apapun.
Mendengar itu Arie menjadi tersenyum, sambil melihat- lihat orang yang berlalu lalang di depanya. Kebetulan pada saat itu jam masuk karyawan suda h dimulai. Begitu banyak karyawati yang cantik-cantik ditambah lagi dengan penampilannya ya ng mengunakan rok mini. Keberadaan Arie sebagai keponakan dari pemilik perusahan itu sudah tersebar dengan cepatnya. Ditambah lagi dengan postur badan Arie yang atletis dan wajah yan g gagah membuat para karyawati semakin banyak yang tersenyum bila melewati Arie dan Pak Dad i yang sedang asyik ngobrol.
Mereka tersenyum ketika bertatap wajah dengan Arie dan ia s egaja duduk di lobby depan, meskipun tawaran untuk pindah ke lobby tengah terus dilontarkan oleh Pak Dadi karena takut dimarahi oleh Tuan Budiman. Memang tempat lobby itu banyak oran g lalu lalang keluar masuk perusahaan, dan semua itu membuat Arie menjadi betah sampai-samp ai lupa waktu karena keasyikan cuci mata.
Keasyikan cuci mata terhenti ketika Pak Dadi m engajaknya pulang dengan mengendarai sebuah mobil sedan dengan merek Mesri terbaru, melaju ke sebuah kawasan villa yang terletak di pinggiran kota Bandung. Sebuah pemukiman elit yang terletak di pinggiran Kota Bandung yang berjarak kurang lebih 17 Km dari pusat kota. Sebua h kompleks yang sangat mengah dan dijaga oleh satpam.
Laju mobil terhenti di depan rumah biru yang berlantai dua dengan halaman yang luas dan di belakangnya terdapat satu rumah ya ng sama megahnya, kolam renang yang cantik menghiasi rumah itu dan sebagai pembatas antara rumah yang sering didiami Om Budiman dan rumah yang didiami Pak Dadi dan Istrinya. Sedangka n pos satpam dan rumah kecil ada di samping pintu masuk yang diisi oleh Mang Ade penjaga ru mah dan istrinya Bi Enung yang selalu menyiapkan makanan untuk Nyonya Budiman. Ketika mobil telah berhenti, dengan sigap Mang Ade membawa semua barang-barang yang ada di bagasi mobil . Satu tas penuh dibawa oleh Mang Ade dan itulah barang-barang yang dibawa Arie. Bi Enung m embawa ke ruang tamu sambil menyuruhnya duduk untuk bertemu dengan majikannya.
Pak Dadi yang sejak tadi menemaninya, langsung pergi ke rumahnya yang ada di belakang rumah Om Budim an tetapi masih satu pagar dengan rumah Om Budiman. Pak Dadi meninggalkan Arie, sedangkan A rie ditemani oleh Bi Enung menuju ruang tengah. Setelah Tante Rani datang sambil tersenyum menyapa Arie, Bi Enung pun meninggalkan Arie sambil terlebih dahulu menyuruh menyiapkan air minum untuk Arie.
"Tante sudah menunggu dari tadi Arie," bisiknya sambil menggenggam ta ngan Arie tanda mengucapkan selamat datang.
"Sampai-sampai Tante ketiduran di sofa", lan jut Tante Rani yang pada waktu itu menggunakan rok mini warna Merah. Wajah Tante Rani yang cantik dengan uraian rambut sebahu menampakkan sifatnya yang ramah dan penuh perhatian.
"T ante sudah tahu bahwa Arie akan datang sekarang dan Tante juga tahu bahwa Om Budiman tidak dapat menemanimu karena dia sedang sibuk."
Obrolan pun mengalir dengan punuh kekeluargaan, seolah-olah mereka telah lama saling mengenal. Tante Rani dengan penuh antusias menjawab s egala pertanyaan Arie. Gerakan-gerakan tubuh Tante Rani yang pada saat itu memakai rok mini dan duduk berhadapan dengan Arie membuat Arie salah tingkah karena celana dalam yang berwa rna biru terlihat dengan jelas dan gumpalan-gumpalan bulu hitam terlihat indah dan menantan g dari balik CD-nya. Paha yang putih dan pinggulnya yang besar membuat kepala Arie pusing t ujuh keliling. Meskipun Tante Rani telah yang berumur Kira-kira 35 tahun tapi kelihatan mas ih seperti gadis remaja.
"Nah, itu Yuni," kata Tante Rani sambil membawa Arie ke ruang t engah. Terlihat gadis dengan seragam sekolah SMP. Memang ruangan tengah rumah itu dekat den gan garasi mobil yang jumlah mobilnya ada empat buah. Sambil tersenyum, Tante Rani memperke nalkan Arie kepada Yuni. Mendapat teman baru dalam rumah itu Yuni langsung bergembira karen a nantinya ada teman untuk ngobrol atau untuk mengerjakan PR-nya bila tidak dapat dikerjaka n sendiri. "Nanti Kak Arie tidurnya sama Yuni ya Kak." Mendapat pertanyaan itu Arie dibuatn ya kaget juga karena yang memberikan penawaran tidur itu gadis yang tingginya hampir sama d engan Arie. Adik kakak yang sama-sama mempunyai badan sangat bangus dan paras yang sangat c antik. Lalu Tante Rani menerangkan kelakuan Yuni yang meskipun sudah besar karena badannya yang bongsor padahal baru kelas dua SMP. Mendengar keterangan itu, Arie hanya tersenyum dan sedikit heran dengan postur badannya padahal dalam pikiran Arie, ia sudah menaruh hati pad a Yuni yang mempunyai wajah yang cantik dam putih bersih itu.
Setelah selesai berkelilin g di rumah Om Budiman dengan ditemani oleh Tante Rani, Arie masuk ke kamarnya yang berdekat an dengan kamar Yuni. Memang di lantai dua itu ada empat kamar dan tiap kamar terdapat kama r mandi. Tante Rani menempati kamar yang paling depan sedangkan Arie memilih kamar yang pal ing belakang, sedangkan kamar Yuni berhadapan dengan kamar Arie.
Setelah membuka baju ya ng penuh keringat, Arie melihat-lihat pemandangan belakang rumah. Tanpa sengaja terlihat de ngan jelas Pak Dadi sedang memeluk istrinya sambil nonton TV. Tangan kanannya memeluk istri nya yang bermana Astri. Sedangkan tangan kirinya menempel sebatang rokok. Keluarga Pak Dadi dari dulu memang sangat rukun tetapi sampai sekarang belum dikeruniai anak dan menurut sal ah satu dokter pribadi Om Budiman, Pak Dadi divonis tidak akan mempunyai anak karena di dal am spermanya tidak terdapat bibit yang mampu membuahinya.
Hari-hari selanjutnya Arie sem akin kerasan tinggal di rumah Om Budiman karena selain Tante Rani Yang ramah dan seksi, jug a kelakuaan Yuni yang menggemaskan dan kadang-kadang membuat batang kemaluan Arie berdiri. Arie semakin tahu tentang keadaan Tante Rani yang sebetulnya sangat kesepian. Kenyataan itu ia ketahui ketika ia dan tantenya berbelanja di suatu toko di pusat kota Bandung yang bern ama BIP. Tante Rani dengan mesranya menggandeng Arie, tapi Arie tidak risih karena kebiasaa n itu sudah dianggap hal wajar apalagi di depan banyak orang. Tapi yang membuat kaget Arie ketika di dalam mobil, Tante Rani mengatakan bahwa ia sebetulnya tidak bahagia secara batin . Mendengar itu Arie kaget setengah mati karena tidak tahu apa yang harus ia katakan. Tante Rani menceritakan bahwa Om Budiman sekarang itu sudah loyo saat bercinta dengannya.
Ari e tambah bingung dengan apa yang harus ia lontarkan karena ia tidak mungkin memberikan kebu tuhan itu meskipun selama ini ia sering menghanyalkan bila ia mampu memasukkan burungnya ya ng besar ke dalam kemaluan Tante Rani. Ketika mobil berhenti di lampu merah, Tante Rani den gan berani tiduran di atas paha Arie sambil terus bercerita tentang kegundahan hatinya sela ma ini dan dia pun bercerita bahwa cerita ini baru Arie yang mengetahuinya.
Sambil berce rita, lipatan paha Tante Rani yang telentang di atas jok mobil agak terbuka sehingga rok mi ninya merosot ke bawah. Arie dengan jelas dapat melihat gundukan hitam yang tumbuh di sekit ar kemaluan Tante Rani yang terbungkus CD nilon yang sangat transparan itu. Arie menelah lu dah sambil terus berusaha menenangkan tantenya yang birahinya mulai tinggi. Ketika Arie aka n memindahkan gigi perseneling, secara tidak segaja dia memegang buah dada tantenya yang te lah mengeras dan saat itu pula bibir tantenya yang merekah meminta Arie untuk terus meraban ya.
Mendengar antusiasnya kedua orang tuanya, membuat semangat Arie bertambah untuk melanju tkan ke perguruan tinggi. Memang keluarganya bisa dikatakan mapan untuk ukuran orang-orang yang ada di kampung itu. Kedua orang tuanya memiliki beberapa petak sawah dan menjadi salah satu tokoh di kampung itu.
"Arie.." sapa ibunya ketika Arie sedang merapikan beberapa p akaian untuk dibawa ke kota. Ini ada surat dari ayahmu untuk Oom di kota nanti. Sebuah sura t yang mungkin penegasan dari ayah Arie untuk menyakinkan bahwa anaknya akan tinggal untuk sementara waktu di rumah Oomnya. Sebetulnya orang tua Arie sudah menelepon Tuan Budiman tet api karena Tuan Budiman dan Arie sangat jarang sekali bertemu maka orang tua Arie memberika n surat penegasan bahwa anaknya akan tinggal di Bandung, di rumah Oomnya untuk sementara wa ktu.
Oomnya yang bernama Budiman memang paling kaya dari keluarga ibunya yang terdiri da ri empat keluarga. Oomnya yang tinggal di Bandung dan mempunyai beberapa usaha dibidang jas a, percetakan sampai dengan sebuah surat kabar mingguan dan juga bisnis lainnya yang sangat berhasil.
Hubungan antara Oomnya yang bernama Budiman dan kedua orang tua Arie sebetuln ya tidak ada masalah, hanya karena kedua orang tua Arie yang sering memberikan nasehat kare na kelakuan Oomnya yang sering berganti-ganti istri dan akibat dari berganti-ganti istri it u sehingga anak-anaknya tercecer di mana-mana. Menurut ibu Arie, Oomnya telah berganti istr i sampai dengan empat kali dan sekarang ia sedang menduda. Dari keempat istri tersebut Budi man dianugerahi empat anak, dua dari istri yang pertama dan duanya lagi dari istri-istri ya ng kedua dan ketiga sedang dari istri yang keempat Om Budiman tidak mempunyai anak.
Anak Om Budiman yang paling bungsu di bawah Arie dua tahun dan ia masih SMA di Bandung. Jadi us ia Om Budiman kira-kira sekarang berada diatas limapuluh tahun.
Sesampainya di kota Band ung yang begitu banyak aktivitas manusia, Arie langsung masuk ke sebuah kantor yang berting kat tiga. Kedatangannya ke kantor itu disambut oleh kedua satpam yang menyambutnya dengan r amah. Belakangan diketahui namannya Asep dari papan nama yang dikenakan di bajunya.
"Sel amat siang Pak," Tegur Arie kepada salah satu satpam yang ada dua orang.
"Selamat siang Di k, ada yang bisa dibantu," jawab satpam yang bernama Asep.
"Anu Pak, apa Bapak Budiman ada ?"
"Bapak Budiman yang mana Dik," tegas satpam Asep, karena melihat suatu keraguan bahwa t idak mungkin bosnya ada bisnis dengan anak kecil yang baru berumur dua puluh tahunan.
"Anu Pak, apa ini PT. Rido," tanya Arie menyusul keraguan satpam. Karena sebetulnya Arie juga b elum pernah tahu di mana kantor-kantor Oomnya itu, apalagi bisnis yang digelutinya.
"Iya.. Benar Dik, dan Bapak Budiman itu adalah pemilik perusahaan ini," tegas satpam Asep menjela skan tentang keberadaan PT.Rido dan siapa pemiliknya.
"Adik ini siapa," tanya satpam kepad a Arie, sambil mempersilakan duduk di meja lobby bawah.
"Saya Arie Pak, keponakan dari Bap ak Budiman dari desa Gunung Heulang."
"Keponakan," tegas satpam, sambil terus mengangkat t elepon menghubungi Pak Dadi kepercayaan Tuan Budiman.
Selang beberapa menit kemudian Pak Dadi datang menghampiri Arie sambil memberikan selamat datang di kota Bandung. "Arie.. Apa masih ingat sama Bapak," kata Pak Dadi sambil duduk seperti teman lama yang baru ketemu.
Mimik Arie jadi bingung karena orang yang datang ini ternyata sudah mengenalnya.
"Maaf Pak , Arie Sudah lupa dengan Bapak," kata Arie sambil terus mengigat-ingat.
Pak Dadi terus men erangkan dirinya, "Saya yang dulu sering mancing bersama Tuan Budiman ketika Arie berumur k urang lebih lima tahun."
Arie jadi bingung, "Wah, Bapak bisa saja.. mana saya ingat Pak, i tu kan sudah bertahun-tahun."
Selanjutnya obrolan dengan Pak Dadi yang belakangan ini di ketahui selain kepercayaan di kantor, ia juga sebagai tangan kanan Tuan Budiman. Bapak Dadi mengetahui apa pun tentang Tuan Budiman. Kadangkala anak Om Budiman sering minta uang pada Pak Dadi bila ternyata Om Budiman sedang keluar kota. Malah belakangan ini Om Budiman memb eli sebuah rumah dan di belakangnya dibuat lagi rumah yang tidak kalah besarnya untuk Pak D adi dan istrinya sedangkan yang depan dipakai oleh istri mudanya yang kurang lebih baru ber umur 35 tahun.
"Aduh Dik Arie, Bapak tadi dapat perintah dari Tuan Budiman bahwa ia tida k dapat menemani Dik Arie karena harus pergi ke Semarang untuk urusan bisnis. Dan saya dipe rintahkan untuk mencukupi keperluan Dik Arie. Nah, sekarang kamu mau langsung pulang atau k ita jalan-jalan dulu," sambung Pak Dadi melihat ekpresi Arie yang sedikit kecewa karena ket akutan akan tempat tinggal. Melihat gelagat itu Pak Dadi langsung berkomentar, "Jangan taku t Dik Arie pokoknya kamu tidak akan ada masalah," tegur Pak Dadi sambil menegaskan akan tid ur dimana dan akan kuliah dimana, itu semunya telah diaturnya karena mempunyai uang dan uan g sangat berkuasa dibidang apapun.
Mendengar itu Arie menjadi tersenyum, sambil melihat- lihat orang yang berlalu lalang di depanya. Kebetulan pada saat itu jam masuk karyawan suda h dimulai. Begitu banyak karyawati yang cantik-cantik ditambah lagi dengan penampilannya ya ng mengunakan rok mini. Keberadaan Arie sebagai keponakan dari pemilik perusahan itu sudah tersebar dengan cepatnya. Ditambah lagi dengan postur badan Arie yang atletis dan wajah yan g gagah membuat para karyawati semakin banyak yang tersenyum bila melewati Arie dan Pak Dad i yang sedang asyik ngobrol.
Mereka tersenyum ketika bertatap wajah dengan Arie dan ia s egaja duduk di lobby depan, meskipun tawaran untuk pindah ke lobby tengah terus dilontarkan oleh Pak Dadi karena takut dimarahi oleh Tuan Budiman. Memang tempat lobby itu banyak oran g lalu lalang keluar masuk perusahaan, dan semua itu membuat Arie menjadi betah sampai-samp ai lupa waktu karena keasyikan cuci mata.
Keasyikan cuci mata terhenti ketika Pak Dadi m engajaknya pulang dengan mengendarai sebuah mobil sedan dengan merek Mesri terbaru, melaju ke sebuah kawasan villa yang terletak di pinggiran kota Bandung. Sebuah pemukiman elit yang terletak di pinggiran Kota Bandung yang berjarak kurang lebih 17 Km dari pusat kota. Sebua h kompleks yang sangat mengah dan dijaga oleh satpam.
Laju mobil terhenti di depan rumah biru yang berlantai dua dengan halaman yang luas dan di belakangnya terdapat satu rumah ya ng sama megahnya, kolam renang yang cantik menghiasi rumah itu dan sebagai pembatas antara rumah yang sering didiami Om Budiman dan rumah yang didiami Pak Dadi dan Istrinya. Sedangka n pos satpam dan rumah kecil ada di samping pintu masuk yang diisi oleh Mang Ade penjaga ru mah dan istrinya Bi Enung yang selalu menyiapkan makanan untuk Nyonya Budiman. Ketika mobil telah berhenti, dengan sigap Mang Ade membawa semua barang-barang yang ada di bagasi mobil . Satu tas penuh dibawa oleh Mang Ade dan itulah barang-barang yang dibawa Arie. Bi Enung m embawa ke ruang tamu sambil menyuruhnya duduk untuk bertemu dengan majikannya.
Pak Dadi yang sejak tadi menemaninya, langsung pergi ke rumahnya yang ada di belakang rumah Om Budim an tetapi masih satu pagar dengan rumah Om Budiman. Pak Dadi meninggalkan Arie, sedangkan A rie ditemani oleh Bi Enung menuju ruang tengah. Setelah Tante Rani datang sambil tersenyum menyapa Arie, Bi Enung pun meninggalkan Arie sambil terlebih dahulu menyuruh menyiapkan air minum untuk Arie.
"Tante sudah menunggu dari tadi Arie," bisiknya sambil menggenggam ta ngan Arie tanda mengucapkan selamat datang.
"Sampai-sampai Tante ketiduran di sofa", lan jut Tante Rani yang pada waktu itu menggunakan rok mini warna Merah. Wajah Tante Rani yang cantik dengan uraian rambut sebahu menampakkan sifatnya yang ramah dan penuh perhatian.
"T ante sudah tahu bahwa Arie akan datang sekarang dan Tante juga tahu bahwa Om Budiman tidak dapat menemanimu karena dia sedang sibuk."
Obrolan pun mengalir dengan punuh kekeluargaan, seolah-olah mereka telah lama saling mengenal. Tante Rani dengan penuh antusias menjawab s egala pertanyaan Arie. Gerakan-gerakan tubuh Tante Rani yang pada saat itu memakai rok mini dan duduk berhadapan dengan Arie membuat Arie salah tingkah karena celana dalam yang berwa rna biru terlihat dengan jelas dan gumpalan-gumpalan bulu hitam terlihat indah dan menantan g dari balik CD-nya. Paha yang putih dan pinggulnya yang besar membuat kepala Arie pusing t ujuh keliling. Meskipun Tante Rani telah yang berumur Kira-kira 35 tahun tapi kelihatan mas ih seperti gadis remaja.
"Nah, itu Yuni," kata Tante Rani sambil membawa Arie ke ruang t engah. Terlihat gadis dengan seragam sekolah SMP. Memang ruangan tengah rumah itu dekat den gan garasi mobil yang jumlah mobilnya ada empat buah. Sambil tersenyum, Tante Rani memperke nalkan Arie kepada Yuni. Mendapat teman baru dalam rumah itu Yuni langsung bergembira karen a nantinya ada teman untuk ngobrol atau untuk mengerjakan PR-nya bila tidak dapat dikerjaka n sendiri. "Nanti Kak Arie tidurnya sama Yuni ya Kak." Mendapat pertanyaan itu Arie dibuatn ya kaget juga karena yang memberikan penawaran tidur itu gadis yang tingginya hampir sama d engan Arie. Adik kakak yang sama-sama mempunyai badan sangat bangus dan paras yang sangat c antik. Lalu Tante Rani menerangkan kelakuan Yuni yang meskipun sudah besar karena badannya yang bongsor padahal baru kelas dua SMP. Mendengar keterangan itu, Arie hanya tersenyum dan sedikit heran dengan postur badannya padahal dalam pikiran Arie, ia sudah menaruh hati pad a Yuni yang mempunyai wajah yang cantik dam putih bersih itu.
Setelah selesai berkelilin g di rumah Om Budiman dengan ditemani oleh Tante Rani, Arie masuk ke kamarnya yang berdekat an dengan kamar Yuni. Memang di lantai dua itu ada empat kamar dan tiap kamar terdapat kama r mandi. Tante Rani menempati kamar yang paling depan sedangkan Arie memilih kamar yang pal ing belakang, sedangkan kamar Yuni berhadapan dengan kamar Arie.
Setelah membuka baju ya ng penuh keringat, Arie melihat-lihat pemandangan belakang rumah. Tanpa sengaja terlihat de ngan jelas Pak Dadi sedang memeluk istrinya sambil nonton TV. Tangan kanannya memeluk istri nya yang bermana Astri. Sedangkan tangan kirinya menempel sebatang rokok. Keluarga Pak Dadi dari dulu memang sangat rukun tetapi sampai sekarang belum dikeruniai anak dan menurut sal ah satu dokter pribadi Om Budiman, Pak Dadi divonis tidak akan mempunyai anak karena di dal am spermanya tidak terdapat bibit yang mampu membuahinya.
Hari-hari selanjutnya Arie sem akin kerasan tinggal di rumah Om Budiman karena selain Tante Rani Yang ramah dan seksi, jug a kelakuaan Yuni yang menggemaskan dan kadang-kadang membuat batang kemaluan Arie berdiri. Arie semakin tahu tentang keadaan Tante Rani yang sebetulnya sangat kesepian. Kenyataan itu ia ketahui ketika ia dan tantenya berbelanja di suatu toko di pusat kota Bandung yang bern ama BIP. Tante Rani dengan mesranya menggandeng Arie, tapi Arie tidak risih karena kebiasaa n itu sudah dianggap hal wajar apalagi di depan banyak orang. Tapi yang membuat kaget Arie ketika di dalam mobil, Tante Rani mengatakan bahwa ia sebetulnya tidak bahagia secara batin . Mendengar itu Arie kaget setengah mati karena tidak tahu apa yang harus ia katakan. Tante Rani menceritakan bahwa Om Budiman sekarang itu sudah loyo saat bercinta dengannya.
Ari e tambah bingung dengan apa yang harus ia lontarkan karena ia tidak mungkin memberikan kebu tuhan itu meskipun selama ini ia sering menghanyalkan bila ia mampu memasukkan burungnya ya ng besar ke dalam kemaluan Tante Rani. Ketika mobil berhenti di lampu merah, Tante Rani den gan berani tiduran di atas paha Arie sambil terus bercerita tentang kegundahan hatinya sela ma ini dan dia pun bercerita bahwa cerita ini baru Arie yang mengetahuinya.
Sambil berce rita, lipatan paha Tante Rani yang telentang di atas jok mobil agak terbuka sehingga rok mi ninya merosot ke bawah. Arie dengan jelas dapat melihat gundukan hitam yang tumbuh di sekit ar kemaluan Tante Rani yang terbungkus CD nilon yang sangat transparan itu. Arie menelah lu dah sambil terus berusaha menenangkan tantenya yang birahinya mulai tinggi. Ketika Arie aka n memindahkan gigi perseneling, secara tidak segaja dia memegang buah dada tantenya yang te lah mengeras dan saat itu pula bibir tantenya yang merekah meminta Arie untuk terus meraban ya.
Kedekatan Arie dengan Yuni semak in menjadi karena bila ada PR yang sulit Yuni selalu meminta bantuan Arie. Pada saat itu Yuni mendapatkan kesulitan PR matematika. Dengan sekonyong-konyong masuk ke kamar Arie. Pada saat itu Ari baru keluar dari kamar mandi sambil merenun gkan tentang kelakuannya tadi siang dengan Tante Rani yang menolak melakukan itu. Arie keluar dari kamar mandi tanpa se helai benang pun yang menutupinya. Dengan jelas Yuni melihat batang kemaluan Arie yang mengerut kedinginan. Sambil menu tup wajah dengan kedua tangannya, Yuni membalikkan badannya. Arie hanya tersenyum sambil berkata, "Mangkanya, kalau mas uk kamar ketok pintu dulu," goda Arie sambil menggunakan celana pendek tanpa celana dalam. Kebiasaan itu dilakukan agar batang kemaluannya dapat bergerak dengan nyaman dan bebas.
Arie bergerak mendekati Yuni dan mencium pundaknya yang sangat putih dan berbulu-bulu kecil. "Ahh, geli Kak Arie.. Kak Arie sudah pake celana yah," tanya Yuni.
"Belum," jawab Arie menggoda Yuni.
"Ahh, cepet dong pake celananya. Yuni mau minta tolong Kak Arie mengerjakan PR," rengek Yuni samb il tangan kirinya meraba belakang Arie.
Melihat rabaan itu, Arie segaja memberikan batang kemaluannya untuk diraba. Yu ni hanya meraba-raba sambil berkata, "Ini apa Kak, kok kenyal." Mendapat rabaan itu batang kemaluan Arie semakin meneng ang dan dalam pikirannya kalau dengan Yuni aku mau tapi kalau dengan kakakmu meskipun sama-sama cantiknya tapi aku juga masih punya pikiran yang betul, masa tenteku digarap olehku.
Rabaan Yuni berhenti ketika batang kemaluan Arie sudah menegang setengahnya dan ia melepaskan rabaannya dan langsung membalikkan badannya. Arie kaget dan hampir saja tali ko lornya yang terbuat dari karet, menjepit batang kemaluannya yang sudah menegang.
Tangan yang tadi digunakan meraba b atang kemaluan Arie kembali digunakan menutup wajahnya dan perlahan Yuni membuka tangannya yang menutupi wajahnya dan t erlihat Arie sudah memakai celana pendek. "Nah, gitu dong pake celana," kata Yuni sambil mencubit dada Arie yang menemp el di susu kecil Yuni. "Udah dong meluknya," rintih Yuni sambil memberikan buku Matematikanya.
Saling memeluk antara Arie dan Yuni sudah merupakan hal yang biasa tetapi ketika Arie merasakan kenikmatan dalam memeluk Yuni, Yuni tidak me rasakan apa-apa mungkin karena Yuni masih anak ingusan yang badannya saja yang bongsor. Arie langsung naik ke atas ranj ang besarnya dan bersandar di bantal pojok ruangan kamar itu. Meskipun ada meja belajar tapi Arie segaja memilih itu ka rena Yuni sering menindihnya dengan pantatnya sehingga batang kemaluan Arie terasa hangat dibuatnya. Dan memang seperti dugaan Arie, Yuni tiduran di dada Arie. Pada saat itu Yuni menggunakan daster yang sangat tipis dan di atas paha sehin gga celana dalam berwarna putih dan BH juga yang warna putih terlihat dengan jelas. Yuni tidak merasa risih dengan keda an itu karena memang sudah seperti itu hari-hari yang dilakukan bersama Arie.
Sambil mengerjakan PR, pikiran Arie me layang-layang bagaimana caranya agar ia dapat mengatakan kepada Yuni bahwa dirinya sekarang berubah hati menjadi cinta pada Yuni. Tapi apakah dia sudah mengenal cinta soalnya bila orang sudah mengenal cinta biasanya syahwatnya juga pasti bergejolak bila diperlakukan seperti yang sering dilakukan oleh Arie dan Yuni.
PR pertama telah diselesaikan dengan cepat, Yuni terseyum gembira. Terlihat dengan jelas payudara Yuni yang kecil. Pikiran Arie meliuk-liuk membayangkan sea ndainya ia mampu meraba susu itu tentunya sangat nikmat dan sangat hangat. Ketegangan Arie semakin menjadi ketika batan g kemaluannya yang tanpa celana dalam itu tersentuh oleh pinggul Yuni yang berteriak karena masih ada PR-nya yang belum terisi. Memang posisi Arie menerangkan tersebut ada di bawah Yuni dan pinggul Yuni sering bergerak-gerak karena sifatn ya yang agresif.
Gerakan badan Yuni yang agresif itu membuat paha putihnya terlihat dengan jelas dan kadangkala gump alan kemaluannya terlihat dengan jelas hanya terhalang oleh CD yang berwarna putih. Hal itu membuat nafas Arie naik tur un. Yuni tidak peduli dengan apa yang terjadi pada batang kemaluan Arie, malah Yuni semakin terus bermanja-manja dengan Arie yang terlihat bermalas-malasan dalam mengerjakan PR-nya itu. Pikiran Arie semakin kalang kabut ketika Yuni menger ak-gerakkan badan ke belakang yang membuat batang kemaluannya semakin berdiri menegang. Dengan pura-pura tidak sadar Ar ie meraba gundukan kemaluan Yuni yang terbungkus oleh CD putih. Bukit kemaluan Yuni yang hangat membuat Arie semakin be rnafsu dan membuat nafasnya semakin terengah-engah.
"Kak cepat dong kerjakan PR yang satunya lagi. Yang ini, yang no mor sepuluh susah."
Arie membalikkan badannya sehingga bukit kemaluan Yuni tepat menempel di batang kemaluan Arie. Dal am keadaan itu Yuni hanya mendekap Arie sambil terus berkata, "Tolong ya Kak, nomor sepuluhnya."
"Boleh, tapi ada syar atnya," kata Arie sambil terus merapatkan batang kemaluannya ke bukit kemaluan Yuni yang masih terbungkus CD warna Puti h. Pantat Yuni terlihat dengan jelas dan mulai merekah membentuk sebuah badan seorang gadis yang sempurna, pinggul yang putih membuat Arie semakin panas dingin dibuatnya. Yuni hanya bertanya apa syaratnya kata Yuni sambil mengangkat wajah nya ke hadapanya Arie. Dalam posisi seperti itu batang kemaluan Arie yang sudah menegang seakan digencet oleh bukit kem aluan Yuni yang terasa hangat. Arie tidak kuat lagi dengan semua itu, ia langsung mencium mulut Yuni. Yuni hanya diam d an terus menghidar ciuman itu. "Kaak.. apa dong syaratnya", kata Yuni manja agresif menggerak-gerakkan badannya sehingg a bukit kemaluannya terus menyentuh-nyentuh batang kemaluan Arie. Gila anak ini belum tahu apa- apa tentang masalah sek s. Memang Yuni tidak merasakan apa-apa dan ia seakan-akan bermain dengan teman wanitanya tidak ada rasa apa pun. "Syara tnya kamu nanti akan kakak peluk sepuasnya."
Mendengar itu Yuni hanya tertawa, suatu syarat yang mudah, dikirain har us pus-up 1000 kali. Konsenterasi Arie dibagi dua yang satu terus mendekatkan batang kemaluannya agar tetap berada di b awah bukit kemaluan Yuni yang sering terlepas karena Yuni yang banyak bergerak dan satunya lagi berusaha menyelesaikan PR-matematikanya. Yuni terus mendekap badan Arie sambil kadang-kadang menggerakkan lipatan pahanya yang menyetuh paha A rie.
Setelah selesai mengerjakan PR-nya, Arie menggerak-gerakkan pantatnya sehingga berada tepat di atas bukit kemal uan Yuni. Arie semakin tidak tahan dengan kedaan itu dan langsung meraba-raba pantat Yuni. Ketika Arie akan meraba payu dara Yuni. Yuni bangkit dan terus melihat ke wajah Arie, sambil berkata, "PR-nya sudah Kaak.. Arie," sambil Menguap.
Melihat PR-nya yang sudah dikerjakan Arie, Yuni langsung memeluk Arie erat-erat seperti memeluk bantal guling karena s yaratnya itu. Kesempatan itu tidak dilewatkan oleh Arie begitu saja, Arie langsung memeluk Yuni berguling-guling sehing ga Yuni sekarang berada di bawah Arie. Mendapat perlakuan yang kasar dalam memeluk itu Yuni berkata, "Masa Kakak meluk Yuni nggak bosan-bosan." Berbagai alasan Arie lontarkan agar Yuni tetap mau di peluk dan akhirnya akibat gesekan-geseka n batang kemaluan Arie bergerak-gerak seperti akan ada yang keluar, dan pada saat itu Yuni berhasil lepas dari pelukan Arie sambil pergi dan tidak lupa melenggokkan pantatnnya yang besar sambil mencibirkan mulutnya.
"Aduh, Gila si Yuni masih tidak merasakan apa-apa dengan apa yang barusan saya lakukan," guman Arie dalam hati sambil terus memengang bata ng kemaluannya. Arie berusaha menetralisir batang kemaluannya agar tidak terlalu tegang. "Tenang ya jago, nanti kamu ju ga akan menikmati kepunyaan Yuni cuma tinggal waktu saja. Nanti saya akan pura-pura memberikan pelajaran Biologi tentan g anatomi badan dan di sanalah akan saya suruh buka baju. Masa kalau sudah dibuka baju masih belum terangsang."
Arie memang punya prinsip kalau dalam berhubungan badan ia tidak mau enak sediri tapi harus enak kedua-duanya. Itulah pola pikir Arie yang terus ia pertahankan. Seandainya ia mau tentunya dengan gampang ia memperkosa Yuni.
Ketegangan batan g kemaluan Arie terus bertambah besar tidak mau mengecil meskipun sudah diguyur oleh air. Untuk menghilangkan kepenatan Arie keluar kamar sambil membakar sebatang rokok. Ternyata Tante Rani masih ada di ruang tengah sambil melihat TV dan meminum susu yang dibuatnya sendiri. Tante Rani yang menggunakan daster warna biru dengan rambut yang dibiarkan terurai tampak sangat cantik malam itu. Lekukan tubuhnya terlihat dengan jelas dan kedua payudaranya pun terlihat dengan jela s tanpa BH, juga pahanya yang putih dan mulus terpampang indah di hadapannya. Keadaan itu terlihat karena Tante Rani du duk di sofa yang panjang dengan kaki yang putih menjulur ke depan.
Ketenganan Arie semakin memuncak melihat keidahan tubuh Tante Rani yang sangat seksi dan mulus itu.
"Kamu kenapa belum tidur Ari," kata Tante Rani sambil menuangkan se gelas air susu untuk Arie.
"Anu Tante, tidak bisa tidur," balas Arie dengan gugup.
Memang Tante Rani yang cantik itu tidak merasa canggung dengan keberadaan Arie, ia tidak peduli dengan keberaan Ari malah ia segaja memperlihatkan keinda han tubuhnya di hadapan Arie yang sudah sangat terangsang.
"Maaf ya, Tante tadi siang telah berlaku kurang sopan ter hadap Arie."
"Tidak apa-apa Tante, Arie mengerti tentang hal itu," jawab Arie sambil terus menahan gejolak nafsunya ya ng sudah diluar batas normal ditambah lagi dengan perlakuan Yuni yang membuat batang kemaluannya semakin menegang tidak tentu arah.
"Oom ke mana Tante, kok tidak kelihatan," tanya Arie mengisi perbincangan.
"Kamu tidak tahu, Oom kan sed ang ke Bali mengurus proyek yang baru," jawab Tante Rani.
Memang Om Budiman sangat jarang sekali ada di rumah dan itu membuat Ari semakin tahu akan kebutuhan batin Tante Rani, tapi itu tidak mungkin dilakukannya dengan tantenya.
Arie dan Tante Rani duduk di sofa yang besar sambil sesekali tubuhnya digerak-gerakkan seperti cacing kepanasan. Tak diduga sebelumnya oleh Arie, Tante Rani membuka dasternya yang menutupi paha putihnya yang putih bersih sambil menggaruk-garuk kan tangannya di seputar gundukan kemaluannya. Mata Arie melongo tidak percaya. Dua kali dalam satu hari ia melihat pah a Tante Rani, tapi yang ini lebih parah dari yang tadi siang di dalam mobil, sekarang Tante Rani tidak menggunakan cela na dalam. Kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu yang hitam tersingkap dengan jelas dan tangan Tante Rani terus menggaruk -garuk di seputar kemaluannya itu karena merasa ada yang gatal.
Melihat itu Arie semakin gelisah dan tidak enak bada n ditambah lagi dengan ketegangan di batang kemaluannya yang semakin menegang.
"Kamu kenapa Arie," tanya Tante Rani ya ng melihat wajah Arie keluar keringat dingin.
"Nggak Tante, Arie cuma mungkin capek," balas Arie sambil terus sekali-k ali melihat ke pangkal paha putih milik Tante Rani.
Setelah merasa agak baikan di sekitar kemaluannya, Tante Rani se gaja tidak menutup pahanya, malah ia duduk bersilang sehingga terlihat dengan jelas pangkal pahanya dan kemaluannya yan g merekah. Melihat Arie semakin menegang, Tante Rani tersenyum dan mempersilakan Arie untuk meminum susu yang dituangka n di dalam gelas itu.
Ketegangan Arie semakin memuncak dan Arie tidak berani kurang ajar pada tantenya meskipun tahu bahwa tantenya segaja memperlihatkan kemulusan pahanya itu. "Tante, saya mau ke paviliun belakang untuk mencari udara segar." Melihat Arie yang sangat tegang itu Tante Rani hanya tersenyum, dalam pikirannya sebentar lagi kamu akan tunduk padaku dan akan meminta untuk tidur denganku.
Sebelum sampai ke paviliun belakang Arie jalan-jalan dulu di pinggira n kolam lalu ia duduk sambil melihat kolam di depannya. Sambil terus berusaha menahan gejolaknya antara menyetubuhi tan tenya atau tidak. Sambil terus berpikir tentang kejadian itu. Tidak segaja ia mendegar rintihan dari belakang yang kebe tulan kamar Pak Dadi. Arie terus mendekati kamar Pak Dadi yang kebetulan dekat dengan Paviliun. Arie mengendus-endus me ndekati jendela dan ternyata jendelanya tidak dikunci dan dengan mudah Arie dapat melihat adegan suami istri yang sedan g bermesraan.
Di dalam kamar yang berukuran cukup besar itu, Arie melihatnya leluasa karena hanya terhalang oleh tum pukan pakaian yang digantung dekat jendela itu. Di dalamnya ternyata Pak Dadi dengan istrinya sedang bermesraan. Istri Pak Dadi yang bernama Astri sedang asyik mengulum batang kejantanan Pak Dadi dengan lahapnya. Dengan penuh birahi Astri terus melahap dan mengulum batang kemaluan Pak Dadi yang ukurannya lebih kecil dari ukuran yang dimiliki Arie. Astri t erus mengulum batang kemaluan Pak Dadi. Posisi Pak Dadi yang masih menggunakan pakaian dan celananya yang telah merosot ada di lantai dengan posisi duduk terus mengerang-erang kenikmatan yang tiada bandingnya sedangkan Astri jongkok di la ntai. Terlihat Astri menggunakan CD warna hitam dan BH warna hitam. Erangan-erangan Pak Dadi membuat batang kemaluan Pa k Dadi semakin mesra di kulum oleh Astri.
Dengan satu gerakan Astri membuka daster yang dipakainya karena melihat su aminya sudah kewalahan dengan kulumannya. Terlihat dengan jelas buah dada yang besar masih ditutupi BH hitamnya. Pak Da di membantu membuka BH-nya dan dilanjutkan dengan membuka CD hitam Astri. Astri yang masih melekat di badan Pak Dadi m eminta Pak Dadi supaya duduk di samping ranjang. Lalu Pak Dadi menyuruh Astri telentang di atas ranjang dan pantatnya d iganjal oleh bantal sehingga dengan jelas terlihat bibir kemaluan Astri yang merah merekah menantang kejantanan Pak Dad i.
Sebelum memasukkan batang kemaluannya, Pak Dadi mengoleskan air ludahnya di permukaan bukit kemaluan Astri. Denga n kaki yang ada di pinggul Pak Dadi, Astri tersenyum melihat hasil karyanya yaitu batang kemaluan suaminya tercinta tel ah mampu bangkit dan siap bertempur. Dengan perlahan batang kemaluan Pak Dadi dimasukkan ke dalam liang kemaluan Astri, terlihat Astri merintih saat merasakan kenikmatan yang tiada tara, kepala Astri dibolak-balikkan tanpa arah dan tangan nya terus meraba-raba dada Pak Dadi dan sekali-kali meraba buah dadanya. Memang beradunya batang kemaluan Pak Dadi deng an liang senggama Astri terasa cukup lancar karena ukurannya sudah pas dan kegiatan itu sering dilakukannya. Erangan-er angan Astri dan Pak Dadi membuat tubuh Arie semakin Panas dingin, entah sudah berapa menit lamanya Tante Rani memainkan kemaluan Arie yang sudah menegang, ia tersenyum ketika tahu bahwa di belakangnya ada orang yang sedang memegang kemalu annya.
"Tante, kapan Tante datang", suara Arie perlahan karena takut ketahuan oleh Pak Dadi sambil berusaha menjauh dari tempat tidur Pak Dadi. Tangan Tante Rani terus menggandeng Arie menuju ruang tengah sambil tangannya menyusup pada kemaluan Arie yang sudah menegang sejak tadi. Sesampainya di ruang tengah, Arie duduk di tempat yang tadi diduduki Tan te Rani, sementara Tante Rani tiduran telentang sambil kepalanya ada seputar pangkal paha Arie dengan posisi pipi kanan nya menyentuh batang kemaluan Arie yang sudah menegang.
"Kamu kok orang yang sedang begituan kamu intip, nanti kamu jadi panas dingin dan kalau sudah panas dingin susah untuk mengobatinya. Untung saja kamu tadi tidak ketahuan oleh Pak Dadi kalau kamu ketahuan kamu kan jadi malu. Apalagi kalau ketahuan sama Oommu bisa-bisa Tante ini, juga kena marah." T ante Rani memberikan nasehat-nasehat yang bijak sambil kepalanya yang ada diantara kedua selangkangan Arie terus digese k-gesek ke batang kemaluan Arie. "Tante tahu kamu sekarang sudah besar dan kamu juga tahu tentang kehidupan seks. Tapi kamu pura-pura tidak mau," goda Tante Rani, "Dan kamu sudah tahu keinginan Tantemu ini, kamu malah mengintip kemesraan Pak Dadi," nasehat-nasehat itu terus terlontar dari bibir yang merah merekah, dilain pihak pipi kirinya digesek-gesekka n pada batang kemaluan Arie.
Arie semakin tidak dapat lagi menahan gejolak yang sangat tinggi dengan tekanan voltage yang berada diluar batas kemanusiaan. "Tante jangan gitu dong, nanti saya jadi malu sama Tante apalagi nanti kalau oom sampai tahu." Mendengar elakan Arie, Tante Rani malah tersenyum, "Dari mana Oommu tahu kalau kamu tidak memberitahunya ."
Gila, dalam pikiraanku mana mungkin aku memberitahu Oomku. Gerakan kepala Tante Rani semakin menjadi ditambah lag i kaki kirinya diangkat sehingga daster yang menutupi kakinya tersingkap dan gundukan hitam yang terawat dengan bersih terlihat merekah. Bukit kemaluan Tante Rani terlihat dengan jelas dengan ditumbuhi bulu-bulu yang sudah dicukur rapi se hingga terlihat seperti kemaluan gadis seumur Yuni.
Arie sebetulnya sudah tahu akan keinginan Tante Rani. Tapi batin nya mengatakan bahwa dia tidak berhak untuk melakukannya dengan tantenya yang selama ini baik dan selalu memberikan keb utuhan hidupnya. Tanpa disadari tantenya sudah menaikkan celana pendeknya yang longgar sehingga kepala batang kemaluan Arie terangkat dengan bebas dan menyentuh pipi kirinya yang lebut dan putih itu. Melihat Keberhasilanya itu Tante Rani membalikkan badan dan sekarang Tante Rani telungkup di atas sofa dengan kemaluannya yang merekah segaja diganjal oleh b antal sofa.
Arie dan Tante Rani duduk di sofa yang besar sambil sesekali tubuhnya digerak-gerakkan seperti cacing kepanasan. Tak diduga sebelumnya oleh Arie, Tante Rani membuka dasternya yang menutupi paha putihnya yang putih bersih sambil menggaruk-garuk kan tangannya di seputar gundukan kemaluannya. Mata Arie melongo tidak percaya. Dua kali dalam satu hari ia melihat pah a Tante Rani, tapi yang ini lebih parah dari yang tadi siang di dalam mobil, sekarang Tante Rani tidak menggunakan cela na dalam. Kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu yang hitam tersingkap dengan jelas dan tangan Tante Rani terus menggaruk -garuk di seputar kemaluannya itu karena merasa ada yang gatal.
Melihat itu Arie semakin gelisah dan tidak enak bada n ditambah lagi dengan ketegangan di batang kemaluannya yang semakin menegang.
"Kamu kenapa Arie," tanya Tante Rani ya ng melihat wajah Arie keluar keringat dingin.
"Nggak Tante, Arie cuma mungkin capek," balas Arie sambil terus sekali-k ali melihat ke pangkal paha putih milik Tante Rani.
Setelah merasa agak baikan di sekitar kemaluannya, Tante Rani se gaja tidak menutup pahanya, malah ia duduk bersilang sehingga terlihat dengan jelas pangkal pahanya dan kemaluannya yan g merekah. Melihat Arie semakin menegang, Tante Rani tersenyum dan mempersilakan Arie untuk meminum susu yang dituangka n di dalam gelas itu.
Ketegangan Arie semakin memuncak dan Arie tidak berani kurang ajar pada tantenya meskipun tahu bahwa tantenya segaja memperlihatkan kemulusan pahanya itu. "Tante, saya mau ke paviliun belakang untuk mencari udara segar." Melihat Arie yang sangat tegang itu Tante Rani hanya tersenyum, dalam pikirannya sebentar lagi kamu akan tunduk padaku dan akan meminta untuk tidur denganku.
Sebelum sampai ke paviliun belakang Arie jalan-jalan dulu di pinggira n kolam lalu ia duduk sambil melihat kolam di depannya. Sambil terus berusaha menahan gejolaknya antara menyetubuhi tan tenya atau tidak. Sambil terus berpikir tentang kejadian itu. Tidak segaja ia mendegar rintihan dari belakang yang kebe tulan kamar Pak Dadi. Arie terus mendekati kamar Pak Dadi yang kebetulan dekat dengan Paviliun. Arie mengendus-endus me ndekati jendela dan ternyata jendelanya tidak dikunci dan dengan mudah Arie dapat melihat adegan suami istri yang sedan g bermesraan.
Di dalam kamar yang berukuran cukup besar itu, Arie melihatnya leluasa karena hanya terhalang oleh tum pukan pakaian yang digantung dekat jendela itu. Di dalamnya ternyata Pak Dadi dengan istrinya sedang bermesraan. Istri Pak Dadi yang bernama Astri sedang asyik mengulum batang kejantanan Pak Dadi dengan lahapnya. Dengan penuh birahi Astri terus melahap dan mengulum batang kemaluan Pak Dadi yang ukurannya lebih kecil dari ukuran yang dimiliki Arie. Astri t erus mengulum batang kemaluan Pak Dadi. Posisi Pak Dadi yang masih menggunakan pakaian dan celananya yang telah merosot ada di lantai dengan posisi duduk terus mengerang-erang kenikmatan yang tiada bandingnya sedangkan Astri jongkok di la ntai. Terlihat Astri menggunakan CD warna hitam dan BH warna hitam. Erangan-erangan Pak Dadi membuat batang kemaluan Pa k Dadi semakin mesra di kulum oleh Astri.
Dengan satu gerakan Astri membuka daster yang dipakainya karena melihat su aminya sudah kewalahan dengan kulumannya. Terlihat dengan jelas buah dada yang besar masih ditutupi BH hitamnya. Pak Da di membantu membuka BH-nya dan dilanjutkan dengan membuka CD hitam Astri. Astri yang masih melekat di badan Pak Dadi m eminta Pak Dadi supaya duduk di samping ranjang. Lalu Pak Dadi menyuruh Astri telentang di atas ranjang dan pantatnya d iganjal oleh bantal sehingga dengan jelas terlihat bibir kemaluan Astri yang merah merekah menantang kejantanan Pak Dad i.
Sebelum memasukkan batang kemaluannya, Pak Dadi mengoleskan air ludahnya di permukaan bukit kemaluan Astri. Denga n kaki yang ada di pinggul Pak Dadi, Astri tersenyum melihat hasil karyanya yaitu batang kemaluan suaminya tercinta tel ah mampu bangkit dan siap bertempur. Dengan perlahan batang kemaluan Pak Dadi dimasukkan ke dalam liang kemaluan Astri, terlihat Astri merintih saat merasakan kenikmatan yang tiada tara, kepala Astri dibolak-balikkan tanpa arah dan tangan nya terus meraba-raba dada Pak Dadi dan sekali-kali meraba buah dadanya. Memang beradunya batang kemaluan Pak Dadi deng an liang senggama Astri terasa cukup lancar karena ukurannya sudah pas dan kegiatan itu sering dilakukannya. Erangan-er angan Astri dan Pak Dadi membuat tubuh Arie semakin Panas dingin, entah sudah berapa menit lamanya Tante Rani memainkan kemaluan Arie yang sudah menegang, ia tersenyum ketika tahu bahwa di belakangnya ada orang yang sedang memegang kemalu annya.
"Tante, kapan Tante datang", suara Arie perlahan karena takut ketahuan oleh Pak Dadi sambil berusaha menjauh dari tempat tidur Pak Dadi. Tangan Tante Rani terus menggandeng Arie menuju ruang tengah sambil tangannya menyusup pada kemaluan Arie yang sudah menegang sejak tadi. Sesampainya di ruang tengah, Arie duduk di tempat yang tadi diduduki Tan te Rani, sementara Tante Rani tiduran telentang sambil kepalanya ada seputar pangkal paha Arie dengan posisi pipi kanan nya menyentuh batang kemaluan Arie yang sudah menegang.
"Kamu kok orang yang sedang begituan kamu intip, nanti kamu jadi panas dingin dan kalau sudah panas dingin susah untuk mengobatinya. Untung saja kamu tadi tidak ketahuan oleh Pak Dadi kalau kamu ketahuan kamu kan jadi malu. Apalagi kalau ketahuan sama Oommu bisa-bisa Tante ini, juga kena marah." T ante Rani memberikan nasehat-nasehat yang bijak sambil kepalanya yang ada diantara kedua selangkangan Arie terus digese k-gesek ke batang kemaluan Arie. "Tante tahu kamu sekarang sudah besar dan kamu juga tahu tentang kehidupan seks. Tapi kamu pura-pura tidak mau," goda Tante Rani, "Dan kamu sudah tahu keinginan Tantemu ini, kamu malah mengintip kemesraan Pak Dadi," nasehat-nasehat itu terus terlontar dari bibir yang merah merekah, dilain pihak pipi kirinya digesek-gesekka n pada batang kemaluan Arie.
Arie semakin tidak dapat lagi menahan gejolak yang sangat tinggi dengan tekanan voltage yang berada diluar batas kemanusiaan. "Tante jangan gitu dong, nanti saya jadi malu sama Tante apalagi nanti kalau oom sampai tahu." Mendengar elakan Arie, Tante Rani malah tersenyum, "Dari mana Oommu tahu kalau kamu tidak memberitahunya ."
Gila, dalam pikiraanku mana mungkin aku memberitahu Oomku. Gerakan kepala Tante Rani semakin menjadi ditambah lag i kaki kirinya diangkat sehingga daster yang menutupi kakinya tersingkap dan gundukan hitam yang terawat dengan bersih terlihat merekah. Bukit kemaluan Tante Rani terlihat dengan jelas dengan ditumbuhi bulu-bulu yang sudah dicukur rapi se hingga terlihat seperti kemaluan gadis seumur Yuni.
Arie sebetulnya sudah tahu akan keinginan Tante Rani. Tapi batin nya mengatakan bahwa dia tidak berhak untuk melakukannya dengan tantenya yang selama ini baik dan selalu memberikan keb utuhan hidupnya. Tanpa disadari tantenya sudah menaikkan celana pendeknya yang longgar sehingga kepala batang kemaluan Arie terangkat dengan bebas dan menyentuh pipi kirinya yang lebut dan putih itu. Melihat Keberhasilanya itu Tante Rani membalikkan badan dan sekarang Tante Rani telungkup di atas sofa dengan kemaluannya yang merekah segaja diganjal oleh b antal sofa.
Tangan Tante Rani terus memainkan batang kemaluan Arie dengan sangat lembut dan penuh kasih sa yang. "Aduh punya kamu ternyata besar juga," bisik Tante Rani mesra sambil terus memainkan bat ang kejantanan Arie dengan kedua tangannya. "Masa kamu tega sama Tante dengan tidak memberikan reaksi apa pun Riee," bisik Tante Rani dengan nafas yang berat. Mendengar ejekan itu hati Ari e semakin berontak dan rasanya ingin menelan tubuh molek di depannya bulat-bulat dan membuktik an pada tantenya itu bahwa saya sebetulnya bisa lebih mampu dari Pak Dadi.
Mulut Tante Rani yang merekah telah mengulum batang kemaluan Arie dengan liarnya dan terlihat badan Tante Rani seperti orang yang tersengat setrum ribuan volt. "Ayoo doong Riee, masa kamu akan menyiksa Ta nte dengan begini.. ayo dong gerakin tanganmu." Kata-kata itu terlontar sebanyak tiga kali. Se hingga tangan Arie semakin berani menyentuh pantatnya yang terbuka. Dengan sedikit malu-malu t api ingin karena sudah sejak tadi batang kemaluan Ari menegang. Arie mulai meraba-saba pantatn ya dengan penuh kasih sayang.
Mendapakan perlakuan seperti itu, Tante Rani terus semakin me nggila dan terus mengulum kepuyaan Arie dengan penuh nafsu yang sudah lama dipendam. Sedotan b ibir Tante Rani yang merekah itu seperti mencari sesuatu di dalam batang kemaluan Arie. Mendap at serangan yang sangat berapi-api itu akhirnya Arie memutar kaki kirinya ke atas sehingga pos isi Arie dan tantenya seperti huruf T.
Tangan Arie semakin berani mengusap-usap pinggul tan tenya yang tersingkap dengan jelas. Daster tantenya yang sudah berada di atas pinggulnya dan k emaluan tantenya dengan lincah menjepit bantal kecil sofa itu. "Ahkk, nikmat.." Tantenya menge rang sambil terus merapatkan bibir kemaluannya ke bantal kecil itu sambil menghentikan sementa ra waktu kulumannya. Ketika ia merasakan akan orgasme. "Arie.. Tante sudah tidak tahan lagi ni ch.." diiringi dengan sedotan yang dilakukan oleh tantenya itu karena tantenya ternyata sangat mahir dalam mengulum batang kemaluannya sementara tangannya dengan aktif mempermainkan sisi-s isi batang kemaluan Arie sehingga Arie dibuatnya tidak berdaya.
"Aduh. aduh.. Tante nikmat sekalii.." erang tantenya semakin menjadi-jadi. Hampir tiga kali Tante Rani merintih sambil me ngerang. "Aduuh Riee.. terus tekan-tekan pantat Tante.." desah Tante Rani sambil terus mengges ek-gesekkan bibir kemaluannya ke bantal kecil itu. Arie meraba kemaluan tantenya, ternyata kem aluan Tante Rani sudah basah oleh cairan-cairan yang keluar dari liang kewanitaannya. "Ariee.. nah itu terus Riee.. terus.." erang Tante Rani sambil tidak henti-hentinya mengulum batang ke maluan Arie.
"Kamu kok kuat sekali Riee," bisik tante Rani dengan nafas yang terengah-engah sambil terus mengulum batang kemaluan Arie. Tante Rani setengah tidak percaya dengan kuluman yang dilakukannya karena belum mampu membuat Arie keluar sperma. Arie berguman, "Belum tahu di a, ini belum seberapa. Tante pasti sudah keluar lebih dari empat kali terbukti dengan bantal y ang digunakan untuk mengganjal liang kewanitaannya basah dengan cairan yang keluar seperti air hujan yang sangat deras."
Melihat batang kemaluan Arie yang masih tegak Tante Rani semakin bernafsu, ia langsung bangkit dari posisi telungkup dengan berdiri sambil berusaha membuka ba ju Arie yang masih melekat di badannya. "Buka yaa Sayang bajunya," pinta Tante Rani sambil mem buka baju Arie perlahan namun pasti. Setelah baju Arie terbuka, Tante Rani membuka juga celana pendek Arie agar posisinya tidak terganggu.
Lalu Tante Rani membuka dasternya dengan kedua tangannya, ia sengaja memperlihatkan keindahan tubuhnya di depan Arie. Melihat dua gunung yan g telah merekah oleh gesekan sofa dan liang kewanitaan tantenya yang merah ranum akibat geseka n bantal sofa, Ari menelan ludah. Ia tidak membayangkan ternyata tantenya mempunyai tubuh yang indah. Ditambah lagi ia sangat terampil dalam memainkan batang kemaluan laki-laki.
Masih d engan posisi duduk, tantenya sekarang ada di atas permadani dan ia langsung menghisap kembali batang kemaluan Arie sambil tangannya bergantian meraba-raba sisi batang kemaluan Arie dan ter us mengulumnya seperti anak kecil yang baru mendapatkan permen dengan penuh gairah. Dengan ban tuan payudaranya yang besar, Tante Rani menggesek-gesek payudaranya di belahan batang kemaluan Arie. Dengan keadaan itu Arie mengerang kuat sambil berkata, "Aduh Tante.. terus Tante.." Men dengar erangan Arie, Tante Rani tersenyum dan langsung mempercepat gesekannya. Melihat Arie ya ng akan keluar, Tante Rani dengan cepat merubah posisi semula dengan mengulum batang kemaluan dengan sangat liar. Sehingga warna batang kemaluan Arie menjadi kemerah-merahan dan di dalam b atang kemaluannya ada denyutan-denyutan yang sangat tidak teratur. Arie menahan nikmat yang ti ada tara sambil berkata, "Terus Tante.. terus Tante..", Dan Arie pun mendekap kepala tantenya agar masuk ke dalam batang kemaluannya dan semprotan yang maha dahsyat keluar di dalam mulut T ante Rani yang merekah. Mendapatkan semburan lahar panas itu, Tante Rani kegirangan dan langsu ng menelannya dan menjilat semua yang ada di dalam batang kemaluan Arie yang membuat Arie mera ung-raung kenikmatan. Terlihat dengan jelas tantenya memang sudah berpengalaman karena bila sp erma sudah keluar dan batang kemaluan itu tetap disedotnya maka akan semakin nikmat dan semaki n membuat badan menggigil.
Melihat itu Tante Rani semakin menjadi-jadi dengan terus menyedo t batang kemaluan Arie sampai keluar bunyi slurp.., slurp.., akibat sedotannya. Setelah puas m enjilat sisa-sisa mani yang menempel di batang kemaluan Arie, lalu Tante Rani kembali mengulum batang kejantanan Arie dengan mulutnya yang seksi.
Melihat batang kemaluan Arie yang masih memberikan perlawanan, Tante Rani bangkit sambil berkata, "Gila kamu Riee.. kamu masih menant ang tantemu ini yaah.. Tante sudah keluar hampir empat kali kamu masih menantangnya." Mendenga r tantangan itu, Arie hanya tersenyum saja dan terlihat Tante Rani mendekat ke hadapan Arie sa mbil mengarahkan liang kewanitaannya untuk melahap batang kemaluan Arie. Sebelum memasukkan ba tang kemaluan Arie ke liang kewanitaannya, Tante Rani terlebih dahulu memberikan ciuman yang s angat mesra dan Arie pun membalasnya dengan hangat. Saling pagut terjadi untuk yang kedua kali nya, lidah mereka saling bersatu dan saling menyedot. Tante Rani semakin tergila-gila sehingga liang kewanitaannya yang tadinya menempel di atas batang kemaluan Arie sekarang tergeser ke b elangkang sehingga batang kemaluan Arie tergesek-gesek oleh liang kewanitaannya yang telah bas ah itu.
Mendapat perlakuan itu Arie mengerang kenikmatan. "Aduuh Tante.." sambil melepaskan pagutan yang telah berjalan cukup lama. "Clepp.." suara yang keluar dari beradunya dua surga dunia itu, perlahan namun pasti Tante Rani mendorongnya masuk ke lembah surganya. Dorongan itu perlahan-lahan membuat seluruh urat nadi Arie bergetar. Mata Tante Rani dipejamkan sambil ter us mendorong pantatnya ke bawah sehingga liang kewanitaan Tante Rani telah berhasil menelan se mua batang kemaluan Arie. Tante Rani pun terlihat menahan nikmat yang tiada tara.
"Ariee.." rintihan Tante Rani semakin menjadi ketika liang senggamanya telah melahap semua batang kemal uan Arie. Tante Rani diam untuk beberapa saat sambil menikmati batang kemaluan Arie yang sudah terkubur di dalam liang kewanitaannya.
"Riee, Tante sudah tidak kuat lagi.. Sayang.." desa h Tante Rani sambil menggerakan-gerakkan pantatnya ke samping kiri dan kanan. Mulut tantenya t erus mengaduh, mengomel sambil terus pantatnya digeser ke kiri dan ke kanan. Mendapatkan perma inan itu Arie mendesir, "Aduh Tante.. terus Tante.." mendengar itu Tante Rani terus menggeser- geserkan pantatnya. Di dalam liang senggama tantenya ada tarik-menarik antara batang kemaluan Arie dan liang kewanitaan tantenya yang sangat kuat, mengikat batang kemaluan Arie dengan lian g senggama Tante Rani. Kuatnya tarikan itu dimungkinkan karena ukuran batang kemaluan Arie jau h lebih besar bila dibandingkan dengan milik Om Budiman.
Goyangan pantatnya semakin liar da n Arie mendekap tubuh tantenya dengan mengikuti gerakannya yang sangat liar itu. Kucuran kerin gat telah berhamburan dan beradunya pantat Tante Rani dengan paha Arie menimbulkan bunyi yang sangat menggairahkan, "Prut.. prat.. pret.." Tangan Arie merangkul tantenya dengan erat. Perge rakan mereka semakin liar dan semakin membuat saling mengerang kenikmatan entah berapa kali Ta nte Rani mengucurkan cairan di dalam liang kewanitaannya yang terhalang oleh batang kemaluan A rie. Tante Rani mengerang kenikmatan yang tiada taranya dan puncak dari kenikmatan itu kami ra sakan ketika Tante Rani berkata di dekat telingan Arie. "Ariee.." suara Tante Rani bergetar, " Kamu kalau mau keluar, kita keluarnya bareng-bareng yaah". "Iya Tante.." jawab Arie.
Selang beberapa menit Arie merasakan akan keluar dan tantenya mengetahui, "Kamu mau keluar yaa." Ari e merangkul Tante Rani dengan kuatnya tetapi kedua pantatnya masih terus menusuk-nusuk liang k ewanitaan Tantenya, begitu juga dengan Tante Rani rangkulanya tidak membuat ia melupakan gigit annya terhadap batang kemaluan Arie. Sambil terus merapatkan rangkulan. Suara Arie keluar deng an keras, "Tantee.. Tantee.." dan begitu juga Tante Rani mengerang keras, "Riee..". Sambil ked uanya berusaha mengencangkan rangkulannya dan merapatkan batang kemaluan dan liang kewanitaann ya sehingga betul-betul rapat membuat hampir biji batang kemaluan Arie masuk ke dalam liang se nggama Tante Rani.
Akhirnya Arie dan Tante Rani diam sesaat menikmati semburan lahar panas yang beradu di dalam liang sorga Tante Rani. Masih dalam posisi Tante Rani duduk di pangkuan A rie. Tante Rani tersenyum, "Kamu hebat Arie seperti kuda binal dan ternyata kepunyaan kamu leb ih besar dari suaminya dan sangat menggairahkan."
"Kamu sebetulnya sudah tahu keinginan Tan te dari dulu ya, tapi kamu berusaha mengelaknya yaa.." goda Tante Rani. Arie hanya tersenyum d i goda begitu. Tante Rani lalu mencium kening Arie. Kurang lebih Lima menit batang kemaluan Ar ie yang sudah mengeluarkan lahar panas bersemayam di liang kewanitaan Tante Rani, lalu Tante R ani bangkit sambil melihat batang kemaluan Arie. Melihat batang kemaluan Arie yang mengecil, T ante Rani tersenyum gembira karena dalam pikirannya bila batang kemaluannya masih berdiri maka ia harus terus berusaha membuat batang kemaluan Arie tidak berdiri lagi. Untuk menyakinkannya itu, tangan Tante Rani meraba-raba batang kemaluan Arie dan menijit-mijitnya dan ternyata set elah dipijit-pijit batang kemaluan Arie tidak mau berdiri lagi.
"Aduh untung batang kemalua nmu Riee.. tidak hidup lagi," bisik Tante Rani mesra sambil berdiri di hadapan Arie, "Soalnya kalau masih berdiri, Tante sudah tidak kuat Riee" lanjutnya sambil tersenyum dan Duduk di sebe lah Arie. Sesudah Tante Rani dan Arie berpanutan mereka pun naik ke atas dan masuk kamar-masin g-masing.
Pagi-pagi sekali Arie bangun dari tempat tidur karena mungkin sudah kebiasaannya bangun pagi, meskipun badannya ingin tidur tapi matanya terus saja melek. Akhirnya Arie jalan- jalan di taman untuk mengisi kegiatan agar badannya sedikit segar dan selanjutnya badannya dap at diajak untuk tidur kembali karena pada hari itu Arie tidak ada kuliah. Kebiasaan lari pagi yang sering dilakukan diwaktu pagi pada saat itu tidak dilakukannya karena badannya terasa mas ih lemas akibat pertarungan tadi malam dengan tantenya.
Lalu Arie pun berjalan menuju kolam , tidak dibanyangkan sebelumnya ternyata Tante Rani ada di kolam sedang berenang. Tante Rani m engenakan celana renang warna merah dan BH warna merah pula. Melihat kedatangan Arie. Tante Ra ni mengajaknya berenang. Arie hanya tersenyum dan berkata, "Nggak ah Tante, Saya malas ke atas nya." Mendapat jawaban itu, Tante Rani hanya tersenyum, soalnya Tante Rani mengetahui Arie tid ak menggunakan celana renang. "Sudahlah pakai celana dalam aja," pinta Tante Rani. Tantenya ya ng terus meminta Arie untuk berenang. Akhirnya iapun membuka baju dan celana pendeknya yang ti nggal melekat hanya celana dalamnya yang berwarna biru.
Celana dalam warna biru menempel ra pat menutupi batang kemaluan Arie yang kedinginan. Loncatan yang sangat indah diperlihatkan ol eh Arie sambil mendekati Tante Rani, yang malah menjauh dan mengguyurkan air ke wajah Arie. Se hingga di dalam kolam renang itu Tante Rani menjadi kejaran Arie yang ingin membalasnya. Merek a saling mengejar dan saling mencipratkan air seperti anak kecil. Karena kecapaian, akhinya Ta nte Rani dapat juga tertangkap. Arie langsung memeluknya erat-erat, pelukan Arie membuat Tante Rani tidak dapat lagi menghindar.
"Udah akh Arie.. Tante capek," seru mesra Tante Rani sam bil membalikkan badannya. Arie dan Tante Rani masih berada di dalam genangan kolam renang. "Ka mu tidak kuliah Riee," tanya Tante Rani. "Tidak," jawab Arie pendek sambil meraba bukit kemalu an Tante Rani. Terkena rabaan itu Tante Rani malah tersenyum sambil memberikan ciuman yang san gat cepat dan nakal lalu dengan cepatnya ia melepaskan ciuman itu dan pergi menjauhi Arie. Men dapatkan perlakuan itu Arie menjadi semakin menjadi bernafsu dan terus memburu tantenya. Dan p ada akhirnya tantenya tertangkap juga. "Sudah ah.. Tante sekarang mau ke kantor dulu," kata Ta nte Rani sambil sedikit menjauh dari Arie.
Ketika jaraknya lebih dari satu meter Tante Rani tertawa geli melihat Arie yang celana dalamnya telah merosot di antara kedua kakinya dengan b atang kemaluannya yang sudah bangkit dari tidurnya. "Kamu tidak sadar Arie, celana dalammu sud ah ada di bawah lutut.." Mendengar itu Arie langsung mendekati Tante Rani sambil mendekapnya. Tante Rani hanya tersenyum. "Kasihan kamu, adikmu sudah bangun lagi, tapi Tante tidak bisa mem bantumu karena Tante harus sudah pergi," kata Tante Rani sambil meraba batang kemaluan Arie ya ng sudah menegang kembali.
Mendengar itu Arie hanya melongo kaget. "Akhh, Tante masa tidak punya waktu hanya beberapa menit saja," kata Arie sambil tangannya berusaha membuka celana ren ang Tante Rani yang berwarna merah. Mendapat perlakuan itu Tante Rani hanya diam dan ia terus mencium Arie sambiil berkata, "Iyaa deh.. tapi cepat, yaa.. jangan lama-lama, nanti ketahuan o rang lain bisa gawat."
Mulut Tante Rani yang merekah telah mengulum batang kemaluan Arie dengan liarnya dan terlihat badan Tante Rani seperti orang yang tersengat setrum ribuan volt. "Ayoo doong Riee, masa kamu akan menyiksa Ta nte dengan begini.. ayo dong gerakin tanganmu." Kata-kata itu terlontar sebanyak tiga kali. Se hingga tangan Arie semakin berani menyentuh pantatnya yang terbuka. Dengan sedikit malu-malu t api ingin karena sudah sejak tadi batang kemaluan Ari menegang. Arie mulai meraba-saba pantatn ya dengan penuh kasih sayang.
Mendapakan perlakuan seperti itu, Tante Rani terus semakin me nggila dan terus mengulum kepuyaan Arie dengan penuh nafsu yang sudah lama dipendam. Sedotan b ibir Tante Rani yang merekah itu seperti mencari sesuatu di dalam batang kemaluan Arie. Mendap at serangan yang sangat berapi-api itu akhirnya Arie memutar kaki kirinya ke atas sehingga pos isi Arie dan tantenya seperti huruf T.
Tangan Arie semakin berani mengusap-usap pinggul tan tenya yang tersingkap dengan jelas. Daster tantenya yang sudah berada di atas pinggulnya dan k emaluan tantenya dengan lincah menjepit bantal kecil sofa itu. "Ahkk, nikmat.." Tantenya menge rang sambil terus merapatkan bibir kemaluannya ke bantal kecil itu sambil menghentikan sementa ra waktu kulumannya. Ketika ia merasakan akan orgasme. "Arie.. Tante sudah tidak tahan lagi ni ch.." diiringi dengan sedotan yang dilakukan oleh tantenya itu karena tantenya ternyata sangat mahir dalam mengulum batang kemaluannya sementara tangannya dengan aktif mempermainkan sisi-s isi batang kemaluan Arie sehingga Arie dibuatnya tidak berdaya.
"Aduh. aduh.. Tante nikmat sekalii.." erang tantenya semakin menjadi-jadi. Hampir tiga kali Tante Rani merintih sambil me ngerang. "Aduuh Riee.. terus tekan-tekan pantat Tante.." desah Tante Rani sambil terus mengges ek-gesekkan bibir kemaluannya ke bantal kecil itu. Arie meraba kemaluan tantenya, ternyata kem aluan Tante Rani sudah basah oleh cairan-cairan yang keluar dari liang kewanitaannya. "Ariee.. nah itu terus Riee.. terus.." erang Tante Rani sambil tidak henti-hentinya mengulum batang ke maluan Arie.
"Kamu kok kuat sekali Riee," bisik tante Rani dengan nafas yang terengah-engah sambil terus mengulum batang kemaluan Arie. Tante Rani setengah tidak percaya dengan kuluman yang dilakukannya karena belum mampu membuat Arie keluar sperma. Arie berguman, "Belum tahu di a, ini belum seberapa. Tante pasti sudah keluar lebih dari empat kali terbukti dengan bantal y ang digunakan untuk mengganjal liang kewanitaannya basah dengan cairan yang keluar seperti air hujan yang sangat deras."
Melihat batang kemaluan Arie yang masih tegak Tante Rani semakin bernafsu, ia langsung bangkit dari posisi telungkup dengan berdiri sambil berusaha membuka ba ju Arie yang masih melekat di badannya. "Buka yaa Sayang bajunya," pinta Tante Rani sambil mem buka baju Arie perlahan namun pasti. Setelah baju Arie terbuka, Tante Rani membuka juga celana pendek Arie agar posisinya tidak terganggu.
Lalu Tante Rani membuka dasternya dengan kedua tangannya, ia sengaja memperlihatkan keindahan tubuhnya di depan Arie. Melihat dua gunung yan g telah merekah oleh gesekan sofa dan liang kewanitaan tantenya yang merah ranum akibat geseka n bantal sofa, Ari menelan ludah. Ia tidak membayangkan ternyata tantenya mempunyai tubuh yang indah. Ditambah lagi ia sangat terampil dalam memainkan batang kemaluan laki-laki.
Masih d engan posisi duduk, tantenya sekarang ada di atas permadani dan ia langsung menghisap kembali batang kemaluan Arie sambil tangannya bergantian meraba-raba sisi batang kemaluan Arie dan ter us mengulumnya seperti anak kecil yang baru mendapatkan permen dengan penuh gairah. Dengan ban tuan payudaranya yang besar, Tante Rani menggesek-gesek payudaranya di belahan batang kemaluan Arie. Dengan keadaan itu Arie mengerang kuat sambil berkata, "Aduh Tante.. terus Tante.." Men dengar erangan Arie, Tante Rani tersenyum dan langsung mempercepat gesekannya. Melihat Arie ya ng akan keluar, Tante Rani dengan cepat merubah posisi semula dengan mengulum batang kemaluan dengan sangat liar. Sehingga warna batang kemaluan Arie menjadi kemerah-merahan dan di dalam b atang kemaluannya ada denyutan-denyutan yang sangat tidak teratur. Arie menahan nikmat yang ti ada tara sambil berkata, "Terus Tante.. terus Tante..", Dan Arie pun mendekap kepala tantenya agar masuk ke dalam batang kemaluannya dan semprotan yang maha dahsyat keluar di dalam mulut T ante Rani yang merekah. Mendapatkan semburan lahar panas itu, Tante Rani kegirangan dan langsu ng menelannya dan menjilat semua yang ada di dalam batang kemaluan Arie yang membuat Arie mera ung-raung kenikmatan. Terlihat dengan jelas tantenya memang sudah berpengalaman karena bila sp erma sudah keluar dan batang kemaluan itu tetap disedotnya maka akan semakin nikmat dan semaki n membuat badan menggigil.
Melihat itu Tante Rani semakin menjadi-jadi dengan terus menyedo t batang kemaluan Arie sampai keluar bunyi slurp.., slurp.., akibat sedotannya. Setelah puas m enjilat sisa-sisa mani yang menempel di batang kemaluan Arie, lalu Tante Rani kembali mengulum batang kejantanan Arie dengan mulutnya yang seksi.
Melihat batang kemaluan Arie yang masih memberikan perlawanan, Tante Rani bangkit sambil berkata, "Gila kamu Riee.. kamu masih menant ang tantemu ini yaah.. Tante sudah keluar hampir empat kali kamu masih menantangnya." Mendenga r tantangan itu, Arie hanya tersenyum saja dan terlihat Tante Rani mendekat ke hadapan Arie sa mbil mengarahkan liang kewanitaannya untuk melahap batang kemaluan Arie. Sebelum memasukkan ba tang kemaluan Arie ke liang kewanitaannya, Tante Rani terlebih dahulu memberikan ciuman yang s angat mesra dan Arie pun membalasnya dengan hangat. Saling pagut terjadi untuk yang kedua kali nya, lidah mereka saling bersatu dan saling menyedot. Tante Rani semakin tergila-gila sehingga liang kewanitaannya yang tadinya menempel di atas batang kemaluan Arie sekarang tergeser ke b elangkang sehingga batang kemaluan Arie tergesek-gesek oleh liang kewanitaannya yang telah bas ah itu.
Mendapat perlakuan itu Arie mengerang kenikmatan. "Aduuh Tante.." sambil melepaskan pagutan yang telah berjalan cukup lama. "Clepp.." suara yang keluar dari beradunya dua surga dunia itu, perlahan namun pasti Tante Rani mendorongnya masuk ke lembah surganya. Dorongan itu perlahan-lahan membuat seluruh urat nadi Arie bergetar. Mata Tante Rani dipejamkan sambil ter us mendorong pantatnya ke bawah sehingga liang kewanitaan Tante Rani telah berhasil menelan se mua batang kemaluan Arie. Tante Rani pun terlihat menahan nikmat yang tiada tara.
"Ariee.." rintihan Tante Rani semakin menjadi ketika liang senggamanya telah melahap semua batang kemal uan Arie. Tante Rani diam untuk beberapa saat sambil menikmati batang kemaluan Arie yang sudah terkubur di dalam liang kewanitaannya.
"Riee, Tante sudah tidak kuat lagi.. Sayang.." desa h Tante Rani sambil menggerakan-gerakkan pantatnya ke samping kiri dan kanan. Mulut tantenya t erus mengaduh, mengomel sambil terus pantatnya digeser ke kiri dan ke kanan. Mendapatkan perma inan itu Arie mendesir, "Aduh Tante.. terus Tante.." mendengar itu Tante Rani terus menggeser- geserkan pantatnya. Di dalam liang senggama tantenya ada tarik-menarik antara batang kemaluan Arie dan liang kewanitaan tantenya yang sangat kuat, mengikat batang kemaluan Arie dengan lian g senggama Tante Rani. Kuatnya tarikan itu dimungkinkan karena ukuran batang kemaluan Arie jau h lebih besar bila dibandingkan dengan milik Om Budiman.
Goyangan pantatnya semakin liar da n Arie mendekap tubuh tantenya dengan mengikuti gerakannya yang sangat liar itu. Kucuran kerin gat telah berhamburan dan beradunya pantat Tante Rani dengan paha Arie menimbulkan bunyi yang sangat menggairahkan, "Prut.. prat.. pret.." Tangan Arie merangkul tantenya dengan erat. Perge rakan mereka semakin liar dan semakin membuat saling mengerang kenikmatan entah berapa kali Ta nte Rani mengucurkan cairan di dalam liang kewanitaannya yang terhalang oleh batang kemaluan A rie. Tante Rani mengerang kenikmatan yang tiada taranya dan puncak dari kenikmatan itu kami ra sakan ketika Tante Rani berkata di dekat telingan Arie. "Ariee.." suara Tante Rani bergetar, " Kamu kalau mau keluar, kita keluarnya bareng-bareng yaah". "Iya Tante.." jawab Arie.
Selang beberapa menit Arie merasakan akan keluar dan tantenya mengetahui, "Kamu mau keluar yaa." Ari e merangkul Tante Rani dengan kuatnya tetapi kedua pantatnya masih terus menusuk-nusuk liang k ewanitaan Tantenya, begitu juga dengan Tante Rani rangkulanya tidak membuat ia melupakan gigit annya terhadap batang kemaluan Arie. Sambil terus merapatkan rangkulan. Suara Arie keluar deng an keras, "Tantee.. Tantee.." dan begitu juga Tante Rani mengerang keras, "Riee..". Sambil ked uanya berusaha mengencangkan rangkulannya dan merapatkan batang kemaluan dan liang kewanitaann ya sehingga betul-betul rapat membuat hampir biji batang kemaluan Arie masuk ke dalam liang se nggama Tante Rani.
Akhirnya Arie dan Tante Rani diam sesaat menikmati semburan lahar panas yang beradu di dalam liang sorga Tante Rani. Masih dalam posisi Tante Rani duduk di pangkuan A rie. Tante Rani tersenyum, "Kamu hebat Arie seperti kuda binal dan ternyata kepunyaan kamu leb ih besar dari suaminya dan sangat menggairahkan."
"Kamu sebetulnya sudah tahu keinginan Tan te dari dulu ya, tapi kamu berusaha mengelaknya yaa.." goda Tante Rani. Arie hanya tersenyum d i goda begitu. Tante Rani lalu mencium kening Arie. Kurang lebih Lima menit batang kemaluan Ar ie yang sudah mengeluarkan lahar panas bersemayam di liang kewanitaan Tante Rani, lalu Tante R ani bangkit sambil melihat batang kemaluan Arie. Melihat batang kemaluan Arie yang mengecil, T ante Rani tersenyum gembira karena dalam pikirannya bila batang kemaluannya masih berdiri maka ia harus terus berusaha membuat batang kemaluan Arie tidak berdiri lagi. Untuk menyakinkannya itu, tangan Tante Rani meraba-raba batang kemaluan Arie dan menijit-mijitnya dan ternyata set elah dipijit-pijit batang kemaluan Arie tidak mau berdiri lagi.
"Aduh untung batang kemalua nmu Riee.. tidak hidup lagi," bisik Tante Rani mesra sambil berdiri di hadapan Arie, "Soalnya kalau masih berdiri, Tante sudah tidak kuat Riee" lanjutnya sambil tersenyum dan Duduk di sebe lah Arie. Sesudah Tante Rani dan Arie berpanutan mereka pun naik ke atas dan masuk kamar-masin g-masing.
Pagi-pagi sekali Arie bangun dari tempat tidur karena mungkin sudah kebiasaannya bangun pagi, meskipun badannya ingin tidur tapi matanya terus saja melek. Akhirnya Arie jalan- jalan di taman untuk mengisi kegiatan agar badannya sedikit segar dan selanjutnya badannya dap at diajak untuk tidur kembali karena pada hari itu Arie tidak ada kuliah. Kebiasaan lari pagi yang sering dilakukan diwaktu pagi pada saat itu tidak dilakukannya karena badannya terasa mas ih lemas akibat pertarungan tadi malam dengan tantenya.
Lalu Arie pun berjalan menuju kolam , tidak dibanyangkan sebelumnya ternyata Tante Rani ada di kolam sedang berenang. Tante Rani m engenakan celana renang warna merah dan BH warna merah pula. Melihat kedatangan Arie. Tante Ra ni mengajaknya berenang. Arie hanya tersenyum dan berkata, "Nggak ah Tante, Saya malas ke atas nya." Mendapat jawaban itu, Tante Rani hanya tersenyum, soalnya Tante Rani mengetahui Arie tid ak menggunakan celana renang. "Sudahlah pakai celana dalam aja," pinta Tante Rani. Tantenya ya ng terus meminta Arie untuk berenang. Akhirnya iapun membuka baju dan celana pendeknya yang ti nggal melekat hanya celana dalamnya yang berwarna biru.
Celana dalam warna biru menempel ra pat menutupi batang kemaluan Arie yang kedinginan. Loncatan yang sangat indah diperlihatkan ol eh Arie sambil mendekati Tante Rani, yang malah menjauh dan mengguyurkan air ke wajah Arie. Se hingga di dalam kolam renang itu Tante Rani menjadi kejaran Arie yang ingin membalasnya. Merek a saling mengejar dan saling mencipratkan air seperti anak kecil. Karena kecapaian, akhinya Ta nte Rani dapat juga tertangkap. Arie langsung memeluknya erat-erat, pelukan Arie membuat Tante Rani tidak dapat lagi menghindar.
"Udah akh Arie.. Tante capek," seru mesra Tante Rani sam bil membalikkan badannya. Arie dan Tante Rani masih berada di dalam genangan kolam renang. "Ka mu tidak kuliah Riee," tanya Tante Rani. "Tidak," jawab Arie pendek sambil meraba bukit kemalu an Tante Rani. Terkena rabaan itu Tante Rani malah tersenyum sambil memberikan ciuman yang san gat cepat dan nakal lalu dengan cepatnya ia melepaskan ciuman itu dan pergi menjauhi Arie. Men dapatkan perlakuan itu Arie menjadi semakin menjadi bernafsu dan terus memburu tantenya. Dan p ada akhirnya tantenya tertangkap juga. "Sudah ah.. Tante sekarang mau ke kantor dulu," kata Ta nte Rani sambil sedikit menjauh dari Arie.
Ketika jaraknya lebih dari satu meter Tante Rani tertawa geli melihat Arie yang celana dalamnya telah merosot di antara kedua kakinya dengan b atang kemaluannya yang sudah bangkit dari tidurnya. "Kamu tidak sadar Arie, celana dalammu sud ah ada di bawah lutut.." Mendengar itu Arie langsung mendekati Tante Rani sambil mendekapnya. Tante Rani hanya tersenyum. "Kasihan kamu, adikmu sudah bangun lagi, tapi Tante tidak bisa mem bantumu karena Tante harus sudah pergi," kata Tante Rani sambil meraba batang kemaluan Arie ya ng sudah menegang kembali.
Mendengar itu Arie hanya melongo kaget. "Akhh, Tante masa tidak punya waktu hanya beberapa menit saja," kata Arie sambil tangannya berusaha membuka celana ren ang Tante Rani yang berwarna merah. Mendapat perlakuan itu Tante Rani hanya diam dan ia terus mencium Arie sambiil berkata, "Iyaa deh.. tapi cepat, yaa.. jangan lama-lama, nanti ketahuan o rang lain bisa gawat."
Tante Rani membuka celana renangnya dan memegangnya sambil merangkul Arie. Batang kemaluan Arie langsung masuk ke dalam liang kewanitaan Tante Rani yang sudah dibuka lebar-lebar dengan posisi kedua kakinya menempel di pund ak Arie. Beberapa detik kemudian, setelah liang kewanitaan Tante Rani telah melahap semua batang kemaluan Arie dan dirasakannya batang kemaluan Arie sudah menegang. Tante Rani menciumnya dengan cepat dan langsung mendorong Arie sambil pergi dan terseyum manis meninggalkan Arie yang tampak kebingungan dengan batang kemaluannya yang sedang menegang.
Mendapat perlakuan itu Arie menjadi tambah bernafsu kepada Tante Rani, dan ia berjanji kala u ada kesempatan lagi ia akan menghabisinya sampai ia merasa kelelahan. Lalu Arie langsung pergi meninggalkan k olam itu untuk membersihkan badannya.
Setelah di kamar, Arie langsung membuka semua bajunya yang menjadi bas ah itu, ia langsung masuk kamar mandi dan menggosok badan dengan sabun. Ketika akan membersihkan badannya, air yang ada di kamar mandinya ternyata tidak berjalan seperti biasanya. Dan langsung Arie teringat akan keberadaan kamar Yuni. Arie lalu pergi keluar kamar dengan lilitan handuk yang menempel di tubuhnya. Wajahnya penuh denga n sabun mandi. "Yuni.. Yuni.. Yuni.." teriak Arie sambil mengetuk pintu kamar Yuni. "Masuk Kak Ariee, tidak dik unci." balas Yuni dari dalam kamar.
Didapatinya ternyata Yuni masih melilitkan badan dengan selimut dengan t angannya yang sedang asyik memainkan kemaluannya. Permainan ini baru didapatkannya ketika ia melihat adegan tad i malam antara kakaknya dengan Arie dan kejadian itu membuat ia merasakan tentang sesuatu yang selama ini diida m-idamkan oleh setiap manusia.
"Ada apa Kak Arie," kata Yuni sambil terus berpura-pura menutup badannya deng an selimut karena takut ketahuan bahwa dirinya sedang asyik memainkan kemaluannya yang sudah membasah sejak tad i malam karena melihat kejadiaan yang dilakukan kakaknya dengan Arie. "Anu Yuni.. Kakak mau ikut mandi karena k amar mandi Arie airnya tidak keluar." Memang Yuni melihat dengan jelas bahwa badan Arie dipenuhi oleh sabun tap i yang diperhatikan Yuni bukannya badan tapi Yuni memperhatikan diantara selangkangannya yang kelihatan mencuat .
Iseng-iseng Yuni menanyakan tentang apa yang mengganjalnya dalam lilitan handuk itu. Mendengar pertanyaan itu niat Arie yang akan menerangkan tentang biologi ternyata langsung kesampaian dan Arie pun langsung memperli hatkannya sambil memengang batang kemaluannya, "Ini namanya penis.. Sayang," kata Arie yang langsung menuju kam ar mandi karena melihat Yuni menutup wajahnya dengan selimut.
Melihat batang kemaluan Arie yang sedang meneg ang itu Yuni membayangkan bila ia mengulumnya seperti yang dilakukan kakaknya. Keringat dingin keluar di sekuju r tubuh Yuni yang membayangkan batang kemaluan Arie dan ia ingin sekali seperti yang dilakukan oleh kakaknya ju ga ia melakukannya. Mata Yuni terus memandang Arie yang sedang mandi sambil tangan terus bergerak mengusap-usap kemaluannya.
Akhirnya karena Yuni sudah dipuncak kenikmatan, ia mengerang akibat dari permainan tangannya i tu telah berhasil dirasakannya. Dengan beraninya Yuni pergi memasuki kamar mandi untuk ikut mandi bersama Arie. Melihat kedatangan Yuni ke kamar mandi, Arie hanya tersenyum. "Kamu juga mau mandi Yun," kata Arie sambil menc ubit pinggang Yuni.
Yuni yang sudah dipuncak kenikmatan itu hanya tersenyum sambil melihat batang kemaluan A rie yang masih mengeras. "Kak boleh nggak Yuni mengelus-elus barang itu," bisik Yuni sambil menunjuknya dengan jari manisnya. Mendengar permintaan itu Arie langsung tersenyum nakal, ternyata selama ini apa yang diidam-idam kannya akan mendapatkan hasilnya. Dalam pikiran Arie, Yuni sekarang mungkin telah mengetahui akan kenikmatan du nia. Tanpa diperintah lagi Arie langsung mendekatkan batang kemaluannya ke tangan Yuni dan menuntun cara mengel us-elusnya. Tangan Yuni yang baru pertama kali meraba kepunyaan laki-laki itu sedikit canggung, tapi ia berusah a meremasnya seperti meremas pisang dengan tenaga yang sangat kuat hingga membuat Arie kesakitan.
"Aduh.. ja ngan keras-keras dong Yuni, nanti batang kemaluannya patah." Mendengar itu Yuni menjadi sedikit kaget lalu Ari membatunya untuk memainkan batang kemaluannya dengan lembut. Tangan Yuni dituntunnya untuk meraba batang kemalu an Arie dengan halus lalu batang kemaluan Arie didekatkan ke wajah Yuni agar mengulumnya. Yuni hanya menatapnya tanpa tahu harus berbuat apa. Lalu Arie memerintahkan untuk mengulumnya seperti mengulum ice crem, atau mengul umnya seperti mengulum permen karet. Diperintah tersebut Yuni langsung menurut, mula-mula ia mengulum kepala ba tang kemaluan Arie lalu Yuni memasukkan semua batang kemaluan Arie ke dalam mulutnya. Tapi belum juga berapa de tik Yuni terbatuk-batuk karena kehabisan nafas dan mungkin juga karena nafsunya terlalu besar.
Setelah sedik it tenang, Yuni mengulum lagi batang kemaluan Arie tanpa diperintah sambil pinggul Yuni bergoyang menyentuh kak i Arie. Melihat kejadian itu Arie akhirnya menghentikan kuluman Yuni dan langsung mengangkat Yuni dan membawany a ke ranjang yang ada di samping kamar mandi. Sesampainya di pinggir ranjang, dengan hangat Yuni dipeluk oleh A rie dan Yuni pun membalas pelukan Arie. Bibir Yuni yang polos tanpa liptik dicium Arie dengan penuh kehangatan dan kelembutan. Dicium dengan penuh kehangatan itu Yuni untuk beberapa saat terdiam seperti patung tapi akhirny a naluri seksnya keluar juga, ia mengikuti apa yang dicium oleh Arie. Bila Arie menjulurkan lidahnya maka Yuni pun sama menjulurkan lidahnya ke dalam mulut Arie. Dengan permainan itu Yuni sangat menikmatinya apalagi Arie y ang bisa dikatakan telah dilatih oleh kakaknya yang telah berpengalaman.
Kecupan Yuni kadang kala keluar sua ra yang keras karena kehabisan nafas. "Pek.. pek.." suara bibir Yuni mengeluarkan suara yang membuat Arie semak in terangsang. Mendengar suara itu Arie tersenyum sambil terus memagutnya. Tangan Arie dengan terampil telah me mbuka daster putih yang dipakai Yuni. Dengan gerakan yang sangat halus, Arie menuntun Yuni agar duduk di pinggi r ranjang dan Yuni pun mengetahui keinginan Arie itu. Bibir Yuni yang telah berubah warna menjadi merah terus d ipagut Arie dengan posisi Yuni tertindih oleh Arie. Tangan Yuni terus merangkul Arie sambil bukit kemaluannya m enggesek-gesekkan sekenanya.
Lalu Arie membalikkan tubuh Yuni sehingga kini Yuni berada di atas tubuh Arie, dengan perlahan tangan Arie membuka BH putih yang masih melekat di tubuh Yuni. Setelah berhasil membuka BH yang dikenakan Yuni, Arie pun membuka CD putih yang membungkus bukit kemaluan Yuni dilanjutkan menggesek-gesekkan s ekenanya. Erangan panjang keluar dari mulut Yuni. "Auu.." sambil mendekap Arie keras-keras. Melihat itu Arie se makin bersemangat. Setelah Arie berhasil membuka semua pakaian yang dikenakan Yuni, terlihat Yuni sedikit tenan g iapun kembali membalikkan Yuni sehingga ia sekarang berada di atas tubuh Yuni.
Arie menghentikan pagutan b ibirnya ia melanjutkan pagutannya ke bukit kemaluan Yuni yang telah terbuka dengan bebas. Dipandanginya bukit k emaluan Yuni yang kecil tapi penuh tantangan yang baru ditumbuhi oleh bulu-bulu hitam yang kecil-kecil. Kaki Yu ni direnggangkan oleh Arie. Pagutan Arie beganti pada bibir kecil kepunyaan Yuni. Pantat Yuni terangkat dengan sendirinya ketika bibir Arie mengulum bukit kemaluan kecilnya yang telah basah oleh cairan. Harum bukit kemalua n perawan membuat batang kemaluan Arie semakin ingin langsung masuk ke sarangnya tapi Arie kasihan melihat Yuni karena kemaluannya belum juga merekah. Jilatan bibir Arie yang mengenai klitoris Yuni membuat Yuni menjepit wa jah Arie. Semburan panas keluar dari bibir bukit kemaluan Yuni. Yuni hanya menggeliat dan menahan rasa nikmat y ang baru pertama kali didapatkanya.
Lalu Arie merasa yakin bahwa ini sudah waktunya, ditambah lagi batang ke maluannya yang sudah telalu lama menengang. Arie menarik tubuh Yuni agar pantatnya pas tepat di pinggir ranjang . Kaki Yuni menyentuh lantai dan Arie berdiri diantara kedua paha Yuni.
Melihat kondisi tubuh Yuni yang suda h tidak menggunakan apa-apa lagi ditambah dengan pemandangan bukit kemaluan Yuni yang sempit tapi basah oleh ca iran yang keluar dari bibir kecilnya membuat Arie menahan nafas. Arie berdiri, dan batang kemaluannya yang besa r itu diarahkan ke bukit kemaluan Yuni. Melihat itu Yuni sedikit kaget dan merasa takut Yuni menutup wajahnya d engan kedua tangannya. Melihat gejala itu Arie hanya tersenyum dan ia sedikit lebih melebarkan paha Yuni sehing ga klitorisnya terlihat dengan jelas. Ia menggesek-gesekkan batang kemaluannya di bibir kemaluan Yuni. Sambil m enggesek-gesek batang kemaluan, Arie kembali mendekap Yuni sambil membuka tangannya yang menutupi wajahnya. Mel ihat Arie yang membuka tangannya, Yuni langsung merangkulnya dan mencium bibir Arie. Pagutan pun kembali terjad i, bibir Yuni dengan lahapnya terus memagut bibir Arie. Suara erangan kembali keluar lagi dari mulut Yuni. "Adu hh.. Kaak.." erang Yuni sambil merangkul tubuh Arie dengan keras. Arie meraba-raba bukit kemaluan Yuni dengan b atang kemaluannya setelah yakin akan lubang kemaluan Yuni, Arie mendorongnya perlahan dan ketika kepala kejanta nan Arie masuk ke liang senggama Yuni. Yuni mengerang kesakitan, "Kak.. aduh sakit, Kak.."
Mendengar rintiha n itu, Arie membiarkan kepala kemaluannya ada di dalam liang senggama Yuni dan Arie terus memberikan pagutannya . Kuluman bibir Yuni dan Arie pun berjalan lagi. Dada Arie yang besar terus digesek-gesekkan ke payudara Yuni y ang sudah mengeras. Yuni yang menahan rasa sakit yang telah bercampur dengan rasa nikmat akhirnya mengangkat ka kinya tinggi-tinggi untuk menghilangkan rasa sakit di liang senggamanya dan itu ternyata membantunya dan sekara ng menjadi tambah nikmat.
Kepala kemaluan Arie yang besar baru masuk ke liang kewanitaan Yuni, tapi jepitan liang kemaluan Yuni begitu keras dirasakan oleh batang kemaluan Arie. Sambil mencium telinga kiri Yuni, Arie ke mbali berusaha memasukkan batang kemaluannya ke liang senggama Yuni. "Aduh.. aduh.. aduh.. Kak," Mendengar rint ihan itu Arie berkata kepada Yuni. "Kamu sakit Yuni," bisik Arie di telinga Yuni. "Nggak tahu Kaak ini bukan se perti sakit biasa, sakit tapi nikmat.."
Mendengar penjelasan itu, Arie terus memasukkan batang kemaluannya s ehingga sekarang kepala kemaluannya sudah masuk semua ke dalam liang senggama Yuni. Batang kemaluan Arie sudah masuk ke liang senggama Yuni hampir setengahnya. Batang kemaluannya sudah ditelan oleh liang kemaluan Yuni, kak i Yuni semakin diangkat dan tertumpang di punggung Arie. Tiba-tiba tubuh Yuni bergetar sambil merangkul Arie de ngan kuat. "Aduhh.." dan cairan hangat keluar dari bibir kemaluan Yuni, Arie dapat merasakan hal itu melalui ke pala kemaluannya yang tertancap di bukit kemaluan Yuni. Lipatan paha Yuni telah terguyur oleh keringat yang kel uar dari tubuh mereka berdua.
Mendapat guyuran air di dalam bukit kemaluan itu, Arie lalu memasukkan semua b atang kemaluannya ke dalam lubang senggama Yuni. Dengan satu kali hentakan. "Preet.." Yuni melotot menahan kesa kitan yang bercampur dengan kenikmatan yang tidak mungkin didapatkan selain dengan Arie. "Auh.. auh.. auh.." su ara itu keluar dari mulut kecil Yuni setelah seluruh batang kejantanan Arie berada di dalam lembah kenikmatan Y uni. "Kak, Badan Yuni sesak, sulit bernafas," kata Yuni sambil menahan rasa nikmat yang tiada taranya. Mendenga r itu lalu Arie membalikkan tubuh Yuni agar ia berada di atas Ari. Mendapatkan posisi itu Yuni seperti pasrah d an tidak melakukan gerakan apapun selain mendekap tubuh Arie sambil meraung-raung kenikmatan yang tiada taranya yang baru kali ini dirasakannya.
Yuni dan Arie terdiam kurang lebih lima menit. "Yuni, sekarang bagaimana b adanmu," kata Arie yang melihat Yuni sekarang sudah mulai menggoyang-goyangkan pantatnya dengan pelan-pelan. "U dah agak enakan Kak," balas Yuni sambil terus menggoyang-goyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan. Mendapatkan serangan itu Arie langsung mengikuti gerakan goyangan itu dan goyangan Arie dari atas ke bawah.
Lipantan-lip atan kehangatan tercipta di antara selangkangan Yuni dan Arie. Sambil menggoyangkan pantatnya, mulut Yuni tetap mengaduh, "Aduhh.." Merasakan nikmat yang telah menyebar ke seluruh badannya. Tanpa disadari sebelumnya oleh A rie. Yuni dengan ganasnya menggoyang-gonyangkan pantatnya ke samping dan ke kiri membuat Arie kewalahan ditamba h lagi kuatnya jepitan bukit kemaluan Yuni yang semakin menjepit seperti tang yang sedang mencepit paku agar pa ku itu putus. Beberapa menit kemudian Arie memeluk badan Yuni dengan eratnya dan batang kemaluannya berusaha di tekan ke atas membuat pantat Yuni terangkat. Semburan panas pun masuk ke bukit kemaluan Yuni yang kecil itu. Me ndapat semburan panas yang sangat kencang, Yuni mendesis kenikmatan sambil mengeram, "Aduhh.. aduh.. Kak.."
Selang beberapa menit Arie diam sambil memeluk Yuni yang masih dengan aktif menggerak-gerakkan pantatnya ke kir i dan ke kanan dengan tempo yang sangat lambat. Setelah badannya merasa sudah agak baik, Arie membalikkan tubuh Yuni sehingga sekarang tubuh Yuni berada di bawah Arie. Batang kemaluan Arie masih menancap keras di lembah ke maluan Yuni meskipun sudah mengeluarkan sperma yang banyak. Lalu kaki Yuni diangkat oleh Arie dan disilangkan d i pinggul. Arie mengeluarkan batang kemaluannya yang ada di dalam liang senggama Yuni. Mendapat hal itu mata Yu ni tertutup sambil membolak-balikkan kepala ke kiri dan ke kanan lalu dengan perlahan memasukkan lagi batang ke maluannya ke dalam liang senggama Yuni, turun naik batang kemaluan Arie di dalam liang perawan Yuni membuat Yun i beberapa kali mengerang dan menahan rasa sakit yang bercampur dengan nikmatnya dunia. Tarikan bukit kemaluan Yuni yang tadinya kencang pelan-pelan berkurang seiring dengan berkurangnya tenaga yang terkuras habis dan sel anjutnya Arie mengerang-erang sambil memeluk tubuh Yuni dan Yuni pun sama mengeluarkan erangan yang begitu panj ang, keduanya sedang mendapatkan kenikmatan yang tiada taranya.
Arie mendekap Yuni sambil menikmati semburan lahar panas dan keluarnya sperma dalam batang kemaluan Arie dan Yuni pun sama menikmati lahar panas yang ada d ilembah kenikmatannya. Kurang lebih lima menit, Arie memeluk Yuni tanpa adanya gerakan begitu juga Yuni hanya m emeluk Arie. Dirasakan oleh Arie bahwa batang kemaluannya mengecil di dalam liang kemaluan Yuni dan setelah mer asa batang kemaluannya betul-betul mengecil Arie menjatuhkan tubuhnya di samping Yuni. Arie mencium kening Yuni . Yuni membalasnya dengan rintihan penyesalan, seharusnya Arie bertanggung jawab atas hilangnya perawan yang di miliki Yuni.
Mendengar itu Arie hanya tersenyum karena memang selama ini Arie mendambakan istri seperti Yuni ditambah lagi ia mengetahui bila hidup dengan Yuni maka ia akan mendapatkan segalanya. Arie mengucapkan selama t bobo kepada Yuni yang langsung tertidur kecapaian dan Arie langsung keluar dari kamar Yuni setelah Arie mengg unakan pakaiannya kembali.
Arie masuk ke dapur, didapatnya tantenya sedang dalam keadaan menungging mengambi l sesuatu. Terlihat dengan jelas celana merah muda yang dipakai tantenya. Tante Rani dibuat kaget karena Arie l angsung meraba liang kewanitaannya yang terbungkus CD merah muda sambil menegurnya. "Tante sudah pulang," tanya Arie. Sambil melepaskan rabaan tangannya di liang kewanitaan tantenya. Lalu Arie membuka kulkas untuk mencari air putih. "Iya, Tante hanya sebentar kok. Soalnya Tante kasihan dengan burung kamu yang tadi Tante tinggalkan dalam keadaan menantang," jawab Tante Rani sambil tersenyum. "Bagaimana sekarang Arie burungnya, sudah mendapat kan sarang yang baru ya.." Mendapat ejekan itu, Arie langsung kaget. "Ah Tante, mau cari sangkar di mana," jawa b Arie mengelak. "Arie kamu jangan mengelak, Tante tau kok.. kamu sudah mendapatkan sarang yang baru jadi kamu harus bertanggung jawab. Kalau tidak kamu akan Tante laporkan sama Oom dan kedua orang tuanmu bahwa kamu telah bermain gila bersama Yuni dan Tante."
Mendengar itu, Arie langsung diam dan ia akan menikahi Yuni seperti ya ng dijanjikanya. Mendengar hal itu Tante Rani tersenyum dan memberikan kecupan yang mesra kepada Arie sambil me raba batang kemaluan Arie yang sudah tidak kuat untuk berdiri. Melihat batang kemaluan Arie yang sudah tidak ku at berdiri itu Tante Rani tersenyum. "Pasti adikku dibuatnya KO sama kamu yaa.. Buktinya burung kamu tidak mau berdiri," goda Tante Rani. "Ahh nggak Tante, biasa saja kok."
Tante Rani meninggalkan Arie, sambil mewanti-w anti agar menikahi adiknya. Akhirnya pernikahan Yuni dengan Arie dilakukan dengan pernikahan dibawah tangan ata u pernikahan secara agama tetapi dengan tanpa melalui KUA karena Yuni masih dibawah umur.
Mendapat perlakuan itu Arie menjadi tambah bernafsu kepada Tante Rani, dan ia berjanji kala u ada kesempatan lagi ia akan menghabisinya sampai ia merasa kelelahan. Lalu Arie langsung pergi meninggalkan k olam itu untuk membersihkan badannya.
Setelah di kamar, Arie langsung membuka semua bajunya yang menjadi bas ah itu, ia langsung masuk kamar mandi dan menggosok badan dengan sabun. Ketika akan membersihkan badannya, air yang ada di kamar mandinya ternyata tidak berjalan seperti biasanya. Dan langsung Arie teringat akan keberadaan kamar Yuni. Arie lalu pergi keluar kamar dengan lilitan handuk yang menempel di tubuhnya. Wajahnya penuh denga n sabun mandi. "Yuni.. Yuni.. Yuni.." teriak Arie sambil mengetuk pintu kamar Yuni. "Masuk Kak Ariee, tidak dik unci." balas Yuni dari dalam kamar.
Didapatinya ternyata Yuni masih melilitkan badan dengan selimut dengan t angannya yang sedang asyik memainkan kemaluannya. Permainan ini baru didapatkannya ketika ia melihat adegan tad i malam antara kakaknya dengan Arie dan kejadian itu membuat ia merasakan tentang sesuatu yang selama ini diida m-idamkan oleh setiap manusia.
"Ada apa Kak Arie," kata Yuni sambil terus berpura-pura menutup badannya deng an selimut karena takut ketahuan bahwa dirinya sedang asyik memainkan kemaluannya yang sudah membasah sejak tad i malam karena melihat kejadiaan yang dilakukan kakaknya dengan Arie. "Anu Yuni.. Kakak mau ikut mandi karena k amar mandi Arie airnya tidak keluar." Memang Yuni melihat dengan jelas bahwa badan Arie dipenuhi oleh sabun tap i yang diperhatikan Yuni bukannya badan tapi Yuni memperhatikan diantara selangkangannya yang kelihatan mencuat .
Iseng-iseng Yuni menanyakan tentang apa yang mengganjalnya dalam lilitan handuk itu. Mendengar pertanyaan itu niat Arie yang akan menerangkan tentang biologi ternyata langsung kesampaian dan Arie pun langsung memperli hatkannya sambil memengang batang kemaluannya, "Ini namanya penis.. Sayang," kata Arie yang langsung menuju kam ar mandi karena melihat Yuni menutup wajahnya dengan selimut.
Melihat batang kemaluan Arie yang sedang meneg ang itu Yuni membayangkan bila ia mengulumnya seperti yang dilakukan kakaknya. Keringat dingin keluar di sekuju r tubuh Yuni yang membayangkan batang kemaluan Arie dan ia ingin sekali seperti yang dilakukan oleh kakaknya ju ga ia melakukannya. Mata Yuni terus memandang Arie yang sedang mandi sambil tangan terus bergerak mengusap-usap kemaluannya.
Akhirnya karena Yuni sudah dipuncak kenikmatan, ia mengerang akibat dari permainan tangannya i tu telah berhasil dirasakannya. Dengan beraninya Yuni pergi memasuki kamar mandi untuk ikut mandi bersama Arie. Melihat kedatangan Yuni ke kamar mandi, Arie hanya tersenyum. "Kamu juga mau mandi Yun," kata Arie sambil menc ubit pinggang Yuni.
Yuni yang sudah dipuncak kenikmatan itu hanya tersenyum sambil melihat batang kemaluan A rie yang masih mengeras. "Kak boleh nggak Yuni mengelus-elus barang itu," bisik Yuni sambil menunjuknya dengan jari manisnya. Mendengar permintaan itu Arie langsung tersenyum nakal, ternyata selama ini apa yang diidam-idam kannya akan mendapatkan hasilnya. Dalam pikiran Arie, Yuni sekarang mungkin telah mengetahui akan kenikmatan du nia. Tanpa diperintah lagi Arie langsung mendekatkan batang kemaluannya ke tangan Yuni dan menuntun cara mengel us-elusnya. Tangan Yuni yang baru pertama kali meraba kepunyaan laki-laki itu sedikit canggung, tapi ia berusah a meremasnya seperti meremas pisang dengan tenaga yang sangat kuat hingga membuat Arie kesakitan.
"Aduh.. ja ngan keras-keras dong Yuni, nanti batang kemaluannya patah." Mendengar itu Yuni menjadi sedikit kaget lalu Ari membatunya untuk memainkan batang kemaluannya dengan lembut. Tangan Yuni dituntunnya untuk meraba batang kemalu an Arie dengan halus lalu batang kemaluan Arie didekatkan ke wajah Yuni agar mengulumnya. Yuni hanya menatapnya tanpa tahu harus berbuat apa. Lalu Arie memerintahkan untuk mengulumnya seperti mengulum ice crem, atau mengul umnya seperti mengulum permen karet. Diperintah tersebut Yuni langsung menurut, mula-mula ia mengulum kepala ba tang kemaluan Arie lalu Yuni memasukkan semua batang kemaluan Arie ke dalam mulutnya. Tapi belum juga berapa de tik Yuni terbatuk-batuk karena kehabisan nafas dan mungkin juga karena nafsunya terlalu besar.
Setelah sedik it tenang, Yuni mengulum lagi batang kemaluan Arie tanpa diperintah sambil pinggul Yuni bergoyang menyentuh kak i Arie. Melihat kejadian itu Arie akhirnya menghentikan kuluman Yuni dan langsung mengangkat Yuni dan membawany a ke ranjang yang ada di samping kamar mandi. Sesampainya di pinggir ranjang, dengan hangat Yuni dipeluk oleh A rie dan Yuni pun membalas pelukan Arie. Bibir Yuni yang polos tanpa liptik dicium Arie dengan penuh kehangatan dan kelembutan. Dicium dengan penuh kehangatan itu Yuni untuk beberapa saat terdiam seperti patung tapi akhirny a naluri seksnya keluar juga, ia mengikuti apa yang dicium oleh Arie. Bila Arie menjulurkan lidahnya maka Yuni pun sama menjulurkan lidahnya ke dalam mulut Arie. Dengan permainan itu Yuni sangat menikmatinya apalagi Arie y ang bisa dikatakan telah dilatih oleh kakaknya yang telah berpengalaman.
Kecupan Yuni kadang kala keluar sua ra yang keras karena kehabisan nafas. "Pek.. pek.." suara bibir Yuni mengeluarkan suara yang membuat Arie semak in terangsang. Mendengar suara itu Arie tersenyum sambil terus memagutnya. Tangan Arie dengan terampil telah me mbuka daster putih yang dipakai Yuni. Dengan gerakan yang sangat halus, Arie menuntun Yuni agar duduk di pinggi r ranjang dan Yuni pun mengetahui keinginan Arie itu. Bibir Yuni yang telah berubah warna menjadi merah terus d ipagut Arie dengan posisi Yuni tertindih oleh Arie. Tangan Yuni terus merangkul Arie sambil bukit kemaluannya m enggesek-gesekkan sekenanya.
Lalu Arie membalikkan tubuh Yuni sehingga kini Yuni berada di atas tubuh Arie, dengan perlahan tangan Arie membuka BH putih yang masih melekat di tubuh Yuni. Setelah berhasil membuka BH yang dikenakan Yuni, Arie pun membuka CD putih yang membungkus bukit kemaluan Yuni dilanjutkan menggesek-gesekkan s ekenanya. Erangan panjang keluar dari mulut Yuni. "Auu.." sambil mendekap Arie keras-keras. Melihat itu Arie se makin bersemangat. Setelah Arie berhasil membuka semua pakaian yang dikenakan Yuni, terlihat Yuni sedikit tenan g iapun kembali membalikkan Yuni sehingga ia sekarang berada di atas tubuh Yuni.
Arie menghentikan pagutan b ibirnya ia melanjutkan pagutannya ke bukit kemaluan Yuni yang telah terbuka dengan bebas. Dipandanginya bukit k emaluan Yuni yang kecil tapi penuh tantangan yang baru ditumbuhi oleh bulu-bulu hitam yang kecil-kecil. Kaki Yu ni direnggangkan oleh Arie. Pagutan Arie beganti pada bibir kecil kepunyaan Yuni. Pantat Yuni terangkat dengan sendirinya ketika bibir Arie mengulum bukit kemaluan kecilnya yang telah basah oleh cairan. Harum bukit kemalua n perawan membuat batang kemaluan Arie semakin ingin langsung masuk ke sarangnya tapi Arie kasihan melihat Yuni karena kemaluannya belum juga merekah. Jilatan bibir Arie yang mengenai klitoris Yuni membuat Yuni menjepit wa jah Arie. Semburan panas keluar dari bibir bukit kemaluan Yuni. Yuni hanya menggeliat dan menahan rasa nikmat y ang baru pertama kali didapatkanya.
Lalu Arie merasa yakin bahwa ini sudah waktunya, ditambah lagi batang ke maluannya yang sudah telalu lama menengang. Arie menarik tubuh Yuni agar pantatnya pas tepat di pinggir ranjang . Kaki Yuni menyentuh lantai dan Arie berdiri diantara kedua paha Yuni.
Melihat kondisi tubuh Yuni yang suda h tidak menggunakan apa-apa lagi ditambah dengan pemandangan bukit kemaluan Yuni yang sempit tapi basah oleh ca iran yang keluar dari bibir kecilnya membuat Arie menahan nafas. Arie berdiri, dan batang kemaluannya yang besa r itu diarahkan ke bukit kemaluan Yuni. Melihat itu Yuni sedikit kaget dan merasa takut Yuni menutup wajahnya d engan kedua tangannya. Melihat gejala itu Arie hanya tersenyum dan ia sedikit lebih melebarkan paha Yuni sehing ga klitorisnya terlihat dengan jelas. Ia menggesek-gesekkan batang kemaluannya di bibir kemaluan Yuni. Sambil m enggesek-gesek batang kemaluan, Arie kembali mendekap Yuni sambil membuka tangannya yang menutupi wajahnya. Mel ihat Arie yang membuka tangannya, Yuni langsung merangkulnya dan mencium bibir Arie. Pagutan pun kembali terjad i, bibir Yuni dengan lahapnya terus memagut bibir Arie. Suara erangan kembali keluar lagi dari mulut Yuni. "Adu hh.. Kaak.." erang Yuni sambil merangkul tubuh Arie dengan keras. Arie meraba-raba bukit kemaluan Yuni dengan b atang kemaluannya setelah yakin akan lubang kemaluan Yuni, Arie mendorongnya perlahan dan ketika kepala kejanta nan Arie masuk ke liang senggama Yuni. Yuni mengerang kesakitan, "Kak.. aduh sakit, Kak.."
Mendengar rintiha n itu, Arie membiarkan kepala kemaluannya ada di dalam liang senggama Yuni dan Arie terus memberikan pagutannya . Kuluman bibir Yuni dan Arie pun berjalan lagi. Dada Arie yang besar terus digesek-gesekkan ke payudara Yuni y ang sudah mengeras. Yuni yang menahan rasa sakit yang telah bercampur dengan rasa nikmat akhirnya mengangkat ka kinya tinggi-tinggi untuk menghilangkan rasa sakit di liang senggamanya dan itu ternyata membantunya dan sekara ng menjadi tambah nikmat.
Kepala kemaluan Arie yang besar baru masuk ke liang kewanitaan Yuni, tapi jepitan liang kemaluan Yuni begitu keras dirasakan oleh batang kemaluan Arie. Sambil mencium telinga kiri Yuni, Arie ke mbali berusaha memasukkan batang kemaluannya ke liang senggama Yuni. "Aduh.. aduh.. aduh.. Kak," Mendengar rint ihan itu Arie berkata kepada Yuni. "Kamu sakit Yuni," bisik Arie di telinga Yuni. "Nggak tahu Kaak ini bukan se perti sakit biasa, sakit tapi nikmat.."
Mendengar penjelasan itu, Arie terus memasukkan batang kemaluannya s ehingga sekarang kepala kemaluannya sudah masuk semua ke dalam liang senggama Yuni. Batang kemaluan Arie sudah masuk ke liang senggama Yuni hampir setengahnya. Batang kemaluannya sudah ditelan oleh liang kemaluan Yuni, kak i Yuni semakin diangkat dan tertumpang di punggung Arie. Tiba-tiba tubuh Yuni bergetar sambil merangkul Arie de ngan kuat. "Aduhh.." dan cairan hangat keluar dari bibir kemaluan Yuni, Arie dapat merasakan hal itu melalui ke pala kemaluannya yang tertancap di bukit kemaluan Yuni. Lipatan paha Yuni telah terguyur oleh keringat yang kel uar dari tubuh mereka berdua.
Mendapat guyuran air di dalam bukit kemaluan itu, Arie lalu memasukkan semua b atang kemaluannya ke dalam lubang senggama Yuni. Dengan satu kali hentakan. "Preet.." Yuni melotot menahan kesa kitan yang bercampur dengan kenikmatan yang tidak mungkin didapatkan selain dengan Arie. "Auh.. auh.. auh.." su ara itu keluar dari mulut kecil Yuni setelah seluruh batang kejantanan Arie berada di dalam lembah kenikmatan Y uni. "Kak, Badan Yuni sesak, sulit bernafas," kata Yuni sambil menahan rasa nikmat yang tiada taranya. Mendenga r itu lalu Arie membalikkan tubuh Yuni agar ia berada di atas Ari. Mendapatkan posisi itu Yuni seperti pasrah d an tidak melakukan gerakan apapun selain mendekap tubuh Arie sambil meraung-raung kenikmatan yang tiada taranya yang baru kali ini dirasakannya.
Yuni dan Arie terdiam kurang lebih lima menit. "Yuni, sekarang bagaimana b adanmu," kata Arie yang melihat Yuni sekarang sudah mulai menggoyang-goyangkan pantatnya dengan pelan-pelan. "U dah agak enakan Kak," balas Yuni sambil terus menggoyang-goyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan. Mendapatkan serangan itu Arie langsung mengikuti gerakan goyangan itu dan goyangan Arie dari atas ke bawah.
Lipantan-lip atan kehangatan tercipta di antara selangkangan Yuni dan Arie. Sambil menggoyangkan pantatnya, mulut Yuni tetap mengaduh, "Aduhh.." Merasakan nikmat yang telah menyebar ke seluruh badannya. Tanpa disadari sebelumnya oleh A rie. Yuni dengan ganasnya menggoyang-gonyangkan pantatnya ke samping dan ke kiri membuat Arie kewalahan ditamba h lagi kuatnya jepitan bukit kemaluan Yuni yang semakin menjepit seperti tang yang sedang mencepit paku agar pa ku itu putus. Beberapa menit kemudian Arie memeluk badan Yuni dengan eratnya dan batang kemaluannya berusaha di tekan ke atas membuat pantat Yuni terangkat. Semburan panas pun masuk ke bukit kemaluan Yuni yang kecil itu. Me ndapat semburan panas yang sangat kencang, Yuni mendesis kenikmatan sambil mengeram, "Aduhh.. aduh.. Kak.."
Selang beberapa menit Arie diam sambil memeluk Yuni yang masih dengan aktif menggerak-gerakkan pantatnya ke kir i dan ke kanan dengan tempo yang sangat lambat. Setelah badannya merasa sudah agak baik, Arie membalikkan tubuh Yuni sehingga sekarang tubuh Yuni berada di bawah Arie. Batang kemaluan Arie masih menancap keras di lembah ke maluan Yuni meskipun sudah mengeluarkan sperma yang banyak. Lalu kaki Yuni diangkat oleh Arie dan disilangkan d i pinggul. Arie mengeluarkan batang kemaluannya yang ada di dalam liang senggama Yuni. Mendapat hal itu mata Yu ni tertutup sambil membolak-balikkan kepala ke kiri dan ke kanan lalu dengan perlahan memasukkan lagi batang ke maluannya ke dalam liang senggama Yuni, turun naik batang kemaluan Arie di dalam liang perawan Yuni membuat Yun i beberapa kali mengerang dan menahan rasa sakit yang bercampur dengan nikmatnya dunia. Tarikan bukit kemaluan Yuni yang tadinya kencang pelan-pelan berkurang seiring dengan berkurangnya tenaga yang terkuras habis dan sel anjutnya Arie mengerang-erang sambil memeluk tubuh Yuni dan Yuni pun sama mengeluarkan erangan yang begitu panj ang, keduanya sedang mendapatkan kenikmatan yang tiada taranya.
Arie mendekap Yuni sambil menikmati semburan lahar panas dan keluarnya sperma dalam batang kemaluan Arie dan Yuni pun sama menikmati lahar panas yang ada d ilembah kenikmatannya. Kurang lebih lima menit, Arie memeluk Yuni tanpa adanya gerakan begitu juga Yuni hanya m emeluk Arie. Dirasakan oleh Arie bahwa batang kemaluannya mengecil di dalam liang kemaluan Yuni dan setelah mer asa batang kemaluannya betul-betul mengecil Arie menjatuhkan tubuhnya di samping Yuni. Arie mencium kening Yuni . Yuni membalasnya dengan rintihan penyesalan, seharusnya Arie bertanggung jawab atas hilangnya perawan yang di miliki Yuni.
Mendengar itu Arie hanya tersenyum karena memang selama ini Arie mendambakan istri seperti Yuni ditambah lagi ia mengetahui bila hidup dengan Yuni maka ia akan mendapatkan segalanya. Arie mengucapkan selama t bobo kepada Yuni yang langsung tertidur kecapaian dan Arie langsung keluar dari kamar Yuni setelah Arie mengg unakan pakaiannya kembali.
Arie masuk ke dapur, didapatnya tantenya sedang dalam keadaan menungging mengambi l sesuatu. Terlihat dengan jelas celana merah muda yang dipakai tantenya. Tante Rani dibuat kaget karena Arie l angsung meraba liang kewanitaannya yang terbungkus CD merah muda sambil menegurnya. "Tante sudah pulang," tanya Arie. Sambil melepaskan rabaan tangannya di liang kewanitaan tantenya. Lalu Arie membuka kulkas untuk mencari air putih. "Iya, Tante hanya sebentar kok. Soalnya Tante kasihan dengan burung kamu yang tadi Tante tinggalkan dalam keadaan menantang," jawab Tante Rani sambil tersenyum. "Bagaimana sekarang Arie burungnya, sudah mendapat kan sarang yang baru ya.." Mendapat ejekan itu, Arie langsung kaget. "Ah Tante, mau cari sangkar di mana," jawa b Arie mengelak. "Arie kamu jangan mengelak, Tante tau kok.. kamu sudah mendapatkan sarang yang baru jadi kamu harus bertanggung jawab. Kalau tidak kamu akan Tante laporkan sama Oom dan kedua orang tuanmu bahwa kamu telah bermain gila bersama Yuni dan Tante."
Mendengar itu, Arie langsung diam dan ia akan menikahi Yuni seperti ya ng dijanjikanya. Mendengar hal itu Tante Rani tersenyum dan memberikan kecupan yang mesra kepada Arie sambil me raba batang kemaluan Arie yang sudah tidak kuat untuk berdiri. Melihat batang kemaluan Arie yang sudah tidak ku at berdiri itu Tante Rani tersenyum. "Pasti adikku dibuatnya KO sama kamu yaa.. Buktinya burung kamu tidak mau berdiri," goda Tante Rani. "Ahh nggak Tante, biasa saja kok."
Tante Rani meninggalkan Arie, sambil mewanti-w anti agar menikahi adiknya. Akhirnya pernikahan Yuni dengan Arie dilakukan dengan pernikahan dibawah tangan ata u pernikahan secara agama tetapi dengan tanpa melalui KUA karena Yuni masih dibawah umur.
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar