Gajigratis.com Tanpa Keluar MODAL Tapi DAPAT KOMISI Milyaran Rupiah !!!

Rabu, 30 Juni 2010

Ibu Kosku yang.....


Sudah sebulan penuh aku nge-kos disini dan semakin hari semakin banyak yg kusuka. Selain sesama penghuni yg semuanya lelaki dgn berbagai keunikan, juga kehadiran ibu kos yg begitu membuatku tertegun. Sebenarnya dia tidak cantik, tapi wajahnya tidak pernah membuatku bosan, manis, mungkin itu istilah yg banyak dipergunakan orang. Tubuhnya, sempurna. Tidak semampai, tidak juga kecil, dgn kulit putih bersih dan senyuman anggun.Aku tahu, pak Sam suaminya, seorang dosen bertitel S2 itu, sudah sakit-sakitan. Usianya mungkin berkisar 40, tapi kalian tak akan percaya bila kukatakan dia terlihat sangat tua. Konon, selama menempuh studi di Amerika, dia terserang semacam TBC, atau bisa jadi TBC, karena terlalu sering mendekam di kamar. Dan aku tidak yakin bila beliau masih sering menjamah ibu Sam, isterinya.

Rumah kos ini berbentuk huruf T, bagian horizontalnya dihuni mahasiswa termasuk aku meskipun aku bukan mahasiswa, dan vertikalnya merupakan kediaman pak Sam, isterinya yg kerap membuatku jantungan, dan 2 anak mereka, Edo dan Ridho.
Begitulah, kebetulan jendela kamarku menghadap area jemuran. Tiap pagi aku bisa menyaksikan ibu Sam menjemur pakaian. Bila posisinya berbalik, maka aku bisa menikmati pantatnya yg aduhai, bila posisinya kebetulan menghadapku, maka belahan dadanya akan selalu terpampang bila dia menunduk mengambil potongan pakaian untuk dijejerkan di tali itu.
Mulanya aku menyaksikan semua itu dengan mengintip, karena saat itu aku masih merasa malu jika kemudian ketahuan. Namun selanjutnya, aku malah menyisihkan kain gordyn sehingga aku akan kelihatan jelas berdiri di balik kaca meskipun tidak transparan, kaca panjang itu berwarna hitam.
Hingga pagi itu, ibu Sam kembali ‘beraksi’ dgn dasternya yg berleher rendah. Aku tak lagi bisa menahan kesopanan untuk menyaksikan pemandangan berharga demikian. Kuturunkan celanaku, dan mengeluarkan penis yg sedari tadi sudah menegang. Aku membelai-belainya lembut sambil mataku tajam memelototi belahan dada bu Sam yg menggoda. Dalam bayanganku, dua benda montok menggemaskan itu sedang kujilati dan kuremas-remas perlahan. Hingga tak terasa tanganku tak lagi membelai, melainkan mulai mengocok-ngocok penisku kencang.
Tiba-tiba, bu Sam menatap ke arah jendela dan sepertinya tahu apa yg kulakukan, dia dengan refleks menutupi dadanya dengan mengatupkan ujung daster, lalu berbalik. Aduh, malunya aku. Diapun berlalu, ketika semua pakaian sudah berpindah dari ember.
Keesokan harinya, seperti biasa aku akan masuk ke rumah mereka, mengambil air es yg ada di kulkas. Aku berpapasan dgn bu Sam, sejenak ketakutan membayangi benakku.
“Ngapain om kemarin di balik jendela?”, tanyanya hampir berbisik. Dia memang memanggil semua penghuni kos dgn sebutan om, karena kedua anaknya memanggil kami demikian.
“Hmm…hmmm” , aku tentu tak bisa melanjutkan, gugup. Bagaimana kalau perempuan ini menamparku? Aku tak karuan.
Tapi dia berlalu lagi, masuk ke kamar dgn ekspresi wajah yg sulit kuprediksi. Aku masuk ke dapur, melalui sebuah lorong sepanjang 4 meter. Ruangan ini memang agak unik. Untuk menuju dapur, kita tidak melewati jalan yg cukup lapang, karena tembok kiri kanan hanya berjarak kira² 70cm. Entah apa maksudnya membuat bangunan seperti ini.
Di dapur, yg luas, aku kembali memikirkan ucapan bu Sam, namun akhirnya kubuang semua prasangka itu. Paling² diusir, pikirku. Akupun kembali hendak melewati lorong sempit itu, tapi…dari arah berlawanan bu Sam datang.
Kami berdua terjebak di pertengahan, kami harus memiringkan badan 90 derajat, hingga akhirnya berhadapan. Sempit sekali, kurasakan dada bu Sam menempel di dadaku. Darahku berdesir.
“Ibu…aa..aaku” , aku terbata-bata.
Entah setan apa yg tiba² merasukiku, kutahan tubuhnya dengan kedua telapak tanganku kutempel di dinding kiri dan kanan tubuhnya. Kami bertatapan lama sekali, aneh, kurasakan deru nafas bu Sam menjadi lebih cepat memenuhi wajahku.
“Jangan om..ntar ketauan”
“Ngga apa-apa bu, aku udah ngga tahanhh”, balasku.
Diapun pasti bisa merasakan penisku yg mengeras persis di bagian bawah pusarnya. Tanpa pikir panjang, kudekatkan bibirku ke lehernya, kuhisap perlahan, bu Sam seolah ingin memberontak, namun cengkeraman kedua tanganku di pundaknya membuatnya tak bisa bergerak kemana-mana.
Kujilati leher itu sepuasnya hingga akhirnya berpindah ke bibir indahnya, kulumat dgn berapi-api. Pada titik ini, aku sudah mulai bisa mendengar desahan bu Sam.
“Ommhhh..”, desisnya.
Tubuhku kuliukkan seperti huruf S supaya mulutku persis berada di belahan dadanya. Kubukai kancing dinas PNS nya, tersembullah payudara putih nan montok itu, dibalut bra berwarna hitam. Dgn gemas kuremas perlahan, hingga akhirnya semakin keras…
“Pelan-pelan om…”, bisiknya.
Kurenggangkan kedua kaki supaya posisiku lebih rendah darinya. Kusorong bra itu keatas hingga kedua payudaranya bebas menggelantung. Aku mulai menjilati puting sebelah kiri, sementara tangan kananku membelai-belai payudaranya sebelah kanan, lalu bergantian.
“Jangan dikasih tanda…”, mungkin maksudnya jangan ‘dicupang’, tentu saja aku mengerti.
Kuhisap, kujilat, kuremas, dan tanganku bergerilya ke dalam roknya. Kucari-cari vaginanya dan menggesek-gesek dgn jari, sesekali kumasukkan jari jauh ke dalam sana, ku-ubek² isinya lembut. Bu Sam tidak karuan, dia pasrah…
Perlahan namun pasti, vagina itu menjadi lembab dan basah. Bu Sam merem melek dgn kombinasi sentuhan-sentuhan itu. Suhu tubuhnya memanas, dan sama sepertiku, dia tak lagi peduli jika seandainya seseorang muncul di dapur, memergoki kami.
Kurogoh kantong celanaku, dari dompet kukeluarkan sebuah kondom, buru-buru kukeluarkan penisku yg sudah mengeras dan membungkusnya.
Sambil menghisap bibir bu Sam, kuangkat roknya dan menyibak celana dalamnya kesamping. Kuarahkan penisku kesana, mencoba mencari lubangnya sambil terus melumat bibir.
Ketemu…kumasukkan perlahan, sedikit demi sedikit penisku yg membesar memenuhi liang kenikmatan bu Sam. Liang yg hangat, basah, berdenyut, dan menjepit. Kusodok-sodok perlahan, makin lama makin capat, dan aku mengaduk-aduk isi vagina bu Sam membabi buta.
“Aduhhh…enaknyaa” , bu Sam berbisik jujur.
Rintihan, deru nafas, desahan, silih berganti memenuhi ruangan. Kami bertahan dengan satu posisi lama sekali karena kami tak punya pilihan gaya lain di lorong sesempit itu.
“Ohh…omm.. .enak bangetthh… “, rintih bu Sam sambil mencengkeram pinggangku keras sekali, kurasakan getaran hebat tubuhnya dan sesuatu di bawah sana menjadi sangat becek.
“Ayo om, dikeluarin, ntar Edo ama Ridho datang…ayo sayang…nih ibu bantu…”, bah…sejak kapan aku dianggap sayang. Bu Sam memang benar² membantu, diliuk-liukkannya pinggang, kurasakan batang penisku seperti dipijat, nikmat sekali…..!

Kudekap dia erat, penisku kukocok-kocok kencang dalam vaginanya hingga kurasakan aliran darahku berkumpul di satu titik, penisku, dan…
“Ahh…..”, aku berteriak tertahan menghunjamkan penisku keluar masuk vaginanya, kurasakan aliran hangat yg sangat nikmat keluar dari penisku dan memenuhi ruangan kondom yg lowong, menjadi penuh.

Aku lemas, masih kuciumi bibir dan dahi bu Sam sejurus kemudian tanpa mencabut penisku dari vaginanya.

Kubenahi bra, dan kukancingkan kembali bajunya. Dia masuk ke dapur, aku kembali ke kamarku, kami tak berkata sepatah katapun.

Hari ini, dia menjemur pakaian seperti biasa. Ajaib, dia tak menggunakan bra. Kuperhatikan juga lekuk pantatnya yg tidak menggambarkan segitiga, ah…dia juga tidak memakai celana dalam.

Aku berpura-pura keluar dari kamar, menuju dapur, kulihat dia kemudian mengikutiku. Di dapur itu, aku memangsanya habis-habisan, karena aku memberikannya layanan berbagai posisi.

Lucunya, setelah selesai, kami tak mengucapkan sepatah katapun, kubenahi bajunya, kucium bibirnya, dan aku berlalu. Dia berjalan ke kamarnya.
Di lain hari, ketika sedang menjemur, kutarik dia ke kamarku, tentunya setelah melihat kiri kanan aman. Kujatuhkan di kasur, kurenggangkan kedua pahanya, aku memberikan service oral sex yg menggelora, masih kuingat bagaimana dia menjambak rambutku dan wajahnya terlontar kesana kemari ketika dgn ganas lidahku menari-nari pada kelentitnya, kujilati, dan kuhisap vaginanya.

Sama, setelah dia kelelahan, dia akan keluar dari kamarku tanpa sepatah katapun, aku hanya tersenyum memandanginya menghilang di belokan. Aku senang membuatnya ketagihan…
Dua tahun aku melayaninya, yah aku sebut melayani, karena sebenarnya dialah yg lebih menikmati semua itu, aku belum menemukan sesuatu yg luar biasa darinya, pun begitu, aku sangat merindukannya.

Jumat, 25 Juni 2010

Orgasme Pertamaku

Namaku Cindy, 2x tahun. Aku akan menceritakan kisahku waktu aku masih di kelas 2 SMA di Surabaya. Aku sekolah di SMA swasta Katolik terkenal di pusat kota. Aku termasuk anak yang pandai di kelas namun tidak kuper. Aku memiliki banyak teman laki maupun perempuan. Aku punya teman baik namanya Andi. Andi adalah sahabat baikku sejak kecil. Kebetulan rumah kami berdekatan.

Dari kecil kami selalu main bersama, sekolah di sekolah yang sama dan kadang kala beli baju yang sama pula. Orangtuaku dan orangtuanya sudah kenal baik sejak pindah di komplek perumahanku sekitar tahun 80-an. Sebenarnya aku ada sedikit perasaan sih sama Andi. Tapi kok rasanya dia hanya menganggapku saudara. Jadi kusimpan baik-baik saja perasaanku.

Aku punya pengalaman unik dengan Andi, mengenai orgasme, namun tidak sampai kehilangan keperawananku. Suka atau tidak ternyata itu membuatku ketagihan. Aku selalu menginginkan orgasme. Kadang aku mencoba masturbasi, namun tidak pernah berhasil. Aku tidak dapat masturbasi. Aku butuh bantuan lelaki untuk memuaskanku. Biasanya kalau aku sedang ingin, aku selalu menelpon Andi dan minta dia segera datang ke rumahku. Andi selalu memuaskanku.

Kadang kami melakukan di kamar mandi, kadang di kamarku. Kalau lagi iseng kami melakukan di dapur atau di taman belakang. Hari Selasa, Rabu dan Jum'at, Mamaku selalu pergi untuk melakukan kegiatannya. Pulangnya baru sore hari. Kalau Papaku ngantor dari pagi sampai sore. Sedang kakak perempuanku kuliah di luar negeri. Pada ketiga hari itu aku selalu memanggil Andi ke rumah. Kadang semua pembantuku kuberi uang dan kusuruh jalan-jalan ke supermarket. Dan kami berdua akan telanjang bulat di rumah. Pokoknya seperti pengantin baru.

Tapi itu hanya pada awalnya. Kemudian Andi mulai terganggu dan membatasi diri untuk tidak melakukan lagi bersamaku. Alasannya terlalu berbahaya dan perasaan bersalah. Takut kalau kami terjerumus dan kehilangan keperawananku. Andi menyarankan agar aku mulai mengurangi frekuensi petting dan kalau bisa berhenti total. Aku jadi bingung sama Andi. Dia yang mengajariku orgasme, sekarang malah tidak mau bertanggung jawab. Aku jadi kesal dengannya. Aku tidak tahu apakah libidoku yang terlalu besar atau dia yang kelewat sering onani hingga dapat menahan nafsu.

Andi benar-benar berniat berhenti. Dia mulai mengajakku rutin fitness dan kumpul-kumpul bersama teman-teman. Memang kuakui, sejak aku punya jadwal petting sama Andi, aku jadi jarang fitness dan kumpul bareng teman-teman sepermaianan. Aku jadi sibuk berdua dengan Andi.

Dengan aktif kembali ke kegiatanku semula, aku dapat menahan nafsuku. Seharian di fitness center membuat badanku lelah dan tidak berpikiran untuk orgasme. Apalagi teman-teman mulai menyiapkan pesta lagi menyambut paskah. Aku ikut sibuk membantu 'panitia' persiapan sehingga jarang berduaan dengan Andi.

Namun dengan berkurangnya frekuensi orgasmeku, aku jadi punya kebiasaan aneh. Aku sendiri sering heran dengan diriku sendiri. Aku merasa puas dan senang kalau ada teman pria yang melihatku dengan pandangan kagum dan berhasrat. Maka aku sering menggunakan pakaian yang seksi. Kadang aku menggunakanpakaian berleher rendah, sehingga kalau aku menunduk, orang di depanku dapat melihat BH dan bagian depan tubuhku. Aku paling sering melakukan itu pada David. Karena David orangnya sangat lugu dan tidak berani pada wanita. Wajahnya selalu merah kalau aku, Rosa dan Dewi menggodanya habis-habisan.

Kadang aku menggunakan rok mini dan kaos ketat, sehingga teman-temanku mencuri-curi pandang padaku. Tapi aku memamerkan tubuhku hanya pada teman-temanku saja. Akutidak pernah menggunakan pakaian seperti itu di tempat umum. Paling kalau kami kumpul-kumpul ke rumah teman.

Hal yang paling mengasyikkan dan mendebarkan yaitu kalau aku tidak mengenakan celana dalam di balik rokku. Aku beberapa kali melakukan di sekolah dan waktu kumpul-kumpul di rumah teman.

Suatu hari aku merasa libidoku meningkat. Aku bingung bagaimana memuaskan diri. Jam menunjukkan pukul 11.45. Di sekolahku, seluruh anak kelas 2 masuk siang. Jadi tidak mungkin untuk menelpon Andi. Kemudian timbul ide untuk tidak menggunakan celana dalam. Segera kulepas celana dalamku dan kumasukkan ke dalam tas. Aku merasa tegang waktu melakukannya. Aku berpikir betapa asyiknya berada di tengah orang-orang tanpa menggunakan celana dalam namun mereka tidak menyadarinya. Aku tertawa dalam hati.

Aku segera berpamitan dengan Mamaku dan menuju ke depan garasi. Supirku sudah menunggu di balik kemudi. Aku duduk tepat di belakang bangkunya.
"Siang non." sapanya.
Aku membalasnya dan kami berbincang-bincang singkat. Dalam hatiku aku bertanya-tanya, apakah supirku tahu kalau aku tidak pakai celana dalam. Di perjalanan aku mulai menyingkap rokku pelan-pelan. Dengan tegang kulihat arah kaca spion. Kulihat arahnya tepat ke kaca belakang. Berarti ok.

Aku melebarkan kakiku. Kulihat reaksinya. Di diam saja. Kusingkap rokku sampai ke atas. Kemaluanku menyembul dari balik rokku. Cepat-cepat kututup rokku dengan tegang. Aku melihat belakang kepala supirku dengan cermat. Apakah dia kelihatan ya? Tapi setelah menunggu sekian detik ternyata tidak ada respon. Aku mengulanginya lagi. Kali ini langsung kugulung ke atas. Wajahku kubuat setenang mungkin. Kemaluanku terpampang jelas. Aku mulai menikmatinya.

Aku melihat ke samping kiri kanan mobil, ke arah kendaraan lain yang lewat. Aku tidak perlu khawatir karena kaca mobilku dilapisi kaca film yang tidak dapat kelihatan dari luar.
Aku seakan-akan berkata kepada orang-orang di luar, "Inilah pameran vagina paling vulgar abad ini."
Hihihi. Aku geli sendiri membayangkan kegilaanku.

Aku mulai mengajak ngobrol supirku. Aku bertanya tentang anaknya yang mulai masuk sekolah. Aku membayangkan bagaimana kalau dia tahu ada seorang gadis memamerkan kemaluannya tepat di belakangnya. Aku jadi semakin terangsang. Kemaluanku berdenyut-denyut. Apalagi AC mobil yang dingin semakin menambah gairahku. Kuelus-elus perlahan rambut kemaluanku. Geli sekali. Aku menahan kegelianku agar raut wajahku tidak terlihat dari kaca spion.

Tidak terasa sudah mendekati sekolah. Terpaksa kuhentikan 'kegiatanku' dan kurapikan rokku. Setelah mengucapkan terima kasih pada supirku, aku turun dan menuju gerbang sekolahku. Kudekap map tempat tugasku di dadaku. Perasaan tegang dan gairah yang menggebu-gebu semakin menjadi-jadi. Tidak pernah terbayangkan kalau aku, Cindy, cewek yang selalu tampil anggun dan modis ini, berani tidak menggunakan celana dalam di sekolah.

Aku melewati tatapan mata serombongan anak kelas 3 yang sedang menunggu jam praktikum. Aku termasuk cewek yang ngetop di angkatanku, jadi sebenarnya hal itu biasa terjadi. Tapi karena aku sedang dalam keadaan tegang, tatapan mereka serasa menelanjangiku. Aku merasa seperti mereka memandangi daerah kemaluanku. Aku jadi penasaran apakah kelihatan kalau aku tidak bercelana dalam? Apakah belahan pantatku tercetak di rokku? Aku segera mempercepat langkahku. Dan berpikir untuk menghentikan ini semua.

Di kelas perasaanku jadi lebih enak. Aku membatalkan niatku untuk memakai celana dalamku. Kali ini aku mengajak Dewi duduk di bangku paling depan pojok. Aku duduk merapat di dinding kelas. Rosa sahabat baikku yang sedang bercanda dengan Samuel heran melihatku duduk di bangku yang tidak biasanya.

Dia menghampiriku dan menanyaiku. Aku hanya bilang kalau aku lagi suntuk dan mau melamun saja di kelas. Kalau duduk di belakang sering jadi incaran guru-guru dengan pertanyaan. Rossa mengangguk angguk dan mengajak Renny duduk di belakangku dan Dewi. Kali ini aku lebih memilih duduk dengan Dewi karena Dewi lebih tenang dan memperhatikan pelajaran dengan serius. Kalau duduk dengan Rossa yang sering mengajak ngobrol bisa barabe.

Ketika bel tanda pelajaran berbunyi dan guru masuk, perasaan gairahku kembali mengganggu. Aku mulai membuka-buka kedua kakiku. Kemudian doa mulai. Doa dipimpin dari kantor guru dan disalurkan lewat pengeras suara di masing-masing kelas. Anak-anak yang lain menundukkan kepala. Entah berdoa sungguh atau tidur sejenak. Aku segera menundukkan kepalaku dalam-dalam. Tangan kiriku kumasukkan ke rokku dan kupermainkan kemaluanku. Aku merasa asyik dan nikmat.
"Aaahh.." aku mendesah perlahan.
Jari tengahku kuusapkan ke klitorisku. Sebab inilah titik paling nikmat dari seluruh kemaluanku. Aku memainkan klitorisku pelan-pelan. Memutar dan naik turun.

Tidak terasa waktu doa yang dipimpin guru fisikaku selesai. Aku segera menghentikan perbuatanku. Kulihat guru sejarahku mulai pelajaran pertama. Dia berjalan di depan kelas mondar mandir sambil mencoret-coret di papan tulis. Tiap kali dia menulis di depanku aku membuka kakiku lebar-lebar. Kalau dia membalikkan badannya aku menutup kakiku lagi. Aku merasakan diriku benar-benar berani melakukan perbuatan ini. Aku jadi semakin panas dan menggelora. Tiap kali aku hampir terlambat merapatkan kaki kalau guruku membalikkan badan membuat hatiku berdebar-debar aneh.

Saat istirahat, aku berkumpul bersama teman-teman di kantin soto kebanggaan sekolahku yang terkenal. Kami berkumpul dan 'ngrumpi' bersama. Aku berdebar-debar memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi kalau mereka tahu aku tidak pakai celana dalam. Kadang aku melebarkan sedikit kakiku di hadapan teman-teman lakiku. Namun mereka tidak mungkin melihat karena kami duduk berdekatan. Sekali waktu secara perlahan aku menekan dan menggeser-geserkan kemaluanku di bangku warung. Asyiik sekali. Sensasi ini membawa diriku serasa di awang-awang.

Saat pulang sekolah, aku merayu-rayu Andi untuk mengantarkan aku pulang. Soalnya aku ingin ke Mc. D. Andi menyetujuinya. Pelajaran terakhir Andi adalah olahraga. Kupikir betapa tidak enaknya olahraga malam-malam. Setelah Andi selesai ganti pakaian, dia menyuruhku menunggu sebentar. Dia mau ke ruang PMR dulu menemui anggotanya untuk memberikan lembaran jadwal kegiatan minggu depan. Andi adalah ketua PMR periode tahun ini.

pulang, aku masuk ke ruang mereka. Ruangan ini tidak luas. Bentuknya persegi panjang. Banyak lemari dan rak dengan barang yang melebihi muatan sehingga berceceran di mana mana. Ada meja panjang satu dengan tiga buah kursi kayu. Di samping kanan ada jendela besar dengan kaca agak gelap menghadap kebun milik laboratorium biology dan perpustakaan. Ruang ini bersebelahan dengan ruang kantin siswa.

Kulihat Andi mencari-cari sesuatu di salah satu rak.
"Cari apa?" tanyaku.
"Aku sedang mencari barang barangku yang sempat dipinjam buat kemping anak kelas satu." katanya.
Dia menyebutkan barang-barang yang dimaksud. Aku berkata kalau aku mau membantu mencarikan di rak paling atas.

Tiba-tiba aku punya ide menarik. Aku naik ke meja dan minta Andi memegang mejanya. Aku segera naik. Andi menghampiriku. Sambil berdiri di samping kakiku dia memegang meja. Aku pura-pura mencari di rak paling atas. Kulihat Andi tidak melihat ke arahku. Aku segera mengajak ngomong. Andi mendongakkan kepalanya ke atas membalas omonganku. Pertama dia tidak melihat. Terus dia menggoda mau melihat celana dalamku. Andi memasukkan kepalanya ke dalam rokku. Aku pura pura menutup rokku dan menjerit perlahan. Namun sesungguhnya aku tertawa dalam hati.

Andi segera mengeluarkan kepalanya dengan terkejut.
"Kamu nggak pakai celana dalam?" tanyanya.
Aku tidak mau Andi tahu kalau aku punya keinginan yang agak aneh itu. Aku bilang kalau tadi habis pipis celana dalamku basah. Kan tidak baik pakai celana dalam basah. Bisa kena jamur.

Aku senang ketika Andi terpana dan mengatakan betapa beraninya aku tidak pakai celana dalam di sekolah. Bagaimana kalau ada yang melihat? Bagaimana kalau aku jatuh dan rokku tersingkap? Oops aku juga nggak berpikir sejauh itu. Tapi sudah terlanjur. Aku tidak akan mengulanginya lagi, pikirku. Aku hanya berharap Andi mau memuaskanku sehingga gairahku tidak menyiksa seperti ini.

Tidak disangka Andi tertarik juga. Dia melihat sekeliling yang sudah sepi, kemudian dia menutup pintu dan diganjal dengan pasak tenda. Lampu dimatikan, namun jendela dibiarkan terbuka. Sebab tidak ada tirainya. Namun tidak masalah karena di dalam lebih gelap daripada di luar. Andi memelukku perlahan dan mencium pipiku. Kemudian menciumi leherku terus sambil memasukkan tangannya ke dalam seragamku. Aku terenggah-enggah. Andi tidak pernah mencium mulutku. Takut kalau malah jatuh cinta padaku. Padahal aku ingin sekali berciuman mulut seperti di film-film romatis.

Sekilas kucium bau tubuhnya yang berkeringat. Bau khas pria. Tapi agak kecut karena habis olahraga. Andi mempermainkan payudaraku dengan kedua tangannya. Dia berdiri di belakangku dan tangannya masuk menerobos BH-ku. Aku merasa payudaraku diremas-remas dengan lembut. Putingku digosok-gosok dengan ujung jarinya.
"Uuuh.. enak Ndi.." kataku sambil memejamkan mata.

Andi menarik rok abu-abuku tinggi-tinggi dan menahan dengan tangannya. Kemudian dia memandangi kemaluanku. Aku merasa asyik kemaluanku dipandangi. Lalu dia mulai menjilati rambut di atasnya sampai basah kuyup. Tiba-tiba Andi menarikku mendekati jendela, menaikkan aku di kursi dengan pantat menghadap ke jendela. Aku masih bingung ketika Andi menyuruhku menundukkan badanku sambil berpegangan pada meja kayu di depanku.

Dalam posisi pantatku nungging menghadap ke luar, Andi menyingkap rokku dan sepertinya mempertontonkan kemaluanku dan pantatku keluar. Dengan dua tangannya Andi menyibak pantatku sehingga pantat dan kemaluanku terbuka lebar dan menempel di kaca jendela.
Kemudian seakan Andi tahu keinginanku, dia berkata, "Selamat menonton pinggul indah Cindy yang padat berisi, mari menonton semua, gratis!"
Aku pura-pura meronta-ronta dan meyuruh Andi menghentikan perbuatannya. Tapi dia malah menjilati pantatku dan meremas-remas pantatku.

Meski aku tahu kalau tidak ada siapapun di luar, namun aku membayangkan banyak anak anak di sekolahku lalu lalang. Aku memejamkan mata sambil melamun dan membayangkan semua orang berhenti dan memandangi kemaluanku dari belakang. Tangan-tangan mereka mulai menjamah dan meremas pantat dan kemaluanku. Dan mulutnya berebut menciumi kemaluanku. "Oooh" Rasa penasaran, hasrat, gairah yang kupendam dari siang rasanya tertumpah saat ini. Aku menikmati Andi menjilati pantat dan kemaluanku. Rupanya Andi juga memendam hasrat yang sama. Bukan aku saja.

Kemudian posisiku dibalik. Sekarang aku menghadap jendela. Aku duduk di kursi dengan kaki terbuka lebar menghadap jendela. Kakiku ditekuk. Sehingga kemaluanku hampir menempel di jendela.
Andi dari belakang menggosok-gosokkan jarinya dan sesekali membuka bibir kemaluanku sambil berkata, "Inilah dia, vagina paling indah dan merangsang dari SMA ini, sentuh dan nikmatilah cairannya!"

Aku memejamkan mata dan membayangkan di depanku banyak orang melihat ke kaca. Aku membayangkan tangan Andi adalah tangan anak-anak SMA yang ingin menyentuh kemaluanku. Meremas, menggosok, mencubit, dan mengelus-elus bulu kemaluanku. Perasaanku melonjak-lonjak. Imajinasiku mengembang terus. Kemaluanku berdenyut-denyut. Andi meremas-remas payudaraku dengan tangan kirinya. Aku mulai kehilangan kontrol. Aku hampir menjerit.

Setelah puas mempertontonkan diriku di jendela, aku digendong dan ditidurkan di atas meja. Kakiku dibuka lebar dan mulai dijilati lagi. Lidahnya masuk keluar naik turun sambil tangan satunya memainkan klitorisku. Jempolnya memutar-mutar klitorisku dari atas. Aku melengkungkan badanku dan terhentak-hentak. Andi mulai memasukkan kemaluanku dalam mulutnya dan menyedotnya habis. "Uhh.." ini yang aku tunggu. Cairan vaginaku serasa tersedot keluar semua. Mulutnya menyedot dan mengendor secara kontinyu. Kadang jarinya membuka lebar bibir kemaluanku dan dijilatinya bagian dalamnya. Enak sekali.

Andi tampaknya sudah tidak tahan. Dia mengeluarkan burungnya dan menggosok-gosokkan bagian belakang burungnya di antara bibir kemaluanku. Naik turun menggeser-geser klitorisku.
"Ahh.." aku menjerit pelan.
Ini pertama kalinya burungnya menyentuh kemaluanku. Basah, hangat dan menggelikan. Aku ikut menggerak-gerakkan pinggulku dengan liar. Andi terenggah-enggah dan mendengus-dengus. Persis seperti pemain BF yang pernah kutonton. Aku terus menikmati gerakan-gerakan dan sentuhan sentuhan permukaan burung dan kemaluanku sambil memejamkan mata.

Akhirnya aku orgasme. Otot-otot kemaluanku menegang, merapat, kakiku serasa tidak kuat menahan dorongan ini, aku berusaha menahan selama mungkin. Akhirnya sambil mencengkram pinggiran meja aku melepaskan tekanan ini.
"Uahh.." rasanya lebih nikmat dari biasanya.
Padahal permainan ini berjalan lebih singkat. Mungkin tidak sampai sepuluh menit. Atau karena menahan hasrat dari siang aku jadi begini. Aku lemas sekali dan loyo. Bibir kemaluanku rasanya tambah tebal dan berdenyut-denyut. Pantatku mengejang dan merapat.

Andi tetap menggosokkan burungnya ke kemaluanku. Aku tergeli-geli. Aku menjauhkan burungnya dari kemaluanku saking gelinya. Bayangkan, sudah orgasme masih digosok-gosok. Tapi Andi tetap memegangi pinggulku dan menggosok-gosokkan burungnya. Saking gelinya, kakiku mendorong Andi. Dengan sisa tenaga yang kuhimpun aku berusaha duduk di kursi dan menyuruh Andi tidur di meja.

Dari posisi menyamping aku melihat burung yang tegak dan besar mengkilat terkena cahaya bulan. Aku mulai menggosok kepalanya. Kuberi ludah dan mulai kumasukkan ke mulutku. Kuhisap perlahan lahan, naik turun, sambil terkadang memutar ke kanan dan ke kiri. Lalu aku melihat bagian belakang kepala burung ada bagian seperti daging yang menyambungkan kulit dari kepala ke batang burungnya. Aku menjilati bagian itu dengan punggung lidahku secara perlahan dari bawah ke atas. Naik, naik lagi dan naik lagi. Andi gemetaran hebat. Konon ini adalah klitorisnya pria. Aku jadi bersemangat menjilati bagian itu sambil tanganku mengocok batang burungnya. Andi mengejan, pantatnya mengeras.

Kemudian Andi menyuruhku naik ke meja dengan posisi saling berbalik. Aku agak bingung pertama. Lalu aku mulai mengerti. Aku nungging dan perlahan lahan kuturunkan pinggulku pas di mulutnya Andi. Pertama pas di hidung. Hidungnya masuk di antara kemaluanku. Tapi Andi malah menggerak-gerakan hidungnya naik turun. Geli juga sih, tapi masih enakan kalau lidahnya. Tiba-tiba Andi membuka bibir kemaluanku dan memasukan lidahnya di antaranya. Kemudian digerakkan lidahnya keluar masuk. Aku tersentak karena kemaluanku masih geli. Namun lama-lama kegelian itu berubah menjadi kenikmatan. Aku sampai memejamkan mataku.

Aku baru ingat kalau masih mengerjai burungnya Andi. Aku meneruskan pekerjaanku. Kami dalam posisi terbalik. Asyik juga. Ini posisi baru yang nikmat. Kami dapat saling merangsang. Aku meneruskan permainan mulutku. Kuhisap naik turun terus menerus, kemudian kujilat dari atas sampai pangkal burung. Beberapa kali kujilati dan kukulum telurnya. Andi tidak diam saja. Merasa dia tidak dapat menahan lebih lama lagi, dia mempercepat ritme gerakannya. Kemaluanku disedot sekuat-kuatnya sambil lidahnya menyapu seluruh permukaan bibir kemaluanku. Aku tersentak keenakan. Namun Andi tidak membiarkan aku bernapas.

Dia segera mengeluarkan lidahnya dan dengan ujung lidahnya menjilati klitorisku. Berputar-putar dan naik turun. "Aaahh" Aku merasa geli sekali. Aku menahan diri agar tidak teriak. Sambil menahan geli yang tidak terkira, secara tidak sadar aku mengocok burung Andi dengan cepat pula. Andi bergetar-getar ditindih badanku. Ketika kakinya membuka, sambil mengocok burungnya, kepalaku masuk di antara kakinya dan kujilati bagian bawah telurnya. Gantian Andi yang hampir berteriak saking gelinya.

Andi tidak mau kalah. Dengan bantuan tangan, Andi meremas pantatku sehingga membuat pantat dan bibir kemaluanku menganga lebar. Andi menjilati kemaluanku lagi sambil jarinya memijat-mijat lubang anusku. Wow enak sekali jarinya memijat lubang anusku. Aku jadi sangat terangsang. Sambil mengulum burungnya, kugerak-gerakkan pinggulku ke depan dan ke belakang dengan liar mengikuti arah jilatan lidahnya. Jarinya terasa menusuk-nusuk anusku. Saking nikmatnya sampai aku orgasme yang kedua kalinya. Bibir kemaluanku dan lubang anusku rasanya berdenyut-denyut. Aku tidak pernah orgasme dua kali sebelumnya.

Tidak selemas yang pertama, aku masih dapat meneruskan kocokanku. Sampai akhirnya Andi bilang kalau sudah mau keluar, aku segera memasukkan burungnya ke mulutku. Aku merapatkan bibirku sekuatnya dan kugerakkan kepalaku naik turun agak cepat. Tanganku mengelus-elus telurnya dan kadang mengocok batang burungnya. Beberapa saat kemudian aku merasa spermanya menyemprot keras ke dalam mulutku dan tenggorokanku hingga hampir tertelan. Aku tetap tidak mengeluarkan burungnya dari mulutku. Aku terus menaik turunkan kepalaku selama spermanya tidak berhenti keluar. Tapi kuturunkan kecepatannya perlahan-lahan.

Banyak sekali spermanya. Mulutku sampai kepenuhan sehingga menetes lewat samping mulutku. Rasanya khas dan agak asin. Setelah spermanya habis, burungnya mulai melemas, aku menarik burungnya keluar. Andi tergeletak loyo. Aku bingung tidak dapat bicara. Sebab mulutku penuh. Aku bingung mau dibuang ke mana. Masak aku keluar ke kamar mandi dengan keadaan seperti ini. Andi tergeletak tidak bertenaga. Padahal aku sudah menggapai-gapai tangannya. Tapi dia tetap tidak bangun.

Karena aku bergerak-gerak, tidak sengaja spermanya tertelan sedikit. Oops. Aku menelan sperma. Rasa hangat melewati tenggorokanku. Karena kaget, spermanya malah tertelan semua. Kemudian dengan panik aku membangunkan Andi. Aku takut hamil. Andi juga ikut bingung.
"Lho. Kok bisa kamu telan Cin?"
Aku tidak sengaja jawabku. Andi kemudian memberitahu kalau sperma yang ditelan itu masuk ke pencernaan.
"Nggak Papa, cuma tambahan protein. Biar tambah sehat."
Kemudian dia tertawa terbahak-bahak. Aku memukulnya sambil pura-pura marah.

Setelah merapikan diri, aku bingung bagaimana keluarnya. Tapi Andi berkata menerangkan bahwa anggota PMR sering pulang paling malam. Jadi sudah biasa. Setelah memberesi barang miliknya, kami keluar pelan-pelan dari ruang PMR, melihat kiri kanan dahulu, kemudian menyusuri kebun laboratorium biologi, melewati kantin dan menuju pintu keluar. Kulihat beberapa pegawai sekolah yang menginap sedang berkumpul di pos satpam menonton TV.

Di depan sekolah hanya tinggal mobil Andi. Dengan santai Andi pamit ke satpam dan para karyawan sambil menerangkan bahwa kami habis membereskan ruang PMR. Mereka hanya mengangguk dan bergurau sejenak dengan Andi. Aku jadi lega. Aku takut ada yang melihat perbuatan kami. Akhirnya kami berangkat ke Mc. D. di Plaza Surabaya sebelum pulang.

Akhirnya dapat kusimpulkan. Semakin aku menahan hasrat, semakin tinggi dorongan seksualku. Sehingga membuatku ingin melakukan tindakan-tindakan yang aneh-aneh dan nekat. Aku tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi kalau ada yang tahu kalau aku pernah tidak bercelana dalam di sekolah. Meskipun saat itu aku kapok mengulanginya, namun aku masih melakukannya beberapa kali lagi meskipun sensasinya tidak seheboh yang pertama.
Tamat


Ritual yang Nikmat


Aku dilahirkan di sebuah desa yang memiliki tradisi yang sangat unik terutama untuk urusan mendidik anak tentang sek. Desaku adalah sebuah desa yang agak terpencil. Untuk mencapai jalan aspal saja kami harus meretas semak belukar kurang lebih 30 kilometer dan hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Kalau dibelahan lain negeri tercinta ini ada tradisi menyuguhkan istri untuk tamunya (terutama orang terhormat — daerahnya cari sendiri ya ada sungguh) kalau di desaku hampir dapat dikatakan treesome tapi dalam batas hubungan keluarga. Begini ceritanya:

Ayahku adalah anak kedua dari tiga saudara yang semuanya laki-laki sedangkan aku anak tunggal dikeluargaku, meskipun aku tumbuh di desa tetapi sebagai anak tunggal aku tidak pernah kekurangan bahkan kalau hanya gizi keluargaku sangat berlebih. Sehingga aku tumbuh sebagai anak yang cukup”bongsor”. Walau umurku baru empat belas tahun tinggi badanku sudah lebih tinggi dari ayahku dan di desaku anak-anak seumurku rata-rata baru disunat mungkin karena jauh dari Puskesmas dan tenaga kesehatan.

Uwak (Pak de Jawa) mempunyai anak dua orang semua cewek dan pamanku mempunyai anak satu orang juga cewek. Ketika itu aku baru tamat SD dan seperti tradisi di desa kami aku akan di sunat, saat itu umur ayahku kira-kira 40 tahunan tentunya pamanku lebih muda lagi. Istri paman yang biasa aku panggil bibi Irah adalah wanita asal sedesa sebagaimana wanita desa yang kegiatannya sehari-hari kesawah bibi Irah ini mempunyai badan yang bagus singset dengan perut yang kencang dan badan yang benar-benar seksi meskipun kulitnya agak kecoklatan namun masih ayu di usianya yang masih 30 tahunan.

Sebagaimana biasa bila dalam satu keluarga ada yang mengadakan pesta maka semua kerabat kumpul membantu apalagi bila ada pesta. Waktu aku sunat maka keluarga Uwak dan paman semua kumpul dirumah kami dan setelah pesta usai baru satu persatu mereka pulang. Menurut tradisi desa kami jika ada anak laki-laki sunat maka yang mengurus segala kebutuhan dan merawat harus istri pamannya, maka akupun harus diurus istri pamanku. Karena rumah kami cuma berjarak kurang lebih 50 meteran maka untuk memudahkan tugas bibi Irah aku diboyong ke rumah paman.

Akupun tidak merasa canggung ketika bibi memandikan atau memberikan obat sulfanilamid ke luka bekas sunatku. Sampai suatu ketika pada hari ke tujuh aku sunat lukaku benar-benar sembuh dan burungku sudah nampak gagah dengan topi baja yang mengkilat. Karena merasa sudah sehat aku bermaksud mandi sendiri dan kamar mandi kami cuma terbuat dari bambu yang dianyam namun untuk sumur dan bak mandi sudah di semen.
“Ndo, (aku biasa dipanggil LONDO alias Belanda karena aku tinggi dan rambuntuku kemerahan) kamu belum boleh mandi sendiri lho.”, tegur bibi ketika aku mengambil handuk dan peralatanku mandi pada sore hari ketujuh.
“Memang kenapa bik?”
“Ihh pemali belum selasai masa pengasuhan bibi nanti kita kena tulah”, jawab bibi.
“Jadi…bi”
“Ya kamu masih harus dimandiin bibi”, kemudian bergegas bibi menghampiriku serta mengajakku masuk bilik mandi.

Sebagai wanita desa bibi biasa hanya mengenakan kemben dari kain, dan sore itu seperti biasa bibi mengenakan kemben yang menutupi dadanya hingga lutut, kalau selama saya masih belum sembuh saya dimandikan sambil duduk di kursi kayu sekarang saya berdiri dan seperti biasa akupun tanpa canggung ketika harus telanjang didepan bibiku. Pelahan bibi mulai menyiramkan air ke tubuhku yang telanjang dan dengan sendirinya badannya yang masih terbungkus kainpun ikut basah, dan seperti biasa bibi mulai menyabuni badanku sambil sesekali posisinya merapat bila menyabun bagian belakang badanku tanpa sengaja dadanya yang suda basah kadang menempel di badanku, ada perasaan yang berdesir ketika payudaranya yang tidak terlalu besar menempel di dadaku terasa masih kenyal hangat dan lembut, tanpa terasa burungku perlahan mulai tegang. Begitu bibi membungkuk untuk menyabuni badanku yang bawah ia langsung teriak.
“Ahhh… Kamu sudah dewasa Ndo..”, serunya sampil dia memegang burungku dan di usapnya pelan-pelan, aku menjadi kaget karena serasa seluruh tubuhku bergetar dan aku hanya bisa mendesis karena tidak tahan merasakan nikmatnya burungku ditangan bibiku. Bibi lalu berjongkok dihadapanku denga posisi wajahnya pas di depan selangkanganku bahkan mulutnya persis didepan burungku. Tangan kirinya masih mengusap-usap dan dan tangan kanannya meremas-remas buah zakarku. Sambil komat-kamit entah apa yang dilakukan kemudian dia meniup burungku, kemudian mulutnya didekatkan kepenisku dan dia mulai menjilati kepala penisku. Lidahnya berputar-putar dikepala burungku. Aku mendesis merasakan nikmat dan kegelian yang membuat batang penisku semakin tegang.

“Ohh… Biiiiiiik…”, desahku tertahan secara reflek tanganku memegang kepal bibiku yang berambut panjang hingga ikatannya terlepas maka tergerailah rambut bibiku yang panjang sampai ke pinggul, posisi duduknya yang jongkok membuat kemben bibi kendor dan melorot sehingga tersembulah payudaranya yang kencang mengkilap terkena air sabun dan tiba-tiba bibi mulai memasukkan burungku kemulutnya. Mulutnya penuh sesak oleh kepala burungku yang membesar pada ujung topi bajanya. Burungku dikeluar masukan di mulut bibi sungguh nikmat yang baru pertama kali ini aku rasakan. Aku dibuatnya seolah-olah terbang keawang-awang dan tanpa dapat kutahan kepala burungku serasa mau meledak secara reflek kudorong kepala bibiku menjauh tapi justru bibi memasukkan semua burungku kedalam mulutnya dan… Crot…crot…crot… bibi sari semakin cepat mengocok dan mengulum burungku. Dengan menjerit panjang, aku tumpahkan semua cairan dari burungku ke dalam mulut bibi.
“Ohh…, ke..na..pa ku ini aku ini bi…”, tanyaku pada bibi.

Bibi tersenyum ke arahku dengan tanpa rasa jijik sedikitpun dia menjilati dan menelan sisa-sisa cairanku yang keluar.
“Itu tandanya kamu sudah dewasa Ndo… yang kau keluarkan tadi namanya pejuh (sperma)”, jelas bibiku sambil berdiri disampingku sudah tanpa selembar kainpun.
“Kenapa bibi telan?”, tanyaku bengong.
“Itu syarat Ndo… Nanti malam bibi akan berikan yang lebih enak lagi”, tambahnya sambil memelukku demi dipeluk wanita telanjang dan dadanya yang kenyal hangat dan halus menempel dikulit dadaku burungku lansung bangkit lagi dan tepat menyentuh bawah perut bibiku.
“Waah anakku benar-benar sudah menjadi pria yang jantan”, kata bibiku sambil tangannya menggenggam burungku. Kemudian bibi menyelesaikan acara memandikan aku terus memandikan dirinya dan setelah itu aku disuruhnya memakai sarung sedang bibi keluar dari kamar mandi masih memakai kainnya yang basah. Didepan pintu kami ketemu paman, tapi paman hanya mengernyitkan alisnya.
“Sudah kok pak anak kita sudah menunjukan kedewasaannya”, kata bibi kepada paman.
“Oh ya… kalo begitu nanti malam bapak mulai keladang aja ya bun”, jawab paman.
“Tapi bapak harus ajari anak kita dulu baru berangkat.”
“Ya nanti bapak yang ajari ya Ndo”, kata paman padaku.
Aku sendiri cuma bengong tak tahu pembicaraan mereka tapi yang jelas burungku masih berdiri kencang dibawah kain sarungku.

Malam itu selepas jam 7 malam habis makan kami berkumpul di balai-balai ruang tengah bibi hanya memakai kain sarung yang dililitkan di atas payudaranya sehingga separuh pahanya nampak putih dan bungkusan kain itu menambah tubuh bibi makin seksi dalam pandangan mataku, paman seperti biasa memakai kolor longgar tanpa pakai baju nampak otot-otot perutnya yang kekar dan memang pamanlah orang yang paling kekar di desaku, diusianya yang masih belum 40 tahun pamanku adalah laki-laki paling gagah, aku masih seperti habis mandi tadi masih bersarung karena belum berani pakai celana. Dinda anak paman sudah tidak ada lagi rupanya sejak siang ia sudah berada di rumahku dan menginap disana.

“Bun… mari kita mulai saja biar bapak nanti tidak kemalaman”, ujar paman.
“Ayo pak… bunda juga sudah siap kok”, kemudian bibi melepaskan kainnya sehingga telanjang bulat dan berbaring di balai-balai berbantalkan bantal kapuk randu. Melihat tubuh bibiku yang singset dengan perut yang rata, payudaranya yang indah mencuat ke atas serta selangkangan yang ditumbuhi bulu hitam lebat spontan burungku berontak naluriku mengatakan inilah kenikmatan yang akan aku dapatkan sebagaimana dijanjikan bibi siang tadi.
“Ayo Ndo kau copot semua sarungmu itu”, perintah paman sambil melepaskan kolornya dan tampaklah burung pamanku yang panjang dan mengangguk angguk mulai bangkit.

Kemudian paman memintaku duduk disamping kiri bibiku, sedang paman dengan keadaan telanjang bulat bersila disamping kanan bibiku, entah apa yang dibacanya yang jelas mulutnya komat-kamit dengan bahasa yang aku tak mengerti.
“Paman akan tunjukan menggunakan kedewasaanmu Ndo maka kamu harus memperhatikan apa yang paman lakukan”, perintah paman sambil mengambil posisi berada jongkok diantara paha bibi yang tidur telentang. Tangan kirinya meraih selangkangan bibi dan jari-jarinya mulai menyibakan rambut tebal sedang tangan kanannya memegang burungnya dan perlahan paman mengarahkan burungnya keselangkangan bibi.
“Kau harus mengarahkan tototmu kearah lubang peranakan perempuan kemudian memasukkannya Ndo.”, kata paman kemudian.
“Kenapa paman?”, tanyaku parau sambil menelan ludah.
“Ya… supaya kamu bisa dapat anak… Ndo… nih lihat paman.”, kata paman sambil memasukkan burungnya diselangkangan bibi aku masih belum paham lubang apa yang ada disana, perlahan paman mendorong burungnya dan bibi mendesis-desis sepertinya keenakan. Setelah masuk mentok paman menarik lagi burungnya dan memasukkannya lagi perlahan bibi semakin menjadi-jadi desahannya aku benar-benar terkesima.

Darahku mulai mengalir kencang sementara bibi hanya memandangku dengan senyumannya yang manis. Makin lama gerakan maju mundur paman makin cepat dan tak teratur sedang bibi nampak mengimbangi dengan menggerakkan pinggulnya kesamping kanan dan kiri, hingga keduanya berpeluh…dan setelah beberapa menit kemudian paman beralih memeluk bibi dengan posisi bokong menghujam sehingga nampak melengkung tubuhnya dan sejenak kemudian meraka berhenti bergerak dengan napas makin tersengal. Setelah agak tenang paman melepaskan pelukannya pada bibi dan mencabut batang burungnya, nampaklah cairan putih membungkusnya dan aromanya menyengat sekali.

“Paman telah menumpahkan peju paman kedalam puki bibimu Ndo… dan itu bila saatnya tepat bisa menjadi anak… kau tahukan?”, tanya pamanku, aku hanya mengangguk tak bisa bersuara.
“Nahh… sekarang kau Ndo lakukanlah dengan bibimu paman akan tinggalkan kalian selama 10 hari”, lanjut paman terus bangkit dan mengenakan kolornya kemudian kekamar mengambil baju dan peralatan serta bekalnya terus keluar rumah dengan penerangan senter. Suara langkah kakinya perlahan menjauh..digantikan suara jangkrik yang mengisi malam. Aku masih memegangi burungku yang kecang ketika tangan halus bibi merangkulku dan susunya yang kenyal menyentuh kulitku.
“Ayo Ndo kamu sudah siap”, tanya bibiku, aku mengangguk bibi menciumku aku hanya bisa mengikutinya saja karena bagiku inilah pertama kali aku dicium wanita. Bibi mengajakku rebahan sehingga posisiku berada diatasnya menindih tubuhnya kurasakan bulu selangkangan bibiku yang halus menyentuh peruntuku sedang payudaranya yang menjulang persis dihadapanku.
“Menyusulah Ndo… seperti dulu kamu waktu bayi”, Kata bibi dengan napas yang mulai tersengal, aku tak tahu apakah karena tindihan badanku yang lebih besar dari bibi, seperti anak kecil aku menyusu bibiku tanganku yang satu memegang payudaranya yang satunya lagi, seperti takut terlepas, bibiku mulai mendesis-desis keenakan. Setelah beberapa saat aku menyusu payudara bibi bergantian kanan dan kiri kemudian tangan bibi menyelusup keselangkanganku mencari burungku digenggamnya, dan ditariknya perlahan seperti menuntunnya kearah lubang selangkangannya kurasakan sentuhan lembut hangat dan berlendir pada kepala burungku.
“Sekaraanng Ndo”, bisik bibiku parau, batang burungku, dituntunnya ke lubang pukinya. Perlahan-lahan dia mulai membuka pahanya kesamping dan dengan perlahan aku mulai menekannya. Kurasakan kepala burungku mulai memasuki lubang yang sempit, serasa dijepit dan dipijit-pijit. Mungkin karena baru pertama sensasi yang timbul luar biasa nikmatnya, meski agak susah, akhirnya amblas juga seluruh batang burungku ke dalam lubang puki bibi.

Aku mulai memaju mundurkan pantatku seperti diajarkan paman, hingga tototkupun keluar masuk lubang puki bibi. Sambil tanganku meremas-remas payudaranya.
“Ooh… Ndo… Nikk… Matt… Bangett tototmu”, rintih bibi.

Aku semakin bernafsu memaju mundurkan pantatku, bibi mengimbangi gerakkanku dengan memaju mundurkan juga pantatnya, seirama gerakkan pantatku. Membuat buah dadanya bergoyang-goyang. Semakin lama semakin cepat gerakkan pantatnya.
“NDo…… Bibi… Tak… Tahann, ” jeritnya.
Kurasakan liang pukinya berkedut-kedut dan memijit tototku. Tangannya mencengkeram dengan keras pundakku.
“Ooh… Oo… ughhhh… hhhh”, desah bibiku panjang.
Puki bibiku makin keras meremas tototku, dan tototkupun sepertinya diperas-peras dengan benda berpermukaan yang lembut hangat dan…
“Ahhh… crot… crooot…crooot”.
Ada sesuatu yang menyembur dari ujung tototku. Aku terlkulai lemas memeluk bibiku.

Sampai sepuluh hari aku dan bibiku tiap hari melakukan pesetubuhan bahkan dalam satu hari kadang sampai empat lima kali sampai kadang tototku terasa ngilu. Selama itu juga jika aku sedang berjalan bersama bibiku dikampung teman-teman bibiku selalu tersenyum penuh arti. Bahkan bundaku pernah datang siang-siang ketika kami selesai besetubuh dan masih memakai kain dan sarung.
“Wahhh. Mbakyu Londo sudah benar-benar dewasa… lho aku sampai kewalahan”, kata bibiku kepada bunda. Bunda hanya memandangku penuh arti.

Kawan-kawanku sepermainan yang lebih dulu sunat bahkan menanyakan bagamana rasa memek bibiku apakah enak. Sebagai orang yang baru menjalani pendadaran kedewasaan aku hanya tahu bahwa melakukan persetubuhan dengan bibiku nikmat sekali. Rupanya hal ini sudah menjadi tradisi desa kami bahwa seorang bibi ipar harus mengajari keponakannya bersetubuh bahkan menurut Bang Udin kalau aku mau aku boleh juga minta ke isteri Uwakku.

Dan itu benar-benar terjadi ketika itu hari ketiga aku dirumah bibi. Seperti biasa sehabis mandi pagi bersama bibi aku biasanya terus mengajak bibi untuk bersetubuh. Aku sudah mulai bisa merasakan nikmatnya menyetubuhi bibiku bahkan aku mulai berani membuka memek bibiku untuk aku lihat, aku cium baunya bahkan aku jilat lendirnya, dan rupanya memek bibiku benar-benar bersih dan terawat bahkan baunyapun enak sedang cairannya terasa gurih.

Ketika aku sedang menciumi memek bibi entah darimana tiba-tiba wak ijah sudah berada di samping kami sambing matanya melotot melihat bibi yang mendesah-desah. Aku kaget tapi ingat kata bang Udin aku jadi tenang yang jelas aku bisa dapat dua-duanya. Benar saja begitu bibi tahu uwak sudah didekatnya lansung menghentikan kegiatanku.
“O… kak Ijah ayo kak.. anak kita sudah pintar lo kak”, kata bibiku.
“Kebetulan… Uwak kan cuma punya keponakan laki-laki satu biar kali ini Londo belajar sama uwak ya.”, Kata uwakku.

Aku hanya memandangi uwaku yang mulai melepaskan pakaiannya satu persatu dan sungguh luar biasa biarpun usia uwak sudah empat puluh tahunan tapi tubuhnya nampak lebih sintal daripada bibiku bahkan payudaranya lebih besar agak menggantung tapi nampak penuh berisi, bulu-bulu kemaluannya lebih lebat dan yang lebih mennggairahkan pinggulnya sangat padat bulat dan berisi.

Uwak lansung saja menyerbu tototku dan aku ditelentangkanya sehingga uwak leluasa mengulum tototku. Ketika wak mulai menjilati batang tototku. Dari kepala hingga pangkal tototku dijilatinya. Mataku merem melek merasakan nikmatnya jilatan wak. Aku semakin merasa nikmat ketika uwak memasukkan seluruh tototku ke mulutnya yang mungil. Dan mulai mengulum batang penisku. Wak memaju mundurkan mulutnya, membuat penisku keluar masuk dari mulutnya. Sementara tangannya mengocok-ngocok pangkal penisku.
“Oohh… Wakkk… Aku tak tertahan!”, teriakku karena tadi aku telah dikulum-kulum lama sebelemnya oleh bibi. Dan kurasakan tototkupun berkedut-kedut semakin lama semakin cepat. Kutarik rambut wak yang panjang dan kubenamkan kepalanya diselangkanganku.
“Wakk… Aku… Keluarr”, teriakku lebih keras.
Wak semakin cepat memaju mundurkan mulutnya dan akhirnya, “crott! crott! crott!”, kumuntahkan cairan pejuh yang sangat banyak di mulutnya. Wakpun menelannya tanpa rasa jijik sedikitpun bahkan dia menjilati sisa-sisanya sampai bersih.
Akhirnya kami tidur-tiduran di balai-balai ruang tengah bertiga dengan bertelanjang badan.

Bibiku tak hentinya memelukku dari belakang sedang uwak didepanku aku menyusu pada payudaranya yang besar dan menggelantung sungguh nikmat. Pagi itu aku masih sempat merasakan memek Wakku yang ternyata berbeda dengan memek bibiku. Memek wakku memepunyai bibir yang tipis namun seperti menghisap hisap tototku ketika tototku kumasukkan sehingga sensasinya luar biasa.

Bang Udin mempunyai tiga orang bibi sehingga ia bisa cerita banyak padaku bagaimana rasa memek masing-masing bibinya. Namun demikian Bang Udin masih penasaran dengan bibiku mengingat bibiku termasuk wanita tersintal di desaku dan selalu menjadi perhatian laki-laki. Tradisi seperti ini tersimpan rapat sampai sekarang dan semua anak laki-laki yang baru disunat baru mengetahui dan merasakannya sehingga rahasia ini hanya sebatas orang yang sudah dewasa saja yang tahu. Didesa kami tidak pernah terjadi perselingkuhan dengan lain orang karena bagi laki-laki dewasa wajib menjaga kelurganya kalau suami bibi atau uwaknya pergi sehingga saat ini. Percaya atau tidak itulah yang diceritakan Londo kepadaku.


Rabu, 23 Juni 2010

Pacarku Desi

Ini adalah pengalaman pertama saya melakukan hubungan seksual. Kebetulan pula wanita itu juga baru pertama kali melakukannya. Dia adalah pacar saya. Sebutlah namanya Desi. Memang dia sudah beberapa kali saya ajak ke rumah saya. Tapi setiap kali ke rumah, kami hanya sekedar tiduran dan paling jauh cuma ciuman saja.
Ceritanya bermula ketika untuk kesekian kalinya dia saya ajak main ke rumah. Awalnya seperti biasanya kami cuman cium-ciuman saja. Cium pipi, cium bibir, hal biasa kami lakukan. Entah setan apa yang lewat di benak kami. Tangan kami mulai berani meraba-raba bagian lain, sebenarnya tidak pantas dilakukan oleh dua insan yang belum menikah. Ketika tangan saya meraba payudaranya (kami masih berpakaian lengkap), dia sama sekali tidak menolak. Ini membuat saya sedikit lebih berani untuk meremas payudaranya sedikit lebih keras. Ternyata dia menikmatinya. Saya mencoba untuk melakukannya lebih jauh lagi. Kali ini tangan saya perlahan-lahan saya arahkan ke bagian selangkangannya. Dia masih tidak menolak. Saat itu dia memakai celana panjang dari kain yang tipis, jadi saya bisa merasakan lembutnya bibir kemaluannya.
Tanpa saya sadari tangannya juga telah mengelus-elus selangkangan saya. Mungkin karena pikiran saya terlalu tegang, sampai-sampai saya kurang memperhatikannya. Kurang masuk akal memang. Tapi itulah yang terjadi. Kepasrahannya semakin melambungkan kekurangajaran saya. Tangan saya mulai menyelinap ke balik pakaiannya. Saya kembali meremas-remas payudaranya. Kali ini langsung menyentuh permukaan kulitnya. Saya lakukan sambil mencium lehernya dengan lembut. Suara desahan lembut mulai terdengar dari bibirnya, di saat saya menyelipkan tangan saya ke balik celana dalamnya. Ada sedikit rasa ragu ketika meraba bibir kemaluannya secara langsung. Saya kumpulkan segenap keberanian saya yang tersisa. Jari tengah saya, saya tekan sedikit demi sedikit dan perlahan ke belahan kemaluannya. Saat itulah dia tersentak dan menahan tangan saya. Dia menatap mata saya.
"Jangan dimasukkan ya Mas," katanya.

Saya hanya tersenyum dan mengangguk. Serta merta dia mencium bibir saya. Sementara jari saya masih mengelus-elus bibir kemaluannya. Lendir yang membasahi dinding vaginanya, mulai merembes hingga ke bibir kemaluannya. Saya mencoba untuk memintanya untuk menyentuh dan memegang kemaluan saya. Ternyata dia tidak menolak. Terlihat jelas di raut mukanya, dia sedikit gugup ketika membuka rensleting celana saya. Dan seakan malu memandang wajah saya ketika dia mulai menggenggam kemaluan saya. Untuk mengurangi ketegangannya saya mencium bibirnya.

Selama lebih dari setengah jam kami hanya berani melakukan itu-itu saja. Kemudian saya beranikan diri untuk mengajakknya menanggalkan semua pakaian. Dia terlihat ragu, dan hanya menunduk. Mungkin dia ingin menolak tapi takut membuat saya kecewa.
"Kamu bener berani tanggung jawab," katanya lagi.
Saya terdiam sejenak dan kemudian mengangguk. Padahal dalam hati, saya bertanya-tanya, benarkah saya mampu bertanggungjawab ? Dia menanyakannya sekali lagi. Dan saya mengiyakannya untuk kedua kalinya. Dia pun mulai melepaskan kancing bajunya. Ketika saya membantunya, dia menolak.
"Biar aku sendiri saja. Kamu lepas baju kamu," sahutnya.

Saya menurut saja. Dan tak lama kemudian, tak ada selembar benang pun pada tubuh kami. Telanjang bulat, walaupun dia masih menutupi payudaranya dengan tangan dan menyilangkan pahanya untuk menutupi kemaluannya. Saya memeluknya sambil berusaha menurunkan tangannya. Dia menurut, saat saya kembali meremas payudaranya dengan lembut. Kali ini tanpa diminta dia mau memegang kemaluan saya sambil mengelus-elusnya. Entah karena terangsang atau karena saya mengatakan mau bertanggungjawab tadi, dia menuntun tangan saya untuk mengelus selangkangannya. Agar dia tidak merasa malu, saya terus mencumbunya. Dia menikmatinya sambil menekan jari saya ke bibir kemaluannya, yang saya rasakan semakin basah oleh lendir. Dia kemudian merebahkan tubuhnya. Dan saya pun merebahkan tubuh saya di atas tubuhnya. Kami kembali bercumbu. Kali ini sedikit lebih liar. Suara desahan terdengar lebih nyaring daripada sebelumnya, ketika saya mencubit clitorisnya.

Ketika saya sudah tidak tahan lagi, saya mencoba "minta ijin" padanya untuk berbuat lebih jauh. Dia mengangguk sambil sedikit meregangkan belahan pahanya. Setelah "mendapatkan ijin", saya mencoba memasukkan kemaluan saya ke liang vaginanya. Tapi sulitnya luar biasa. Berkali-kali saya coba, tetapi belahan itu seakan-akan direkatkan oleh lem yang kuat. Ujung kemaluan saya sampai sakit rasanya. Dan dia pun meringis kesakitan, sambil sesekali memekik kecil, "Aduh, aduh." Saya sedikit tidak tega juga. Saya hentikan sejenak usaha saya itu, sambil kembali mengelus bibir kemaluannya, agar sakitnya sedikit berkurang.
"Masih sakit ?" tanya saya.
"Udah nggak begitu sakit," jawabnya.

Saya mencobanya lagi. Kali ini saya minta dia membuka bibir vaginanya lebih lebar. Alamak, masih susah juga. Padahal kata teman-teman saya yang sudah sering berhubungan sex, kalau sudah basah pasti gampang. Kenyataannya ujung kemaluan saya sampai sakit gara-gara saya paksa masuk. Saya hampir putus asa. Kemaluan saya mulai lemas lagi karena saya menjadi kurang konsentrasi.

Tiba-tiba saya teringat bahwa saya pernah baca di majalah, ada jenis selaput dara yang sangat elastis dan relatif lebih tebal daripada yang normal. Kepercayaan diri saya mulai timbul lagi. Saya "mengusulkan" padanya, pakai jari saja dulu. Maksud saya supaya agak lebar lubangnya. Dia setuju saja. Walaupun saya sadar selaput dara itu justru akan robek karena jari saya, bukan karena kemaluan saya, cara itu tetap saya lakukan. Dari pada kami (terutama dia) kesakitan, lebih baik begini.

Mulanya saya hanya menggunakan jari kelingking. Dia hanya mendesah sambil menggigit bibirnya. Kemudian saya lakukan dengan jari tengah, sambil menggerakkannya naik turun. Dia masih hanya mendesah. Kemudian saya masukkan jari tengah dan telunjuk ke liang vaginanya. Dia menjerit halus sambil menahan tangan saya agar tidak masuk lebih dalam. Setelah dia melepaskan tangannya baru saya lanjutkan lagi dengan sangat perlahan.

Setelah yakin sudah cukup, saya mencoba kembali memasukkan kemaluan saya ke liang vaginanya. Saya menyibakkan bibir vaginanya sementara dia mengarahkan kemaluan saya. Memang sedikit lebih mudah sekarang. Tapi tetap saja dia merintih kesakitan. Saya pun masih merasakan sakit. Kemaluan saya seperti diperas dengan sangat keras. Setiap kali merasakan sakit (dan mungkin perih), dia menahan "laju" masuknya kemaluan saya. Saya pun hanya berani melakukannya dengan sangat amat perlahan. Hati saya benar-benar sangat tidak tega melihatnya merintih kesakitan. Tapi pada akhirnya kemaluan saya bisa masuk seluruhnya.

Saat pertama kali berhasil masuk, saya belum berani menariknya kembali. Kami hanya berciuman saja, supaya rasa sakit itu reda dahulu. Setelah itu baru saya berani menggerakkan pinggul saya maju mundur, tapi masih sangat pelan. Sementara tangannya tampak memegang erat ujung bantal, sambil terpejam dan mengigit bibirnya.

Setelah beberapa lama, kami berganti posisi. Kali ini saya berada di bawah, sementara dia duduk di atas saya. Dia saya minta menggerakkan pinggulnya naik turun. Dia hanya beberapa kali melakukannya. Dan berkata, "Aku nggak bisa," sambil berguling ke samping saya. Saya memeluknya dan mengelus rambutnya serta mencium keningnya. Kemudian kembali merapatkan tubuh saya ke atas tubuhnya. Saya memasukkan kembali kemaluan saya ke liang vaginanya. Kali ini gampang sekali. Didorong sedikit langsung bisa masuk. Dan dia pun tidak lagi merintih kesakitan. Hanya mendesah halus.

Saya kembali menggerakkan pinggul saya maju mundur. Saya coba lebih cepat. Rasanya licin sekali. Saya merasakan di antara kemaluan kami sangat basah oleh lendir bercampur keringat. Saya terus melakukannya sambil mencium bibirnya. Kali ini dia lebih erotis. Dia sangat suka menghisap-hisap lidah saya, yang sengaja saya julurkan ke dalam mulutnya. Sementara tangannya tak henti-hentinya mengelus punggung dan pantat saya. Sesekali saya jilati puting susunya dengan lidah saya. Namun dia lebih suka kalau saya menghisap putingnya itu. Sebenarnya saat itu saya kurang berkonsentrasi. Pikiran saya masih terbagi. Saya masih berpikir agar tidak membuat dia kesakitan. Mungkin karena itu saya bisa bertahan agak lama. Kalau tidak mungkin saya sudah mengalami ejakulasi.

Setelah cukup lama, tiba-tiba dia menyentakkan pinggulnya ke atas sambil menekan pantat saya. Saya tidak tahu apakah saat itu dia mengalami orgasme atau tidak. Tapi yang jelas dia menahan posisi itu cukup lama. Setelah itu dia bilang bahwa dia capek. Saya pun mengerti, dan walaupun belum mengalami ejakulasi, saya mengeluarkan kemaluan saya dari liang vaginanya, dan tidur terlentang di sampingnya. Sekilas saya lihat, di bibir kemaluannya asa lendir putih yang ketika saya pegang terasa kental dan lengket, namun tidak kesat seperti halnya sperma.

Sepertinya dia tahu kalau saya belum puas (yah namanya juga kurang konsentrasi). Dia duduk di sebelah saya sambil kemudian menggenggam kemaluan saya. Perlahan-lahan dia menggerakkan tangannya naik turun. Saya sangat menikmati perlakuannya ini. Payudaranya kembali saya elus-elus. Sesekali saya permainkan putingnya dengan jari. Kali ini saya tidak bisa bertahan lama. Ketika gerakan tangannya semakin cepat, saya merasakan geli yang luar biasa di ujung kemaluan saya. Dan saya pun akhirnya mengalami ejakulasi. Dia menampung sperma saya dengan telapak tangannya. Kemudian membersihkan sisanya dengan tissue.

Setelah mencuci tangan serta kamaluannya, dia kembali ke kamar dan mencium saya. Dia kemudian merebahkan kepalanya di dada saya. Sementara saya mengelus-elus rambutnya.
Saat membenahi kamar sebelum mengantarnya pulang, pandangan saya tertuju pada bekas tissue yang sebagian juga digunakan untuk membersihkan sisa lendir kemaluannya. Terlihat bercak-bercak merah pada beberapa lembar tissue. Tapi tidak banyak.
Saya memandangnya dan bertanya, "Masih berdarah nggak ?"
Dia menggeleng, dan menjawab, "Sudah nggak lagi, tadi sudah aku cuci."


Bude Is, Tutor Seks-ku

Aku masih ingat, waktu itu masih klas 4 SD. Jadi aku dan kawan-kawan sama sama berkhitan. Takut juga aku. Setelah berkhitan, luka kemaluanku dirawat. Seminggu, luka kemaluanku masih belum sembuh. Tiap hari harus dibersihkan lukanya. Untunglah ada Bude Is, adik Ibuku, membantu membersihkan luka kemaluanku. Malu juga aku rasanya. Tahu sendirilah, menunjukkan kemaluanku, kan?
"Nggak apa-apalah, sebab Andi masih anak-anak. Baru berumur 10 tahun." kata Bude Is.

Bude Is berumur 32 tahun. Setiap pagi dia menolong mencucikan luka bekas khitananku, memberi obat dan membalutnya dengan perban. Kata Ibuku, aku tidak boleh malu. Dia Budeku sendiri. Aku ini badannya saja yang besar. Seperti murid yang berumur lebih dari 12 tahun saja. Aku suka sekali main bola kaki. Jadi, badanku kuat dan kekar. BudeIs bekerja di Kantor kelurahan di kota Pekanbaru.

Aku tahu bahwa Budeku ini baru saja diceraikan oleh suaminya. Rupanya, suaminya sudah kawin sebelum kawin dengan dia. Dia tidak mau dimadu katanya. Jadi dia minta cerai setelah perkawinan berjalan baru 6 bulan. Kasihan juga dia. Dulu dia datang ke rumah dengan berderai airmata. Ibu dan Bapak kasihan juga melihatnya. Karena rumah kami kecil, tidak ada lagi kamar kosong, jadi Ibu menyuruhku tidur sekamar dengan Bude Is. Jadi tidak menjadi masalah bagiku, karena dia Budeku sendiri. Lagi pula aku anak saudaranya, dan masih anak-anak lagi. Badanku saja yang besar, tapi umurku masih kecil. Belum tahu apa-apa.

Bude Is pun dapat mengajariku pelajaran Matematik. Sekarang aku sudah tidak suka menonton TV lagi. Bila hari sudah malam setelah makan, aku langsung masuk kamar untuk membaca buku. Ibu menyuruhku belajar, dan Bude Is mengajarkan jika aku mendapat kesulitan di dalam pelajaranku. Ibu suka aku belajar dengan BudeIs. Dulu Bude Is hendak menjadi guru, tapi dia lebih suka menjadi pegawai pemerintahan.

Bude Is memang agak cantik. Sekali lihat seperti Krisdayanti. Tinggi semampai, bidang dadanya luas, pantatnya lebar. Padat. Dadanya montok dan berisi. Suaranya lembut dan pandai membujuk dan memanjakan. Dulu dia orang paling cantik di kantornya. Setelah itu ada pemborong konstruksi/bangunan yang senang sama dia. Itu sebabnya dia mau kawin. Tapi setelah kawin baru diketahui bahwa orang tersebut sudah kawin dan mempunyai anak. Bude Is tidak suka ditipu dan dimadu, dan minta cerai.

Bude Is bila tidur, dia suka memeluk guling dan mengempitkanya di sela pahanya. Kadang-kadang aku melihat kainnya tersibak, sehingga kelihatan pahanya yang putih mulus. Aku tidak ambil pusing karena dia Budeku sendiri. Memang kulitnya putih mulus. Tidak seperti Ibuku, kulitnya coklat. Bapak Budeku adalah keturunan Cina. Nenekku keturunan Melayu. Nenek kawin setelah ayah Budeku meninggal, setelah itu Ibuku lahir. Jadi Bude Is lebih tua 3 tahun dari Ibuku.

Setelah 3 minggu, luka kemaluanku sudah baikan. Libur sekolahku pun sudah berakhir. Aku harus ke sekolah lagi. Tiap pagi Bude Is membangunkanku. Dia selalu lebih pagi. Pagi-pagi dia selalu memandikanku. Dia menyabuni badanku, menggosok daki di badanku. Kami pun mandi sama-sama. Sebab aku anak-anak dan masih kecil, jadi aku mandinya telanjang saja. Bude Is berkemben saja jika mandi. Dia pakai kain basah yang sudah lusuh. Kain itu diikat dari atas dada sampai ke pangkalpaha atas lutut. Putih mulus kulit pahanya.

Setelah selesai mandi, dia menolongku mengenakan pakaian sekolah. Habis itu dia pun mengenakan bajunya dengan ditutupi pintu lemari yang ada kaca cerminnya. Mula-mula dia tanggalkan handuk yang melilit tubuhnya dari kamar mandi, dan menggantikanya dengan pakaian kerjanya. Setelah itu dia memakai celana dalamnya. Aku tidak dapat melihatnya. Lama-lama aku sudah lupa untuk melihat badannya. Aku tahu, dia bertelanjang bulat di belakang pintu lemari kaca itu. Kadang-kadang aku berkhayal juga, gimana bentuk tubuhnya bila Bude Is tidak memakai pakaian. Tentu sangat seksi sekali tubuhnya.

Malam itu aku tidur lebih awal. Menjelang tengah malam cuaca agak panas. Memang di kamarku tidak ada kipas angin, apalagi yang namanya AC. Lagi pula cuaca waktu itu musim panas. Maka malam-malam pun terasa panas. Aku dengar Bude Is gelisah. Panas. Setelah itu dia bangun. Aku pura-pura tidur. Mata kututup rapat-rapat. Kuintip, dia lagi membuka bajunya. Setelah itu dia buka celana dan celana dalamnya. Dia letakkan di sudut kamar. Kemudian dia berkemben menggunakan sarung. Dia naik ke tempat tidur dan tidur di sebelahku.

Kali ini dia tidur dengan gaya yang lain. Dia tidur menyonsang. Kepalanya ke ujung kakiku, dan kakiku dekat wajahnya. Bila udara sudah agak dingin, barulah rasa kantuk datang. Hampir saja aku tertidur lelap, tiba-tiba aku rasakan pantatku kena peluk. Aku terjaga. Rupanya Bude Is memeluk pantatku. Dia tidak sadar. Setelah itu kepalaku terasa kena jepit oleh pahanya. Dia kira aku ini bantal guling agaknya. Bantal guling ada di belakang dia. Boleh jadi dia benar-benar tidak sadar.

Cahaya lampu di beranda luar masuk dari ventilasi ke dalam kamar tidur, sehingga aku dapat melihat paha mulus Bude IS. Putih semua. Aku mau memejamkan mata kembali. Tetapi kalau aku mulai tertidur, Bude Is mulai gelisah. Dia merapatkan kepalaku di bawah perutnya. Mmhh..! Ada bau yang masih asing bagiku, sepertinya berasal dari pangkal pahanya Bude Is. Belum pernah aku mencium bau seperti itu. Seperti wangi sabun mandi bercampur dengan sedikit pesing. Makin lama baunya makin makin mengusikku. Bila aku gerakkan kepala, maka dia makin kuat menjepit. Bagiku, bau itu masih asing. Akhirnya aku tertidur sampai pagi.

Besok pagi dia membangunkanku. Seperti biasa, kami mandi sama-sama lagi. Seperti tidak ada kejadian apa-apa. Dia berbuat seperti biasanya. Dia mandikan aku. Dia gosok kemaluanku.
"Sudah sembuh lukanya," kata Bude Is, "Nggak usah diberi obat lagilah." katanya.
Dipencetnya ujung kemaluanku. Dia tanya, "Sakit nggak..?"
Aku geleng kepala, "Nggak." kataku.
Dia pun tersenyum melihatku.

"Andi, kalau mandi harus disabuni setiap hari seperti ini." katanya.
Diambilnya sabun, digosok ke tapak tangannya, dan langsung diusapkannya ke batang kemaluanku. Sekali dua kali, tidak apa-apa, ketika dia gosok berulangkali aku merasakan kenikmatan. Kemaluanku menjadi tegang dan terasa mau kencing.
Aku bilang ke Bude, "Nanti dulu Bude, Andi mau kencing."
Dia pegang batangnya dan mengarahkannya. Dan aku pun kencing. Setelah itu dia cuci. Tidak ada sedikit pun berprasangka yang lainnya, karena aku masih kecil.

Selesai dia memandikan aku, dia pula sekarang yang mandi. Dia gosok badannya, ketiaknya, payudaranya dan celah pahanya dengan sabun. Sampai berbusa badannya karena sabun. Baru aku tahu bagaimana bentuk payudara perempuan. Aku pernah melihat payudara Ibuku waktu menyusui adik, tapi lembek saja. Payudara Bude Is beda. Bagus dan putih. Padat. Kelihatan waktu dia menggosok payudara dan di sela-sela bawah payudaranya. Aku lihat ketiaknya ada bulu sedikit. Tapi kadang-kadang kain basahnya terangkat waktu dia menggosok payudaranya.

Aku lihat ke bawah perutnya ada bulu. Banyak dan lebat. Dipandanginya wajahku. Aku melihat ke arah lain, berpura-pura tidak melihat ke bawah perutnya. Dia tersenyum. Aku pun tersenyum. Bude Is tidak marah. Aku tidak mau melihat lama-lama. Aku malu untuk melihat. Karena aku masih kecil. Lagi pula aku merasakan suatu kenikmatan yang lain rasanya. Dia siram badannya. Kemudian dia berjongkok. Diangkatnya kain basahannya sampai-sampai nampak pantatnya. Uuhh putihnya. Dia buang air kecil membelakangiku. Berdesir bunyinya. Aku tidak perduli, karena memang selalu begitu.

Lalu aku tanya, "Apa sebabnya perempuan kalau buang air kecil bunyinya lain?"
Bude menjawab, "Besok Bude tunjukkan apa sebabnya."
Aku tanya, "Kapan?"
Dia jawab, "Nantilah."
Bila aku mendengar dia kencing hari itu, aku merasa perasaanku menjadi lain. Habis itu dia cebok dan berdiri. Kami masuk ke kamar. Dia pakaikan baju dan celanaku. Setelah itu dia berpakaian. Seperti itulah tiap hari.

Malam ini, sekali lagi cuaca panas. Bude Is terbangun. Dia buka baju lagi, dan menggantikan dengan sarung. Ketika tidur, dia pun menjepit kepalaku seperti malam kemarin. Aroma itu kembali mengusikku. Tapi agak lain dari malam kemarin. Ketika dia memeluk pinggulku, aku merasakan kemaluanku menyentuh mulutnya. Kemudian aku merasakan ujung kemaluanku seperti dijilat. Geli sekali rasanya. Kukepitkan pahaku untuk melindungi kemaluanku. Tapi tidak bisa karena kepala Bude Is menghalangi pahaku. Lama-lama aku biarkan saja.

Aku rasa mula-mula dia menjilat kepala kemaluanku, setelah itu ada rasa sepertinya kepala kemaluanku masuk ke dalam mulutnya. Aku rasakan lidahnya menjilat dan menguit-nguit kepala kemaluanku di dalam mulutnya. Uhh.., gelinya, bukan main lagi. Aku rasa kemaluanku, aku menjadi tegang. Aku mengerang menahan geli. Aku mendengar suara berdecap-decap sepertinya sedang menghisap ujung kemaluanku, ada suara "Crup.., cerupp.."
Bude Is menyedot kepala kemaluanku beserta air liurnya. Aku tidak dapat berbuat apa-apa, kutahan saja. Aku merasakan hendak kencing.

Lama juga Bude Is berbuat seperti itu, tapi kutahan, sebab terlalu geli. Pantatku bergoyang gelisah. Tapi Bude Is memeluk pantatku kuat-kuat. Aku tidak dapat bergerak. Terpaksalah aku biarkan saja. Ketika aku sudah tidak tahan lagi, aku kencing dalam mulutnya. Banyak sekali. Aku rasakan nikmat sekali kencing di dalam mulut Bude Is. Waktu kencing, kurasakan seperti dalam khayalan saja rasanya. Kututup mataku. Dalam gelap itu, aku tidak melihat apa-apa.

Saat itu juga aroma dari pangkal paha Bude Is bertambah kuat. Rasanya ingin aku untuk mendekatkan hidungku ke sumber aroma tersebut. Habis itu badanku terasa letih. Lama-lama aku tertidur sampai pagi. Esok paginya dia bangunkan aku. Seperti biasa, kami mandi bersama-sama lagi. Apa yang terjadi tadi malam, seakan kami tidak ingat saja. Bertingkah seperti biasa.

Seperti biasa, Bude memandikan aku. Kemaluanku dibersihkan dan digosok.
Aku tanya sama Bude, "Kenapa tadi malam aku kencing tapi rasanya lain sekali, Bude?"
Dia jawab, "Itu tanda kau sudah besar."
Dipencetnya ujung kemaluanku. Dia tanya, "Sakit nggak..?"
Aku menggeleng kepala, "Nggak." kataku.
Dia pun tersenyum padaku, katanya, "Lain kali Bude ajarkan bagaiman caranya Andi bisa kencing enak.."
Aku menganggukkan kepala.

Seperti itulah setiap malam. Aku tidak ceritakan kepada siapa pun. Karena dia Budeku sendiri. Dia sangat sayang padaku. Lagi pula dia seperti guruku sendiri. Pada hari Sabtu awal bulan, Bapak dan Ibuku hendak pulang ke kampung dengan adik yang belum sekolah.
Ibu berkata padaku, "Ibu dan Bapak bersama adik mau ke kampung. Satu minggu lamanya. Karena Andi sekolah, maka Andi sama Bude aja di rumah. Lagi pula Bude Is kan kerja. Dia tidak cuti."
Aku jawab, "Nggak apa-apalah. Lagipula Bude Is ada menemani."

Sore itu Bude Is mengajakku nonton film bioskop. Dia baru gajian. Setelah itu kami makan sate dan jalan-jalan. Dibelikannya aku baju dan celana dalam. Sedangkan Bude membeli BH warna merah kusam dengan celana dalam warna hijau pucat dan body-lotion juga sabun mandi cair wangi. Parfum satu botol. Kemudian setelah sore kami pulang. Sekalian dia beli kipas angin merk Sharp. Hari memang panas.

Sesampai di rumah, Bude Is menyiapkan makanan. Kami makan sama-sama. Setelah makan, Bude Is mau mandi. Aku pun juga mau mandi, sebab badanku berkeringat habis jalan-jalan. Lengket rasanya. Kami masuk kamar mandi. Seperti biasa aku buka baju, disiram dan disabuni badanku. Kali ini dia pakai sabun cair yang dibeli tadi. Dia pun menyiram badannya dan bersabun juga. Busanya banyak sekali. Dia suruh aku duduk mencangkung di tepi bak air dalam kamar mandi. Kemudian dia tuang sabun cair itu ke telapak tangannya. Digosoknya semua badanku. Wangi sekali aroma sabunnya. Banyak busanya. Selangkangku juga Bude bersihkan dengan menggosok sabun yang di tangannya, aku merasa geli.

"Kalau Andi geli, tutup saja matanya, ya..!" kata Bude dengan suaranya yang lembut.
Aku menutup mata. Aku rasakan batang kemaluanku tegang. Lain rasanya. Tidak seperti biasanya, karena dia sudah biasa mengobati kemaluanku setelah berkhitan dulu. Waktu dia menggosok batang kemaluanku, aku rasa enak sekali. Geli. Badanku lemah, lututku menggigil seakan mau terduduk. Karena takut jatuh, aku pegang kain kemben di tubuh Bude. Entah bagaimana kainnya terlucuti. Copot. Melorot sampai ke pusarnya.

Dia bilang, "Nggak apa. Biarkan.. Bude pun mau menyabuni badan juga."
Bude biarkan badan atasnya terbuka. Dia hanya mengikat kain basahannya di bawah perutnya. Di bawah pusarnya. Perutnya kelihatan. Ikatannya longgar saja. Kelihatan pusar dan payudaranya. Berayun-ayun dan bergoyang-goyang di depan mataku. Aku nikmati pemandangan itu. Sebab betul-betul terpampang di depanku. Alamak, besar juga payudara Bude Is. Sshh..! Seperti buah semangka besarnya.

Di tengah-tengahnya ada puting sebesar jari kelingking. Di sekelilingnya ada lingkaran sebesar duit coin seratus besar, ketika aku lirik ke atas perutnya yang putih. Warnanya coklat. Kontras dengan warna kulit Bude Is yang memang putih mulus. Jadi jelas sekali beda antara coklat sekeliling putingnya dengan kulit payudaranya yang putih. Sshh.., geram aku dibuatnya. Belum pernah aku melihat payudara wanita sejelas di depan mataku seperti saat ini. Ibuku waktu menyusui adik pun, selalu ditutup dengan selendangnya atau Ibu pergi ke kamar menyusukan adik, tetapi kali ini justru Bude mempertontonkannya padaku.

Tengah aku berkata dalam hati, Bude Is mengambil sabun cair lalu dituangkan ke tanganku.
"Untuk apa Bude?" tanyaku.
Bude menyuruhku menggosok badannya, menggosok payudaranya. Kemudian disuruh menggosok perutnya, pusarnya. Terus balik ke payudaranya, sampai ke ketiak-ketiaknya. Kulihat ketiak Bude ada bulu. Bulunya sedikit dan halus. Sementara itu, dia terus menggosok paha dan kemaluanku. Aku rasa geli-geli enak. Sshh.., desisku menahan rasa nikmat dan geli.

Kain basahan mandinya dibuka sekarang. Tanggal semua. Tenggorokanku terasa kering tiba-tiba. Aku menelan ludah. Sshh.., geramku. Aku belum pernah melihat perempuan telanjang di depanku. Adikku pun belum pernah melihatku telanjang. Bude menyuruhku menggosok bawah pusarnya. Awalnya aku rasa tidak mau. Malu aku rasanya. Aku tatap wajahnya.
Bude berkata, "Gosoklah di bawah perut Bude. Nggak apa-apa. Bude nggak marah kok."
Aku pun menggosok kemaluan Bude. Tapi aku tidak lihat di situ. Malu aku.

Aku tidak melihat apa pun. Tanganku gemetaran ketika aku mulai meraba kemaluannya. Rasanya kemaluannya agak kesat. Aku rasa itu bulu kemaluannya. Bude Is merapatkan dadanya ke wajahku. Wajahku menempel di antara dua payudaranya. Puting payudaranya berwarna merah kehitaman. Aku tidak berani lihat ke bawah, aku malu melihat kemaluannya. Aku tahu ada banyak bulu disana. Ihh.., geram aku. Lagi pula aku takut Bude marah. Bude menggosok aku, aku pun menggosok dia.

Bude menyuruhku meremas-remas payudaranya. Rasanya kenyal-kenyal empuk. Kulihat Bude Is memejamkan mata. Dadanya bergemuruh berdegup kencang seperti orang habis berlari kencang. Kemaluanku makin kuat dipegangnya. Bude menyorong tarik batang kemaluanku. Ketika aku menggosok kemaluannya, dan meremas payudaranya, menghisap puting payudaranya, kurasakan kenikmatan tersendiri. Kenyal dan lembut terasa di mulutku. Aku ikuti apa yang disuruh Bude.

Tidak lama setelah itu, Bude menarik tanganku dan meletakkannya ke bawah perutnya. Bude menyuruhku memainkan daging sebesar kacang tanah. Bude menyuruhku menguit-guit. Aku pun mengnarik-narik daging kecil yang sudah agak keras itu. Tapi aku belum juga berani melihat ke bawah.
Bude bilang, "Kalau nggak mau melihat, boleh tutup mata."
Aku memainkan daging kecil itu dengan tangan kiri. Disodorkanya payudaranya ke mulutku dan disuruhnya menghisap putingnya. Sedangkan tangan kananku dibawanya meremas payudaranya yang di sebelah kanan. Aku hanya mengikuti. Bude pun meneruskan mengurut-urut dan mengocok-ngocok kemaluanku. Lama juga kami melakukan itu. Terasa nikmat bagiku.

Tiba-tiba aku mendengar Bude Is menarik nafas dalam-dalam. Panjang sekali. Dia memeluk tubuhku. Ditekannya payudaranya ke tubuhku. Aku lemas karena didekap kuat. Badannya tegang mengeras, seperti orang ngejan.
Dia melenguh seperti orang sakit kepala, "Uhh.. sstt..!" mulutnya mendesis seperti orang menahan rasa perihnya luka.
Disuruhnya aku menggosok daging kemaluannya lebih cepat. Aku pun lebih cepat memaikan dan menggosoknya.

Aku mengangkat wajahku. Tapi ditekannya lagi ke dadanya lebih kuat. Digosok-gosokannya wajahku di payudaranya. Aku rasa aku seperti mau lemas. Aku pun menghisap kuat puting payudaranya. Tanganku sebelah lagi terus meremas payudaranya. Tidak lama setelah itu aku mendengar Bude Is mengerang, seperti orang yang telah lega. Letih nampaknya.

Lalu dia mandi menyiramkan air ke tubuh indahnya. Kain untuk penutup badan yang tergeletak di lantai dibilas dan digantung di kamar mandi. Dia keluar memakai Handuk. Dia masuk duluan ke dalam kamar. Berkemben handuk saja. Aku masih di kamar mandi menyiram badan menghilangkan busa sabun. Kemaluanku tegang dan merah karena digosok Bude Is tadi. Setelah mandi terus melap badan dan masuk ke dalam kamar untuk mengenakan baju baru yang dibelikan Bude tadi.

Ketika aku masuk dalam kamar, kulihat Bude Is bersandar di dinding tempat tidur. Dia masih memakai handuk. Matanya terpejam. Seperti orang letih saja. Diam. Aku merasa takut juga. Boleh jadi perbuatanku tadi membuat Bude Is tidak suka.
"Marahkah Dia..?" tanyaku dalam hati.
Aku pun naik ke atas tempat tidur, duduk dekatnya.
Kutanya, "Bude marah ya..?"
Matanya membuka memandangiku. Dia tersenyum. Rambutnya wangi.
"Nggak." katanya.

Dirangkulnya aku menempel ke tubuhnya. Wajahku dekat ke lehernya. Diusapnya punggungku, seperti berbagi rasa sayang padaku. Hatiku sangat senang sekali.
Bude Is bilang, "Luka Andi sudah baik..?"
Aku mengangguk dan balik bertanya, "Tadi kenapa Bude seperti orang sakit?"
"Apa Bude sakit..?"
Dia menggelengkan kepala, katanya, "Kalau tidak ada orang membantu Bude seperti Andi perbuat tadi, kepala Bude terasa sakit. Badan Bude terasa lemas." katanya.

"Bolehkah Andi menolong Bude?" kutanya.
Lalu dia menjawab, "Entahlah. Kalau Andi nggak cerita sama orang lain, Andi boleh nolong Bude untuk nyembuhkan sakit kepala Bude." katanya.
Kujawab, "Andi sumpah nggak cerita pada siapa pun Bude. Andi sumpah. Betul..!"
"Benar ya Ndi..?" Bude menatap wajahku.
Dia tersenyum seperti tidak percaya. Aku sangat kasihan melihat Bude. Aku mengangguk.

Kemudian dia berkata, "Bude mau minta tolong sama Andi untuk mijitin badan Bude, boleh nggak? Capek jalan-jalan tadi," katanya.
Aku mengangguk. Bude Is pun memposisikan badannya untuk telentang. Di punggungnya diletakkan bantal. Disuruhnya aku mengambil minyak yang dibeli tadi di pinggir ranjang dan duduk di sebelah kanannya. Dituangkannya di telapak tangannya. Aromanya wangi. Dia menyuruhku untuk menyingkap handuk di dadanya. Kubuka, terpampang payudaranya seperti gunung. Putingnya merah coklat.

Dia menyuruhku memijat seperti di dalam kamar mandi tadi. Aku lakukan. Dia menyuruhku meremas-remas dan memainkan putingnya. Lama-kelamaan putingnya menjadi keras. Mata Bude Is terpejam seperti orang tidur. Lama aku berbuat begitu. Aku hanya diam saja memperhatikan mimik wajah Bude. Kemudian dia menyibakkan handukku. Dipegang-pegang dan diremas-remasnya kemaluanku, kemudian diurut-urutnya. Aku merasa nikmat. Aku merasakan kemaluanku tegang. Minyak itu melicinkan kemaluanku. Aku merasa kemaluanku makin tegang dan makin panjang. Kepalanya tersa mengembang.

Kemudian dia menyuruhku mengelus perutnya. Perutnya agak gemuk. Ouuh.., lembut dan kenyal. Dia menyuruhku memutar-mutar jari telunjuk kananku di pusarnya. Sedangkan tangan kiri meremas-remas payudaranya. Kadang aku putar-putar puting payudaranya. Aku melakukannya agar Bude Is sembuh dari sakit kepalanya. Lagian dia baik hati. Kami pun tinggal berdua saja. Kalau dia sakit, pada siapa kuminta tolong antar ke rumah sakit. Semua itu menjadi pikiran bagiku.

Setelah itu Bude Is menyuruhku membuka handuknya lagi.
"Andi tolong urut paha Bude, yaa..!" lembut suaranya.
Waktu aku menyibakkan handuknya, aku melihat bulu hitam kemaluan Bude Is. Uhh.., geramku. Tidak pernah aku melihat bulu kemaluan perempuan sebelumnya.

Aku melihat wajahnya. Dia melihat wajahku.
"Andi, pijitin paha Bude, ya..?"
Lalu dia meneteskan minyak dalam botol tadi ke tanganku. Aku melihat paha Bude putih dan mulus, bagus sekali. Betisnya padat, licin dan putih, seperti kapas. Aku pura-pura tidak meliat bulu kemaluannya. Lebat. Hitam. Banyak di bawah perutnya, seperti jambang. Kuraba bulunya. Halus. Lembut. Kemaluannya tertutup oleh ketebalan bulunya.

Kemudian Bude Is membuka pahanya. Aku malu untuk melihat.
Bude pun berkata, "Andi lihatlah..! Ada belahannya kan..?"
Aku diam saja, karena belum pernah melihat kelamin perempuan. Kulihat wajahnya. Bude meremas-remas kemaluanku. Aku merasa nikmat. Dia menyuruhku mengurut pangkal pahanya. Tangan Bude Is mengurut-urut batang kemaluanku. Kadang-kadang diremasnya batang kemaluanku pelan-pelan. Enak sekali rasanya. Geli bila kena kepala kemaluanku di jarinya.

"Andi lihat nggak celah rambut kemaluan Bude, ada air nggak..?" kata Bude.
Jadi sekarang kuberanikan untuk melihat dekat-dekat. Dia yang menyuruh. Kusibakkan bulu vaginanya, nampak ada alur panjang dari atas ke bawah. Di celah kemaluan itu ada air. Aku mengangguk.
"Andi sibakkanlah dan buka belahan itu, lihat di sebelah atas ada daging sebesar kacang goreng, ada nggak..?" dia tanya padaku.
Huhh.., aku geram sekali. Selama hidup aku tidak pernah melihat kemaluan perempuan yang dewasa seperti Bude Is. Tapi sekarang Bude menyuruh melihat punyanya. Aku tidak tahu mau berbuat apa. Tidak pernah sekali pun melihat itu.

Sebelum aku menyibakkan kulit yang dia bilang itu, aku melihatnya dulu betul-betul. Ketika kusibak bulunya,aku melihat kemaluan Bude seperti terbelah dari atas memanjang ke bawah. Ada jalur. Panjang. Seperti mulut bayi tembam. Seperti bukit kecil. Tapi jalur yang terbelah itu tertutup rapat. Tidak kelihatan apa-apa.
Aku bilang, "Nggak ada Bude. Nggak ketemu."
Bude Is ketawa. Dia berkata dengan suara lemah lembut, "Andi, lihatlah dekat-dekat..!"

Kemudian kusibakkan kulit itu kiri-kanan, terbukalah kemaluannya.
"Udah nampak belum..?" katanya.
Menggigil juga tanganku ketika aku mengusik kemaluannya seperti yang dia suruh. Aku pun membuka dengan ujung jari. Aahhk.., ketika terbuka aku kaget. Rupanya, dalam kulit luar ada kulit lagi. Warnanya merah. Memang ada air. Aromanya aneh dan enak. Aku belum terbiasa dengan aroma itu. Aku mainkan dan sibakkan. Berlendir. Melekat di jariku. Rupanya di dalamnya ada lidah, di kiri dan di kanan. Kusibakkan lagi, nampak di bawah seperti ada lubang. Kecil saja. Rasanya lembek. Seperti daging kecil.

Kemudian aku bertanya, "Ini dia Bude..?"
Dia menjawab, "Bukan. Bukan di bawah. Tapi diatass..,"
Aku melihat ke sebelah atas. Kusibakkan lagi. Kutekan baru kelihatan daging kecil menonjol.
"Haha.. itulah yang Bude maksud..!" kata Bude. "Pintar kamu Ndi.." katanya lagi.
Aku senang karena berhasil menemukannya. Kutekan sedikit dengan dua jempolku. Kulit luarnya masuk ke dalam. Tonjolannya seperti kemaluan kucing. Luarnya dibungkus kulit. Pendek saja ukurannya, tapi kelihatan. Sepertinya keras. Memang ada daging sebesar biji kacang goreng.

Aku mengangguk lagi, "Ada Bude..!" kataku.
"Ya, itulah itil kepala bawah Bude. Namanya itil atau kelentit. Andi mainkan seperti mainkan puting susu Bude tadi, ya.. Nanti dia akan keras. Mainkan perlahan-lahan ya. Nanti akan berkurang sakit kepala Bude. Andi lakukan lah yaa..!" Bude Is seperti minta tolong kepadaku.
Aku pun menuruti kemauan Bude. Ada aroma lagi datang dari kemaluan Bude Is. Aku senang aromanya. Makin kumainkan klitoris Bude, makin kuat aromanya. Enak sekali. Sepertinya wangi sabun dan bau agak mentega bercampur menjadi satu. Ingin rasanya aku mencium lebih dekat ke kemaluan Bude.

"Ada air liur keluar di bibirnya, Bude." kataku.
Bude menjawab, "Nggak apa-apa, Andi mainkanlah terus sampai Bude puas." katanya lagi.
Aku melihat Bude Is rilek saja. Matanya tertutup rapat. Nafasnya kencang. Tangannya memegang sprei ranjang dan diremas-remasnya.
"Sakit Bude..?" kutanya dia.
Dia hanya menggelengkan kepala, "Nggaak..!" katanya pelan.
"Andi lakukan terus sampai Bude bilang berhenti." katanya lagi.
Aku terus melakukannya.

Lama-lama kurasakan paha Bude Is meregang. Betisnya mengeras. Jari kakinya juga meregang. Dia mengerang, "Uuhh.., hhmm.., iss.. isshh..! Enaak Ndi..!" katanya, "Gosok dengan kencang Ndii..!"
Aku pun mengikuti. Aku pun ingat waktu dulu. Ibu menyuruhku memijat kepalanya. Aku pun disuruh menggosok, tapi di dahinya. Ibu pun bilang enak juga. Tapi Bude Is agak lain. Dia menyuruhku memainkan kepala kecil di dalam kemaluannya. Kelentitnya. Ku dengar nafasnya makin kencang, kepalanya digelengkan ke kiri dan ke kanan. Dia menyuruhku meremas buah dadanya kuat-kuat. Aku meremas.

Tidak berapa lama kulihat Bude agak lega. Kemudian Bude membuka matanya, dan senyum padaku. Aku pun tersenyum.
"Udah sembuh sakit kepala Bude..?" kutanya.
Dia menjawab, "Belum seberapa hilangnya. Sekarang coba Andi telungkup di atas badan Bude, bolehkan..?" katanya.

Aku pun bertanya, "Telungkupnya gimana Bude..?" kataku.
Bude Is pun memegang pinggulku. Ditariknya aku ke atas dadanya. Dia menanggalkan handukku. Aku pun telanjang sudah, dan aku telungkup, pinggulku di atas dadanya. Kepalaku tepat di atas kemaluannya. Ahhk.., aroma kemaluanya enak sekali.


Ayu Pacarku


Jam di dinding telah berdentang 9 kali, dan kami masih ngobrol di teras rumah. Jika apel aku memang lebih senang ngobrol di teras rumah ketimbang di ruang tamu. Udaranya lebih enak.
"Sudah malam, Yu ! Aku pulang yach ?" begitu ucapku.
"He..eh..deh ! Ayu juga udah ngantuk khoq," balasnya sambil memegangi majalah yang dari tadi dipegangnya.
Baru saja aku hendak keluar rumahnya, secara tiba-tiba gerimis turun.
"Mas, kayaknya mau hujan tuh..nanti saja dulu pulangnya tunggu kalau behenti !" teriak kecil Ayu.

"Nggak apa-apa khoq paling cuma gerimis aja ! Kamu ada payung nggak ?" sahutku sambil mendongakkan kepalaku ke atas melihat langit.
"Nggak ada Mas, kemarin dibawa Bi Iyem ke pasar hilang," katanya.
"Ya udah deh, lho lho khoq hujannya tambah deras sih...wah ini sih emang mesti tunggu sampai berhenti deh," sambil aku menghela nafas.
"Khan dibilangin nggak percaya sih, udah masuk lagi aja Mas ke dalam," pinta Ayu.
Akhirnya aku mengikuti ucapannya untuk masuk kedalam rumah, kali ini aku masuk ke ruang tamu.
"Sebentar yah Mas, Ayu buatkan kopi agar tubuh Mas tetap hangat," Ayu bicara sambil pergi ke belakang.
Tak lama dia datang dengan secangkir kopi di tangannya dan diletakkan di meja di depanku.
Jam telah menunjukkan 21.40, tapi hujan sepertinya tak juga reda. Tubuhku terasa amat dingin, karena tadi di luar sempat terguyur hujan sehingga bajuku basah. Kulihat Ayu juga tampak kedinginan, terlihat dari posisi duduknya yang agak merapatkan kakinya dan menyilangkan kedua tanganya di dada. Secara reflek aku mencoba mendekatkan dudukku di sampingnya, dan dia tidak bergeser dari tempatnya.
"Kamu dingin yach Yu," ucapku di tengah keheningan.
"Dikit Mas," jawab Ayu.

Posisi dudukku sudah merapat dengan Ayu dan aku mencoba untuk merangkul agar suhu dingin yang menjalar di tubuh kami dapat menjadi hangat. Tak kusangka Ayu tidak menolak rangkulanku bahkan dia mencoba makin merapatkan duduknya dekatku dan merebahkan kepalanya di dadaku. Makin lama kurasakan ada sesuatu yang bergerak di dalam celanaku dan semakin bergerak meronta, ketika coba kuhirup wangi parfum dari tubuh Ayu. Aku tak kuasa membendung nafsuku, ku turunkan rangkulan tanganku, dan kuangkat kepala Ayu dengan tangan kananku. Kutatap wajahnya yang cantik kupandangi secara seksama, perlahan kudekatkan bibirku ke arah bibirnya. Ayu menatapku dan tak ada tanda-tanda dari dirinya untuk memalingkan wajahnya. Bibirku semakin dekat dan bibir kami pun bersatu. kami saling berpagutan sesekali kujulurkan lidahku menerobos mulutnya mencari lidahnya. Kami berciuman lama, sementara tangan kananku mencoba melepaskan bajunya, begitu pun Ayu ketika bajunya telah terlepas gantian dia yang mencoba menanggalkan kemejaku, melepaskan kancing bajuku. Kini kami telah sama-sama telanjang bulat. Kami masih terus berciuman dan perlahan kuturunkan ciumanku ke bawah menuju lehernya.
"Ahhhh,...ohhhhhh....hemmm.....Mmmmmasssh ahhhhhhhh," desah Ayu ketika bibirku sampai pada lehernya yang jenjang.

Kini payudara yang jadi sasaranku, kujilati putingnya, kuhisap dan sesekali kugigit kecil sementara tangan kiriku memainkan payudara kanannya....
"Ohhhhh.....ahhhhhh...ah......." Ayu semakin melenguh merasakan kenikmatannya..
Aku semakin kesetanan, tanganku mencoba mencari vaginanya. Kubelai dan kusibak bulu-bulu yang ada disitu, kumasukkan jari tengahku ke dalam vaginanya. Kurasakan cairan hangat di dalam vaginanya. Dia telah terangsang dan basah sekali vaginanya. Kujulurkan lidahku ke vaginanya. Kutemukan tonjolan daging kecil di situ, kusentuh dengan ujung lidahku, napasku semakin tak karuan..
"Ohhhhh....massss.....ennakkkkk.... terusssssssss massshhhhhh," Ayu makin keenakkan dan sesekali dia menaikkan pantatnya sehingga gundukan vaginanya semakin menantang di hadapanku...

"Masss, aku sudah nggak tahannnn Mas.....coba masukkan dengan punyamu Masss," Ayu tampak memelas meminta menandakan kenikmatannya telah berada di puncak.
Nafsuku pun semakin memuncak, penisku kulihat telah berdiri tegak dan magut-magut mencari mangsanya. Tak perlu meminta lagi, kuarahkan kepala penisku ke liang vaginanya, kugosok-gosokkan agar Ayu semakin terangsang..... Benarlah perkiraanku.... Ayu tampak tak sabaran, pantatnya diangkatnya ke atas, sehingga kepala penisku sedikit masuk ke vaginanya.
"Ohhhhhhhhhhhhh," Ayu menjerit kecil.

Sempit sekali lubangnya, kumasukkan perlahan sedikit demi sedikit. Setiap senti penis yang masuk, setiap kali itu pula Ayu menjerit kecil...tapi setiap kali aku hentikan Ayu selalu memintaku untuk meneruskan dan dia pun sudah semakin menikmati permainan ini, pinggulnya sesekali digoyang-goyang untuk membantu jalannya penisku.

Kini penisku telah tenggelam setengahnya.
" Yu tahan yach, aku akan memasukkan setengah lagi punyaku nih ?" pintaku.
" He..eh Mas...cepetan," jawab Ayu singkat.
Kudorong pantatku, dan kulesakkan semua penisku ke dalam vaginanya. Setelah masuk semua ku maju-mundurkan penisku seperti yang kulihat di film-film blue yang sering aku lihat.
"Aaaaaaahhhhhhh.....uuuhh......ehhhhh....ohhhhhhhh," erangan kami bunyi decak yang terdengar akibat gesekan penisku dengan vagina Ayu menambah semangat maju-mundur laju penisku, 15 menit sudah permainan kami tapi aku belum merasakan orgasme, sementara Ayu, "Masss....akkkku......... nghggggaaakkkkkk tahaahhhhhannnnnn masssssssss..... ohhhhaaaaahhhhhhhhhhhhh".

Aku tahu Ayu rasanya telah mencapai puncak orgasmenya, pelukannya kencang sekali ke tubuhku sampai-sampai aku hampir tidak dapat bernafas....
Tubuhnya mulai lemas, kuturunkan frekwensi maju-mundurku, tetapi penisku masih menancap di vaginanya..... Setelah kulihat Ayu telah dapat mengendalikan dirinya kembali kuayunkan penisku....
"Ohhh....ahhhhh...oh...ahhh..." Aku semakin bernafsu.....dan kulihat Ayu pun telah kembali menikmati permainan keduanya.....
10 menit berikutnya kurasakan ada sesuatu yang hendak keluar dari ujung penisku....
"Yu,....aku sudah mau keluarrrr nih........." teriakku.
"Sammmmaa....aku juga mau lagi...nih ....mas....." Ayu membalasnya.
"Aku keluarin di mana nich yu."
"Di dalam aja mas.......biarin deh..."
"Oh....ahhh......ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh" Kami sama-sama menjerit..... creeeettttttttttt.......crotttttttttttttt...crotttttttttttttt............spermaku banyak keluar ke dalam vaginanya.....dan kami sama-sama lemas di lantai ruang tamu.


Senin, 21 Juni 2010

Affair dengan Bos Cantik


Sudah dua tahun aku bekerja di perusahaan swasta ini. Aku bersyukur, karena prestasiku, di usia yang ke 25 ini aku sudah mendapat posisi penyelia. Atasanku seorang wanita berusia 42 tahun. Walaupun cantik, tapi banyak karyawan yang tidak menyukainya karena selain keras, sombong dan terkadang suka cuek. Namun sebagai bawahannya langsung aku cukup mengerti beban posisi yang harus dipikulnya sebagai pemimpin perusahaan. Kalau karyawan lain ketakutan dipanggil menghadap sama Bu Melly, aku malah selalu berharap dipanggil. Bahkan sering aku mencari-cari alasan untuk menghadap keruangan pribadinya.

Sebagai mantan pragawati tubuh Bu Melly sangatlah bagus diusia kepala empat ini. Wajahnya yang cantik tanpa ada garis-garis ketuaan menjAdikannya tak kalah dengan anak muda. Saking keseringan aku mengahadap keruangannya, aku mulai menangkap ada nada-nada persahabatan terlontar dari mulut dan gerak-geriknya. Tak jarang kalo aku baru masuk ruangannya Bu Melly langsung memuji penampilanku. Aku bangga juga mulai bisa menarik perhatian. Mudah-mudahan bisa berpengaruh di gaji hahaha nyari muka nih.

Sampai suatu ketika, lagi-lagi ketika aku dipanggil mengahadap, kulihat raut muka Bu Melly tegang dan kusut. Aku memberanikan diri untuk peduli,
"Ibu kok hari ini kelihatan kusut? ada masalah?", sapaku sembari menuju kursi didepan mejanya.
"Ia nih Ndy, aku lagi stres,udah urusan kantor banyak, dirumah mesti berantem sama suaminya kusut deh", jawabnya ramah, sudut bibirnya terlihat sedikit tersenyum.
"Justru aku manggil kamu karena aku lagi kesel. Kenapa ya kalau lagi kesel trus ngeliat kamu aku jadi tenang", tambahnya menatapku dalam.
Aku terhenyak diam, terpaku. Masak sih Bu Melly bilang begitu? Batinku.
"Andy,ditanya kok malah bengong", Bu Melly menyenggol lenganku.
"Eeehh nggak,abisnya kaget dengan omongan Ibu kayak tadi. Aku kaget dibilang bisa nenangin seorang wanita cantik", balasku gagap.
"Ndy nanti temenin aku makan siang di Hotel (***) ya.. Kita bicarain soal promosi kamu. Tapi kita jangan pergi bareng ,nggak enak sama teman kantor. kamu duluan aja, kita ketemu disana", kata Bu Melly.
Aku semakin tergagap, tidak menyangka akan diajak seperti ini.
"Baik Bu", jawabku sambil keluar dari ruangannya.

Setelah membereskan file-file, pas jam makan siang aku langsung menuju hotel tempat janji makan siang. Dalam mobilku aku coba menyimpulkan promosi jabatan apa yang akan Bu Melly berikan. Seneng sih, tapi juga penuh tanda tanya. Kenapa harus makan siang di hotel? Terbersit dipikiranku, mungkin Bu Melly butuh teman makan, teman bicara atau mudah-mudaha teman tidur.. upss mana mungkin Bu Melly mau tidur dengan aku. Dia itu kan kelas atas sementara aku karyawan biasa. Aku kesampingkan pikiran kotor.

Sekitar setengah jam aku menungu di lobby hotel tiba-tiba seorang bellboy menghampiriku. Setelah memastikan namaku dia mempersilahkanku menuju kamar 809, katanya Bu Melly menunggu di kamar itu. Aku menurut aja melangkah ke lift yang membawaku ke kamar itu. Ketika kutekan bel dengan perasaan berkecamuk penuh tanda tanya berdebar menunggu sampai pintu dibukain dan Bu Melly tersenyum manis dari balik pintu.

"Maaf ya Ndy aku berobah pikiran dengan mengajakmu makan di kamar. Mari.. kita ngobrol-ngobrol kamu mau pesen makanan apa?", kata Bu Melly sambil menarik tangan membawaku ke kursi. Aku masih gugup.
"Nggak usah gugup gitu dong", ujar Bu Melly melihat tingkahku.
"Aku sebetulnya nggak percaya dengan semua ini .aku nggak nyangka bisa makan siang sana Ibu seperti ini. Siapa sih yang nggak bangga diundang makan oleh wanita secantik Ibu?", ditengah kegugupanku aku masih sempat menyempilkan jurus-jurus rayuan. Aku tau pasti pujian kecil bisa membangkitkan kebanggan.
"Ahh kamu Ndy bisa aja,emangnya aku masih cantik", jawab Bu Melly dengan pipi memerah. Ihh persis anak ABG yang lagi dipuji.
"Iya Bu, sejujurnya aku selama ini memipikan untuk bisa berdekatan dan berduan dengan Ibu,makanya aku sering nyari alasan masuk keruangan Ibu", kataku polos.
"Aku sudah menduga semua itu soalnya aku perhatikan kamu sering nyari-nyari alasan menghadap aku. Aku tau itu. Bahkan kamu sering curi-curi pandang menatapku kan?", ditembak seperti itu aku jadi malu juga.
Memang aku sering menatap Bu Melly disetiap kesempatan, apa lagi kalau sedang rapat kantor. Rupanya tingkahku itu diperhatikannya.

Kami berpandangan lama. Lama kami berhadapan, aku di tempat duduk sedangkan Bu Melly dibibir tempat tidur. Dari wajahnya terlihat kalau wanita ini sedang kesepian, raut mukanya menandakan kegairahan. Perlahan dia berdiri dan menghampiriku. Masih tetap berpandangan, wajahnya semakin dekat.. dekat.. aku diam aja dan hup.bibirnya menyentuh bibirku. Kutepis rasa gugup dan segera membalas ciumannya. Bu Melly sebentar menarik bibirnya dan menyeka lipstik merahnya dengan tisu. Lalu tanpa dikomando lagi kami sudah berpagutan.

"Pesen makannya nanti aja ya Ndy", katanya disela ciuman yang semakin panas.
Wanita cantik betinggi 165 ini duduk dipangkuanku. Sedikit aku tersadar dan bangga karena wanita ini seorang boss ku, duduk dipangkuanku. Tangan kirinya melingkar dileherku sementara tangan kana memegang kepalaku. Ciumannya semakin dalam, aku lantas mengeluarkan jurus-jurus ciuman yang kutau selama ini. Kupilin dan kuhisap lidahnya dengan lidahku. Sesekali ciumanku menggerayang leher dan belakang telinganya. Bu Melly melolong kegelian.
"Ndy kamu hebat banget ciumannya, aku nggak pernah dicium seperti ini sama suamiku, bahkan akhir-akhir ini dia cuek dan nggak mau menyentuhku", cerocos Bu melly curhat.
Aku berpikir, bego banget suaminya tidak menyentuh wanita secantik Bu Melly. Tapi mungkin itulah kehidupan suami istri yang lama-lama bosan, pikirku.

Bu Melly menarik tangaku. Kutau itu isyarat mengajak pindah ke ranjang. Namun aku mencegahnya dengan memeluknya saat berdiri. Kucium lagi berulang-ulang, tangaku mulai aktif meraba buah dadanya. Bu melly menggelinjang panas. Blasernya kulempar ke kursi, kemeja putihnya kubuka perlahan lalu celana panjangnya kuloloskan. Bu Melly hanya terdiam mengikuti sensasi yang kuberikan. Wow, aku tersedak melihat pemandangan didepanku. Kulitnya putih bersih, pantatnya berisi, bodynya kencang dan ramping. Celana dalam merah jambu sepadan warna dengan BH yang menutupi setangkup buah dada yang walaupun tidak besar tapi sangat menggairahkan.
"Ibu bener-bener wanita tercantik yang pernah kulihat", gumamku.

Bu melly kemudian mengikuti aksiku tadi dengan mulai mencopot pakaian yang kukenakan. Namun dia lebih garang lagi karena pakaianku tanpa bersisa, polos. Mr. Happy yang sedari tadi tegang kini seakan menunjukkan kehebatannya dengan berdiri tegak menantang Bu Melly.
"Kamu ganteng Ndy", katanya seraya tanganya meraup kemaluanku dan ahh bibir mungilnya sudah mengulum.
Oh nikmatnya. Sentuhan bibir dan sapuan lidahnya diujung Mr.Happy ku bener-bener bikin sensasi dan membuat nafsu meninggi.

Aku nggak tahan untuk berdiam diri menerima sensasi saja. Kudorong tubuhnya keranjang, kuloloskan celana dalam dan BH-nya. Sambil masih tetap menikmati jilatan Bu Melly, aku meraih dua bukit kembar miliknya dan kuremas-remas. Tanganku merayap keselangkangannya. Jari tengahku menyentuh itilnya dan mulai mengelus, basah. Bu Melly terhentak. Sesekali jari kumasukkan kedalam vaginanya. Berusaha membuat sensasi dengan menyentuh G-spot-nya.

Atas inisiatifku kami bertukar posisi, gaya 69. Jilatan lidahnya semakin sensasional dengan menulur hingga ke pangkal kemaluanku. Dua buah bijiku diseruputnya Bener-bener enak. Gantian aku merangkai kenikmatan buat Bu Melly, kusibakkan rambut-rambut halus yang tertata rapi dan kusentuh labia mayoranya dengan ujung lidah. Dia menggeliat. Tanpa kuberi kesempatan untuk berpikir, kujilati semua susdut vaginanya, itilnya kugigit-gigit.
Bu melly menggelinjang tajam dan, "Ndy aku keluar lo.. nggak tahan", katanya disela rintihan.
Tubuhnya menegang dan tiba-tiba terhemmpas lemas, Bu Melly orgasme.

Aku bangga juga bisa membuat wanita cantik ini puas hanya dalam lima menit jilatan.
"Enak Ndy, aku bener-bener nafsu sama kamu. Dan ternyata kamu pintar muasin aku,makasih ya Ndy", ujarnya.
"Jangan terima kasih dulu Bu, soalnya ini belum apa-apa, nanti Andy kasi yang lebih dahsyat", sahutku.
Kulihat matanya berbinar-binar.
"Bener ya Ndy, puasin aku, sudah setahun aku nggak merasakan orgasme, suamiku sudah bosan kali sama aku", bisiknya agak merintih lirih.

Hanya berselang liam menit kugiring tubuh Bu melly duduk diatas pinggulku. Mr.Happy kumasukkan ke dalam vaginanya dan bless,lancar karena sudah basah. Tanpa dikomando Bu Melly sudah bergerak naik turun. Posisi ini membuat ku bernafsu karena aku bisa menatap tubuh indah putih mulus dengan wajah yang cantik, sepuasnya. Lama kami bereksplorasi saling merangsang. Terkadang aku mengambil posisi duduk dengan tetap Bu melly dipangkuanku. Kupeluk tubuhnya kucium bibirnya.
"Ahh enak sekali Ndy", ntah sudah berapa kali kata-kata ini diucapkannya.

Mr.Happyku yang belum terpuaskan semakin bergejolak disasarannya. Aku lantas mengubah posisi dengan membaringkan tubuh Bu Melly dan aku berada diatas tubuh mulus. Sambil mencium bibir indahnya, kumasukkan Mr.Happy ke vaginanya. Pinggulku kuenjot naik turun. Kulihat Bu Melly merem-melek menahan kenikmatan. Pinggulnya juga mulai bereaksi dengan bergoyang melawan irama yang kuberikan. Lama kami dalam posisi itu dengan berbagai variasi, kadang kedua kakinya kuangkat tinggi, kadang hanya satu kaki yang kuangkat. Sesekali kusampirkan kakinya ke pundakku. Bu Melly hanya menurut dan menikmati apa yang kuberikan. Mulutnya mendesis-desis menahan nikmat.
Tiba-tiba Bu melly mengerang panjang dan "Ndy, aku mau keluar lagi, aku bener-bener nggak tahan", katanya sedikit berteriak.
"Aku juga mau keluar nih.. bareng yuk", ajakku.
Dan beberapa detik kemudian kami berdua melolong panjang "Ahh..".
Kurasakan spermaku menyemprot dalam sekali dan Bu Melly tersentak menerima muntahan lahar panas Mr. Happyku. Kami sama sama terkulai.
"Kamu hebat Ndy, bisa bikin aku orgasme dua kali dalam waktu dekat", katanya disela nafas yang tersengal.
Aku cuma bisa tersenyum bangga.
"Bu Melly nggak salah milih orang, aku hebat kan?" kataku berbangga yang dijawabnya dengan ciuman mesra.

Setelah mengaso sebentar Bu Melly kemudian menuju kamar mandi dan membasuh tubuhnya dengan shower. Dari luar kamar mandi yang pintunya nggak tertutup aku menadang tubuh semampai Bu melly. Tubuh indah seperti Bu Melly memang sangat aku idamkan. Aku yang punya kecenderungan sexual Udipus Comp-lex bener-bener menemukan jawaban dengan Bu Melly. Bosku ini bener-bener cantik, maklum mantan peragawati. Tubuhnya terawat tanpa cela. Aku sangat beruntung bisa menikmatinya, batinku.

Mr.Happyku tanpa dikomando kembali menegang melihat pemandangan indah itu. Perlahan aku bangun dari ranjang dan melangkah ke kamar mandi. Bu melly yang lagi merem menikmati siraman air dari shower kaget ketika kupeluk. Kami berpelukan dan berciuman lagi. Kuangkat pantatnya dan kududukkan di meja toalet. Kedua kakinya kuangkat setengah berjongkok lalu kembali kujilati vaginanya. Bu melly kembali melolong. Ada sekitar lima menit keberi dia kenikmatan sapuan lidahku lantas kuganti jilatanku dengan memasukkan Mr. Happyku. Posisiku berdiri tegak sedangkan Bu Melly tetap setengah berjongkok di atas meja. Kugenjot pantatku dengan irama yang pasti. Dengan posisi begini kami berdua bisa melihat jelas aktifitas keluarmasuknya Mr.Happy dalam vagina, dua-duanya memerah tanda nikmat.

Setelah puas dengan posisi itu kutuntun Bu Melly turun dan kubalikkan badannya. Tangannya menumpu di meja sementara badannya membungkuk. Posisi doggie style ini sangat kusukai karena dengan posisi ini aku ngerasa kalau vagina bisa menjepit punyaku dengan mantap. Ketika kujebloskan si Mr.Happy, uupps Bu Melly terpekik. Kupikir dia kesakitan, tapi ternyata tidak.
"Lanjutin Ndy, enak banget.. ohh.. kamu hebat sekali", bisiknya lirih.
Ada sekitar 20 menit dalam posisi kesukaanku ini dan aku nggak tahan lagi mau keluar.
"Bu.. aku keluar ya", kataku.
"Ayo sama-sama aku juga mau", balasnya disela erangan kenikmatannya.
Dan.. ohh aku lagi-lagi memuncratkan sperma kedalam vaginanya yang diikuti erangan puas dari Bu Melly. Aku memeluk kencang dari belakang, lama kami menikmati sensasi multi orgasme ini. Sangat indah karena posisi kami berpelukan juga menunjang. Kulihat dicermin kupeluk Bu Melly dari belakang dengan kedua tanganku memegang dua bukit kembarnya sementara tangannya merangkul leherku dan yang lebih indajh, aku belum mencopot si Mr. Happy.. ohh indahnya.

Selesai mandi bersama kamipun memesan makan. Selesai makan kami kembali kekantor dengan mobil sendiri-sendiri. Sore hari dikantor seperti tidak ada kejadian apa-apa. Sebelum jam pulang Bu Melly memanggilku lewat sekretarisnya. Duduk berhadapan sangat terasa kalau suasananya berobah, tidak seperti kemarin-kemarin. Sekarang beraroma cinta.
"Ndy, kamu mau kan kalau di kantor kita tetep bersikap wajar layaknya atasan sama bawahan ya. Tapi kalo diluar aku mau kamu bersikap seperti suamiku ya", katanya tersenyum manja.
"Baik Bu cantik", sahutku bergurau.
Sebelum keluar dari ruangannya kami masih sempat berciuman mesra.

Sejak itu aku resmi jadi suami simpanan bos ku. Tapi aku menikmati karena aku juga jatuh cinta dengan wanita cantik idaman hati ini. Sudah setahun hubungan kami berjalan tanpa dicurigai siapapun karena kami bisa menjaga jarak kalau di kantor.